Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Museum Ini Ibarat Peta Wisata Papua

Kompas.com - 05/10/2012, 11:31 WIB
Ni Luh Made Pertiwi F

Penulis

KOMPAS.com – Ibarat peta, Museum Provinsi Papua sepatutnya menjadi kunjungan pertama kali setelah Anda menginjakan kaki di tanah Papua. Museum ini berada di Kota Jayapura, ibu kota Provinsi Papua.

Sangat mudah menemukan museum ini, dari Bandara Sentani menuju pusat kota Jayapura, pasti melewati museum tersebut. Sayang, hanya sedikit wisatawan yang mengunjungi museum tersebut. Seakan walau sering lewat, tak ada satu pun yang menyadari “emas” informasi yang terkandung di dalamnya.

“Dulu tahun sekitar tahun 1980 sampai  1990-an, pengunjung museum membludak, tapi banyaknya turis asing. Kalau domestik sedikit, paling anak sekolah. Tapi ini juga berkurang karena keamanan di Papua juga dianggap semakin tidak kondusif,” kata Kepala Museum Provinsi Papua, Yakomina Rumbiak.

Wanita paruh baya itu mengungkapkan kegeramannya dengan begitu sedikitnya orang Indonesia yang menyadari pentingnya museum. Menurutnya, seorang pelancong yang datang ke suatu daerah sepatutnya menjadikan museum sebagai tempat pertama yang dikunjungi.

Pasalnya, dari sebuah museum terutama museum adat seperti Museum Provinsi Papua yang ia kelola, segala informasi mengenai daerah tersebut dapat dicari. Mulai dari keberagaman budaya sampai tempat-tempat masing-masing bentuk budaya itu berasal. Belum lagi kisah sejarah yang melengkapinya.

Museum yang dibangun tahun 1990 tersebut memang menampilkan dua topik, pertama mengenai Budaya Papua, serta kedua mengenai Flora dan Fauna yang ada di tanah Papua. Ada lebih dari 3.600 koleksi di dalam museum tersebut.

Bayangkan, di tanah Papua sendiri terdapat hampir 300 suku dengan bahasa dan budaya masing-masing. Museum ini menjadi peta wisata suku-suku tersebut. Termasuk menampilkan daya tarik masing-masing suku dan daerah.

Seperti sebuah piring ikan dari Eropa yang berasal dari abad-17 dipakai oleh penduduk Biak untuk dijadikan mas kawin. Sementara di daerah pegunungan, mas kawin biasanya berupa batu taring.

Pengunjung juga bisa melihat perahu wairon sampai aneka perlengkapan untuk membuat papeda, makanan khas Papua yang terbuat dari sagu. Yakomina mengaku hampir semua benda dari masing-masing suku di Papua ada di museum ini.

Di dekat Jayapura, sebuah daerah Sentani kaya akan suku-suku yang hidup di seputar Danau Sentani. Berbagai koleksi dari Sentani pun hadir di tempat ini. Selain itu, kapak dan perahu menjadi koleksi yang umum dijumpai.

Lalu aneka tulang dan taring babi yang dimanfaatkan salah satunya sebagai hiasan hidung. Lalu bulu kasuari sebagai hiasan kepala. Serta lewe-lewe semacam dasi dari kerang. Masing-masing koleksi mencerminkan budaya khas dari daerah asalnya.

Beralih ke area khusus mengenai kematian, pengunjung akan melihat keranda dan tengkorak kepala. Tulang tersebut sudah berumur ratusan tahun dan tercantum daerah-daerah asalnya. Begitu pula tempat penyimpanan mayat.

Ini hanya sebagian kecil dari koleksi yang disebutkan. Pengunjung bisa melihat tenun papua dengan corak besar ikan dan ulat pohon yang berasal dari Desa Sawer. Belum lagi replika mumi yang berasal dari Biak.

Sebagian besar koleksi ditempatkan di etalase kaca dan dikategorikan berdasarkan fungsinya. Setiap keunikan benda juga dijelaskan asal daerah setiap koleksi. Sehingga pengunjung pun bisa merancang perjalanannya di Papua berdasarkan informasi yang didapat. Misalnya untuk mengenal tennun Papua bisa berkunjung ke Desa Sawer.

Jemput bola

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

    4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

    Jalan Jalan
    3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

    3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

    Hotel Story
    Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

    Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

    Jalan Jalan
    Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

    Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

    Jalan Jalan
    Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

    Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

    Travel Tips
    4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

    4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

    Jalan Jalan
    Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

    Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

    Jalan Jalan
    Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

    Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

    Jalan Jalan
    Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

    Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

    Travel Tips
    8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

    8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

    Travel Tips
    Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

    Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

    Travel Update
    8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

    8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

    Travel Tips
    Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

    Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

    Travel Update
    10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

    10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

    Travel Tips
    Ekspedisi Pertama Penjelajah Indonesia ke Kutub Utara Batal, Kenapa?

    Ekspedisi Pertama Penjelajah Indonesia ke Kutub Utara Batal, Kenapa?

    Travel Update
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com