Arief menuturkan di dunia pemasaran perlu adanya prioritas produk yang ingin dipromosikan. Walaupun, dia mengungkapkan untuk destinasi wisata Indonesia tidak ada yang akan dijadikan paling prioritas.
"Jadi harus ada top destination, misalnya 10 top destination atau 20 top destination. Bagaimana cara menetapkannya, bisa kita perdebatkan," ungkap Arief.
Menurut Arief, penetapan destinasi-destinasi tersebut bisa melalui skor yang dikeluarkan World Economic Forum yaitu The Global Competitiveness Index (GCI). Indonesia memiliki skor 4 dari skala 1-7. "Misalnya Bali itu skornya berapa, itu bisa jadi portofolio bisnisnya," kata Arief.
Sebelumnya Arief mengungkapkan Indonesia berada di peringkat 34 dari 144 negara pada daftar GCI. Kelemahan Indonesia terutama ada tiga yaitu infrastruktur, kesiapan teknologi (infrastruktur informasi, komunikasi, dan teknologi), serta kesehatan dan higienitas.
Menurut Arief, pengembangan pariwisata perlu sejalan dengan pengembangan di sektor-sektor tersebut. "Untuk potensi wisata Indonesia tidak kalah, tapi kenapa kunjungan wisman ke Indonesia kalah dari negara lain," tuturnya.
Program Jokowi-JK telah menempatkan pariwisata sebagai sektor jasa yang didorong agar tumbuh tinggi. Dalam lima tahun ke depan atau tahun 2019, sektor pariwisata diharapkan dapat menarik kunjungan sebanyak 20 juta wisman.
"Angka 20 juta wisman harus dicapai. Kalau gak, kalah dengan negara lain. Kita harus bersaing dengan negara lain, negara lain sudah di atas 20 juta," tuturnya sambil merujuk negara lain seperti Malaysia dan Thailand.
"Branding tidak boleh banyak, harus satu. Kita semua harus sepakat branding itu apa. Misalnya 'Wow Indonesia' atau 'Wonderful Indonesia'," kata Arief.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.