Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wisata Subak, Bukan Sekedar Wisata Sawah

Kompas.com - 11/07/2012, 15:11 WIB
Ni Luh Made Pertiwi F

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Baru-baru ini Subak ditetapkan sebagai warisan budaya UNESCO. Tetapi sejauh mana minat wisatawan di Bali terhadap sistem irigasi khas Bali tersebut?

“Mereka baru tertarik pada rice terrace (sawah berundak) saja dan kehidupan petani. Tetapi sebatas passing by atau sambil lalu. Sekedar untuk foto-foto saja,” ungkap Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif I Gede Pitana, Rabu (11/7/2012).

Menurutnya, para turis baru sejauh asyik mengagumi keindahan sawah dan mengambil foto kehidupan petani misalnya saat petani sedang panen. Hal tersebut, lanjutnya, karena wisatawan yang masih bersifat massal.

“Sama saja seperti di Kuta, wisatawan massal yah foto-foto atau berenang di pantai. Tapi wisatawan spesialis (minat khusus) di Kuta, dia main surfing. Demikian juga dengan Subak, minat khususnya adalah mulai mendalami nilai dan makna subak. Wisatawan yang massal sekedar for fun atau lihat-lihat saja,” jelas Pitana.

Selain itu, Pitana menjelaskan bahwa turis domestik dan turis asing sama saja jika berbicara minat mereka terhadap subak. Hal tersebut dapat terlihat dengan kunjungan wisatawan di Tegalalang, Gianyar. Tegalalang terkenal sebagai tempat wisata bagi turis-turis yang ingin melihat sawah berundak khas Bali.

“Kalau lihat di Tegalalang itu, semua orang berhenti di sana dan memagumi sawah. Tapi tidak secara mendalam lagi,” tutur Pitana.

Oleh karena itu, Pitana berpendapat sebaiknya mulai dipromosikan wisata subak, bukan sekedar wisata sawah. Sebab, hal yang menarik tentang subak bukan sekedar pemandangan sawah berundak, tetapi bagaimana masyakarat Bali dalam hidup bertani.

“Sistem pertanian di setiap daerah tidak sama. Wisatawan pemula memang hanya tertarik sekedar untuk berfoto-foto. Tetapi bagi wisatawan yang mature (dewasa) mengarah kepada pengalaman, ia akan tertarik dengan cerita di balik lahan sawah itu,” jelas Pitana.

Menurutnya, turis bisa belajar mengenai pembajakan sawah, sampai proses panen. Serta sistem subak itu sendiri.

“Subak itu organisasi, ada ketua petaninya. Mengenal bagaimana petani membagi air itu lebih menarik daripada sekedar melihat rice terrace. Misalnya sawah di Bali dapat airnya dari Gunung Batur, maka wajib bersembahyang di Pura Batur. Jadi ada cerita yang menarik,” tuturnya.

Pitana juga menjelaskan bahwa walaupun di Jepang dan Inggris memiliki lahan pertanian, tetapi tidak ada sistem subak yang kental dengan budaya dan agama. Ia menambahkan bahwa tiap sawah di Bali ada puranya. Padi menjadi salah satu bahan wajib untuk setiap upacara bagi umat Hindu Bali.

“Karena bagi masyarakat Bali, bertani menjadi mata pencaharian dan air disucikan. Hal-hal seperti ini jika diceritakan ke turis akan lebih menarik, eksotis,” ungkapnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

Jalan Jalan
7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

Jalan Jalan
Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Travel Update
Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Travel Update
Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Travel Tips
Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Travel Update
Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Travel Update
Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Jalan Jalan
Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Travel Update
KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

Travel Update
Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Travel Update
Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Travel Update
Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Travel Update
Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Jalan Jalan
Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com