Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Merti Dusun di Gunungrego, Menghidupkan Tradisi yang Sempat Mati Suri

Gunungan pertama berisi palawija dan sayur mayur, gunungan kedua berisi alat-alat rumah tangga, satunya lagi berisi jajanan pasar di gunungan ketiga. Isi seluruh gunungan itu ludes dalam tempo 2 menit.

"Palawija menggambarkan usaha maju pertanian warga. Gunungan peralatan rumah tangga adalah keluarga bahagia, dan yang jajanan anak itu kerukunan warga di semua lapisan anak hingga dewasa," kata Tukijo, Ketua Panitia Merti Dusun ini, Sabtu (7/4/2018).

Berebut gunungan merupakan bagian dari tradisi Merti Dusun di Gunungrego yang berlangsung sekali setiap tahun.

Warga mengartikan Merti Dusun sebagai bersih desa. Tradisi ini jamak di Yogyakarta dan semuanya memiliki kemiripan. Tradisi ini menggambarkan ungkapan syukur pada Sang Pencipta atas rezeki baik pada kemajuan desa maupun hasil bumi berlimpah bagi warga.

Kelapa menjadi berkah terbesar bagi warga. Gunungrego merupakan dusun yang mayoritas penduduknya mengandalkan hidup dari pohon kelapa ini. Dari kelapa, laki-laki menderes nira, sedangkan perempuan mengolahnya menjadi gula berbentuk mangkuk karena dicetak pakai batok kelapa.

Sebagai ungkapan syukur warga itu, mereka membangun gunungan dari 200 gula kelapa yang dinamai Sri Rezeki di Merti Dusun kali ini. Bobot gunungan itu bisa sampai 50 kilogram. "Khusus gula merah tidak diperebutkan, tetapi hanya menjadi simbolisasi saja tentang kemakmurana warga dari menderes nira," kata Tukijo.

Semua warga menyambut tradisi ini dengan suka cita. Mereka rela menunggu sejak pagi, dari remaja hingga orang tua.

Seniman-seniman lokal dusun pun muncul memeriahkan suasana, seperti incling atau kuda lumping yang diiringi musik angklung dan gong.

Sesepuh Gunungrego berusia 75 tahun, Paiman Dwijo Suprapto, mengungkapkan, tradisi ini sebenarnya sudah sempat mati suri selama 3 dekade. Namun, 4 tahun lalu, tradisi ini kembali dihidupkan seiring anjuran pemerintah.

"Karena ini adalah peninggalan leluhur yang adiluhung sehingga perlu diungkap kembali," kata Paiman.

Gelaran tradisi diawali dengan kirab bregada atau prajurit keraton yang menenteng tombak. Menyusul di belakangnya pasukan penggotong gunungan. Kemudian warga yang membawa hasil bumi.

Tukijo mengatakan, selain menderes nira, warga juga bertani palawija. Hasilnya untuk dikonsumsi sendiri dan selebihnya dijual ke pasar. Karena itu, dalam Merti Dusun ini terdapat gunungan palawija di sana.

Warga mengungkap syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas semua hasil itu. Karenanya, mereka tiap tahun menggelar tradisi ini. Mereka juga secara sukarela iuran demi terselenggaranya acara.

https://travel.kompas.com/read/2018/04/09/110800427/merti-dusun-di-gunungrego-menghidupkan-tradisi-yang-sempat-mati-suri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke