Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kopi Gratis dari Sabrina

Kompas.com - 16/02/2011, 09:07 WIB

Oleh: J Osdar

Pagi, di akhir Januari di Movenpick, hotel di bandar udara internasional Zurich, Swiss, suasana masih remang-remang. Di sejumlah tempat masih banyak timbunan salju. Saat itulah beberapa wartawan dari Indonesia dengan sebuah bus besar berangkat ke arah timur menuju Davos, kota kecil berpenduduk 13.000 di tepi Sungai Landwasser di wilayah Pegunungan Alpen.

Davos, kota di tempat paling tinggi di Swiss dan Eropa, terkenal di dunia karena menjadi tempat pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) sejak awal 1990-an.

Perjalanan dari Zurich ke Davos sekitar tiga jam. Melintasi jalan mulus berkelok-kelok, naik-turun menukik dan terowongan panjang yang menembus bagian-bagian Pegunungan Alpen. Pohon-pohon pinus dan cemara berdiri tegak, bagaikan ribuan pohon Natal berselimut salju.

Satu jam sebelum masuk ke Davos, rombongan berhenti di rumah makan Marche. Masuk ke toilet atau WC di rumah makan ini tiap orang harus memasukkan koin sebesar 25 sen franc Swiss (CHF) atau sekitar Rp 25.000.

Kopi

Pagi itu tempat duduk di rumah makan ”Marche” sudah dipenuhi tamu. Kami bersama pegawai istana kepresidenan Indonesia memesan empat gelas kopi ukuran sedang kepada pramusaji. Namanya Sabrina, cantik dan usianya sekitar 19 tahun. Sambil memberikan empat gelas berisi kopi, Sabrina memberi senyum dan bertanya, dengan bahasa Inggris aksen Swiss (Jerman), ”Anda dari mana?

Sabrina berkernyit mendengar kata Indonesia. Ketika disebut Bali, ia tersenyum yang mengeluarkan lesung pipit di pipi kirinya. ”Suatu hari saya akan ke Bali,” ujarnya. Ia berdiam sejenak ketika disodori 100 CHF untuk bayar empat gelas kopi. Lalu ia mengembalikan uang itu dan membebaskan orang-orang Indonesia dari pembayaran, ”Tidak ada kembalian atau ia terharu atau berbelas kasih kepada kita,” komentar pegawai istana.

Masuk Davos sekitar pukul 10.00. Lalu lintas tengah kota macet. Karena banyak wisatawan dan peserta KTT WEF datang ke kota ini. Sekitar 25 hotel besar, menengah, dan kecil di kota itu penuh. Dua puluh tujuh rumah makan besar, kecil, dan menengah (termasuk warung kopi) banyak dipesan untuk makan siang hari dan malam hari.

Para wartawan peliput KTT WEF diberi tempat di Hollands House, bekas sanatorium. Tidak jauh dari tempat ini, menurut Duta Besar Indonesia untuk Swiss Djoko Susilo, ada kelompok masyarakat Italia kuno yang eksklusif. Mereka masih menggunakan bahasa Latin atau Romawi. ”Mereka masih mempertahankan adat istiadat Romawi kuno,” ujar Djoko.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com