Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjelajahi Romantisme Bengkulu

Kompas.com - 14/04/2012, 16:22 WIB

KOMPAS.com - Libur di akhir pekan tidak melulu dapat dihabiskan di daerah sekitar rumah anda. Anda juga bisa loncat ke pulau lain, seperti yang saya lakukan. Saya memilih untuk terbang menuju salah satu provinsi yang memiliki sejarah dan menyimpan aura romantisme, yaitu Bengkulu.

Hanya menempuh penerbangan selama kurang lebih 50 menit dari Bandara Soekarno Hatta menuju Bandara Fatmawati Soekarno, saya pun akhirnya menjejakkan kaki saya di Bumi Raflesia, Bengkulu. Provinsi yang berada di pinggir Pulau Sumatera ini ternyata menyimpan cerita tersendiri tentang Indonesia.

Sesampainya saya di Bengkulu pada hari Jumat, saya langsung tancap gas untuk check-in terlebih dahulu di Hotel Santika. Hotel Santika adalah hotel yang baru saja dibuka sekitar bulan Desember 2011 lalu dan mengambil konsep MICE (Meeitng, Incentive, Conference, and Exhibition). Setelah menaruh barang-barang saya yang lumayan banyak, saya langsung saja meluncur ke salah satu icon kota Bengkulu, yaitu Benteng Marlborough.

Jarak dari Hotel Santika menuju Benteng Marlborough tidaklah jauh, hanya sekitar kurang lebih 15 menit. Jejak-jejak kekuasaan kolonialisme Inggris terasa sangat jelas kala saya menyusuri jalan kota Bengkulu menuju Benteng. Ada satu monumen yang menarik mata saya, yaitu Monumen Thomas Parr. Monumen ini merupakan salah satu monumen yang menandakan perjuangan rakyat Bengkulu melawan penjajahan. Jika diperhatikan dari mobil, Monumen Thomas Parr ini untik karena tiang-tiangnya bergaya Corinthians, sementara atapnya berbentuk kubah, seperti kubah masjid.

Sesampainya di Benteng Marlborough, saya disambut oleh pintu gerbang kokoh yang ternyata terbuat dari kayu. Sekilas memang pintu yang menjaga bangunan ini terlihat seperti baja, namun setelah dicermati, kayu yang menjadi bahan dasarnya. Di kanan-kiri Benteng setinggi 8.5 meter dengan luas komplek 44.100 meter persegi ini saya melihat adanya batu-batu nisan yang bertuliskan nama-nama pemerintah Inggris yang pernah berkuasa.

Agak masuk ke dalam, di sisi kanan terdapat tiga makam mantan petinggi kolonial Inggris pun terpampang di sudut. Makam yang pertama adalah makam Thomas Parr, makam kedua adalah milik Charles Murray, sedangkan makam ketiga tidak diketahui pemiliknya. Masuk lebih dalam, saya berjalan masuk melewati jembatan dan memasuki gerbang kedua Benteng Marlborough.

Di kanan lorong masuk gerbang kedua Benteng Marlborough saya melihat teralis-teralis besi yang merupakan bekas sel penahanan. Memasuki halaman benteng, terdapat banyak meriam-meriam kuno yang dimanfaatkan wisatawan untuk duduk-duduk santai.

Ehm, ternyata di sore hari,benteng ini ramai sekali oleh wisatawan yang sekadar makan-makan dan bercengkrama dengan keluarga ataupun mereka yang asyik mengabadikannya ke dalam foto. Tenang saja, bagi Anda yang terlupa membawa kamera, Anda bisa meng-hire tukang foto yang berkeliling di benteng. Kali ini saya memilih Pak Eddy untuk mengabadikan perjalanan saya di benteng ini. Hanya dengan membayar Rp 20.000 foto cantik pun sudah bisa Anda miliki dengan sekejap. Puas berfoto ria, saya pun memandang sekeliling benteng dari atas, wah ternyata tak jauh dari benteng ini terdapat Pantai Panjang yang sangat menggoda.

Tak lama, saya pun memutuskan untuk melanjutkan me time saya di Bengkulu dengan pergi ke Pantai Panjang. Di pantai ini anda diberi pilihan yang cukup unik untuk berjalan-jalan menyusuri pantai, mulai dari andong, ojek motor, sampai ke sewa gajah. Awalnya saya mau mencoba untuk menyewa gajah, namun ternyata saya kurang beruntung, akhirnya saya memilih andong kuda saja untuk menyusuri pantai. Cukup membayar uang Rp 10.000 saya puas menyusuri Pantai Panjang.

Lelah menyusuri pantai dengan andong, saya pun lari menuju pasir pantai dan menemui banyak orang yang sedang menikmati riak ombak, bermain bola, bermain sepeda, dan juga bermain laying-layang. Aneka cemilan juga bisa anda temui jika perut anda perlu diisi. Ada satu cemilan yang menarik nafsu makan saya, yaitu kepiting goring. Saya pun langsung memanggil ibu penjaja cemilan kepiting goring dan ternyata murah sekali harganya, Rp 10.000 bisa mendapatkan 1 buah. Sambil menyantap kepiting goring, matahari berpendar indah di cakrawala memberi warna oranye pada alam.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com