Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

40 Tahun TMII, Napas Baru bagi "Taman" Nusantara

Kompas.com - 21/04/2015, 17:01 WIB
40 tahun lalu, kebinekaan Indonesia secara harfiah diwujudkan dalam bentuk miniatur budaya di Taman Mini Indonesia Indah. Kini, ”taman” itu diharapkan tidak sekadar menjadi wahana wisata, tetapi juga ruang berekspresi dan menumpahkan gagasan bagi komunitas kebudayaan se-Nusantara. Budaya Indonesia tak diminiaturkan, tetapi dimegahkan.

Bagi Taman Mini Indonesia Indah (TMII) napas yang menghidupkan itu antara lain keterlibatan komunitas agar tak hanya menjadi wahana ”mati”. Tuntutan pelibatan komunitas itu pula yang mengganjal langkah TMII ketika diusulkan ke Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) sebagai warisan dunia tak benda pada 2011.

Direktur Operasional TMII Ade Fatima Meliala mengisahkan, UNESCO menolak TMII pada 2014 karena sejumlah alasan. Dua alasan menonjol ialah TMII dinilai tak melibatkan komunitas dan hanya memindahkan kebudayaan daerah se-Nusantara ke satu tempat.

”Waktu sidang di Paris, kami ’protes’. Kami sudah perlihatkan berkas, video, dokumen, kita melibatkan komunitas. Soal memindahkan kebudayaan, itu analoginya sama dengan melihat harimau di kebun binatang karena kita tidak mungkin pergi ke hutan,” tutur Ade.

Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ‎berencana mengusulkan kembali tahun depan untuk diinskripsi pada 2017. Saat ini, TMII sedang giat-giatnya mengupayakan beragam kegiatan guna menunjukkan keterlibatan komunitas dan masyarakat adat dari berbagai penjuru Indonesia.

Pada perayaan ulang tahun ke-40, misalnya, sejumlah kegiatan giat dilakukan sejak 13 April, mulai parade busana tradisional, festival jamu gendong, pergelaran tari massal ratoeh jaroe dari Aceh, wayang orang, hingga pergelaran kesenian Ciung Wanara. ”Tari ratoeh jaroe melibatkan 1.700 penari dan semuanya tak dibayar, partisipasi dari daerah,” kata Ade.

Di kawasan seluas sekitar 160 hektar itu diharapkan terwujud ruang pergulatan pemikiran untuk mengangkat pamor kesenian tradisional. Konon, penggagasnya, Ny Tien Soeharto, memang menginginkan miniatur Indonesia, tempat masyarakat bisa keliling Indonesia dalam satu hari. Itulah sebabnya, mengutip dari situs resmi TMII, isian proyek berupa bangunan utama bercorak rumah adat dilengkapi pergelaran kesenian, kekayaan flora-fauna, dan benda budaya lain dari berbagai daerah.

Rancangan bangunan utama berupa peta relief miniatur Indonesia berikut penyediaan air ”danau”-nya, Tugu Api Pancasila, dan bangunan joglo. Rancangan bangunan khas daerah dikerjakan beberapa biro arsitek. Pada 20 April 1975, Taman Mini Indonesia Indah resmi dibuka.

Direktur Utama TMII AJ Bambang Soetanto menambahkan, TMII sebagai aset negara di bawah Sekretariat Negara kini memiliki 1.000 unit bangunan antara lain anjungan daerah, flora-fauna, tempat rekreasi, taman, dan perkantoran. Tahun ini, mulai dibangun anjungan terbaru Provinsi Kalimantan Utara sebagai provinsi ke-34 di Indonesia.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN Rumah Gadang di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur.
Tiap tahun, TMII menggelar 1.000-1.200 kegiatan budaya berupa parade tari nusantara, lagu daerah, parade busana daerah, hingga parade musik daerah. Pengunjung TMII tiap tahun hingga 4,5 juta-5 juta orang.

Menyikapi budaya

Kurator dan pelaku kreatif Yudhi Soerjoatmodjo mengatakan, dalam memosisikan TMII, persoalan paling mendasar ialah cara pengelola museum dan budaya di Indonesia menyikapi kebudayaan itu sendiri. Kebanyakan orang menganggap ”kebudayaan” ialah candi, keris, wayang, tarian, dan lain-lain. ”Padahal, itu semua cuma perwujudan dari suatu budaya,” kata Yudhi.‎ Dengan cara pandang itu, makna kebudayaan tereduksi.

Bagi Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kacung Marijan, TMII masih merupakan simbol tempat yang menyatukan kebudayaan Nusantara. Semua komunitas kebudayaan butuh ruang budaya untuk berekspresi.

Tepat pada 20 April malam, di Teater Bhinneka Tunggal Ika dalam sebuah perayaan, TMII kembali ditetapkan sebagai tempat menggelorakan semangat keragaman. ”Di era globalisasi, masyarakat harus mempunyai karakter dan jati diri bangsa Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika yang mampu menjaga adat istiadat dan kultur bangsa kita yang berbeda-beda,” ujar Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani saat memberikan penghargaan kepada TMII sebagai tempat menggelorakan semangat Bhinneka Tunggal Ika.‎ (SUSI IVVATY dan ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com