Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Swiss Pun Ada Pengemis....

Kompas.com - 03/12/2009, 13:54 WIB

JENEWA, KOMPAS.com — Tangan-tangan dekil yang diacungkan ke jendela mobil di lampu lalu lintas Jakarta memohon sekeping recehan adalah pemandangan biasa. Tetapi, hal itu menjadi agak tidak biasa jika terjadi di lampu lalu lintas Jenewa ketika seorang pemuda kulit putih mengacungkan tangannya meminta-minta.

Salah satu konsekuensi pembukaan perbatasan oleh Swiss belakangan ini adalah membanjirnya imigran legal ataupun ilegal dari negara miskin di Eropa Timur, bahkan negara Asia termasuk Filipina.

Upah minimum Swiss yang sekitar 4.000-5.000 franc Swiss atau kira-kira setara dengan Rp 40-Rp 50 juta per bulan bagi penjaga toko atau koki di rumah makan kecil menjadi daya tarik utama imigran ke Swiss.

Tetap saja, masih ada orang-orang yang tidak memenuhi kualifikasi melakukan pekerjaan yang memerlukan keahlian paling rendah sehingga harus meminta-minta di jalan.

Selain meminta-minta profesi lain yang semakin banyak terlihat di Jenewa adalah pedagang asongan bunga mawar. Kebanyakan profesi ini dilakukan oleh imigran dari Benua Afrika. Mereka keluar masuk restoran menawarkan bunga mawar.

Selain itu, pekerjaan diserbu imigran dari Eropa Timur adalah menjadi pekerja seks komersial. PSK di Jenewa merupakan profesi resmi. Mereka tidak dikejar-kejar karena membayar pajak dan dilokalisasi di kawasan lampu merah.

Profesi kerah biru lain yang cukup dibayar mahal adalah sopir bis umum. Bis umum di Jenewa adalah bis gandeng ber-AC yang lumayan panjang hampir dua kali panjang bis PPD. Sementara jalan-jalan di Jenewa sempit dan penuh tikungan. Keahlian membawa bus panjang di jalan sempit tanpa membahayakan penumpang dan orang lain dihargai lebih tinggi karena dihitung sebagai keahlian khusus.

Jangan ditanya berapa gaji para eksekutif perbankan atau pekerjaan kerah putih lainnya. Pekerja kerah putih di Swiss memerlukan waktu bekerja kurang dari dua jam untuk dapat membeli iPod 8 giga, dibandingkan pekerja di Sri Lanka yang harus memeras keringat lebih dari 15 jam untuk mendapatkan barang serupa.

Dari pendapatan tersebut, sekitar 1.000 franc Swiss per bulan harus rela dipotong untuk membayar asuransi kesehatan untuk 2 orang dewasa dan 2 orang anak-anak. Potongan tersebut secara otomatis dilakukan dari rekening penerima gaji.

Pemerintah Swiss mewajibkan semua orang membayar asuransi kesehatan untuk melindungi mereka ketika sakit. Sebagai gambaran, biaya rumah sakit untuk menginap dua malam karena sakit perut dan melakukan pemeriksaan ultrasonografi, tanpa ada tindakan pembedahan, diperlukan biaya 25.000 franc Swiss atau sekitar Rp 250 juta. Bayangkan jika si pasien tidak memiliki asuransi kesehatan.

Untuk urusan sekolah, pemerintah menyediakan sekolah gratis. Tidak hanya uang sekolah, tetapi juga meliputi pemberian buku dan tas secara cuma-cuma. Kendaraan juga cukup terjangkau, jika pekerja kerah biru menabung seluruh gajinya selama tiga-empat bulan saja, sebuah mobil sudah dapat dilunasi, tidak perlu mencicil hingga lima tahun. Soal pajak, jika dibandingkan dengan negara Eropa lainnya seperti Jerman, pungutan pajak di Swiss lebih rendah.

Di sisi lain, biaya hidup lain seperti makan, tempat tinggal, pakaian, dan hiburan sangat mencekik leher. Selembar baju anak-anak yang terbuat dari wool dibanderol dengan harga 200 franc Swiss atau sekitar Rp 2 juta. Belum lagi sepatu kulit laki-laki yang minimal berharga 300 franc Swiss atau Rp 3 juta. Mau makan nasi goreng dengan lauk ayam, sayur dan dimsum di restoran China, Anda harus merogoh kocek setidaknya 50 chf atau Rp 500.000 sekali makan.

Bagaimana, tertarik mengadu nasib ke Swiss?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenuh Butterfly Park Bali Punya Wahana Seru

Kemenuh Butterfly Park Bali Punya Wahana Seru

Jalan Jalan
Kemenuh Butterfly Park Bali: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Kemenuh Butterfly Park Bali: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Kapal Wisata Terbakar di Labuan Bajo, Wisatawan Diimbau Hati-hati Pilih Kapal

Kapal Wisata Terbakar di Labuan Bajo, Wisatawan Diimbau Hati-hati Pilih Kapal

Travel Update
5 Tips Traveling Saat Heatwave, Apa Saja yang Harus Disiapkan

5 Tips Traveling Saat Heatwave, Apa Saja yang Harus Disiapkan

Travel Tips
Penerbangan Bertambah, Sandiaga: Tiket Pesawat Mahal Sudah Mulai Tertangani

Penerbangan Bertambah, Sandiaga: Tiket Pesawat Mahal Sudah Mulai Tertangani

Travel Update
Pencabutan Status Bandara Internasional Tidak Pengaruhi Kunjungan Turis Asing

Pencabutan Status Bandara Internasional Tidak Pengaruhi Kunjungan Turis Asing

Travel Update
Bagaimana Cara agar Tetap Dingin Selama Heatwave

Bagaimana Cara agar Tetap Dingin Selama Heatwave

Travel Tips
Gedung Pakuan di Bandung: Lokasi, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Gedung Pakuan di Bandung: Lokasi, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri yang Berlatar Perbukitan

Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri yang Berlatar Perbukitan

Jalan Jalan
7 Tips Berkemah di Pantai agar Tidak Kepanasan, Jangan Pakai Tenda di Gunung

7 Tips Berkemah di Pantai agar Tidak Kepanasan, Jangan Pakai Tenda di Gunung

Travel Tips
Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

Travel Tips
Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

Travel Update
Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

Travel Update
Siaga Suhu Panas, Petugas Patroli di Pantai Bangka Belitung

Siaga Suhu Panas, Petugas Patroli di Pantai Bangka Belitung

Travel Update
Cara ke Museum Batik Indonesia Naik Transjakarta dan LRT

Cara ke Museum Batik Indonesia Naik Transjakarta dan LRT

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com