Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

3 Aktivitas Seru yang Wajib Dicoba saat Menjelajah Pegunungan Arfak

Kabupaten Pegunungan Arfak (Pegaf) terletak di kawasan pegunungan bernama sama, kurang lebih 90 kilometer jauhnya dari Manokwari, ibukota Provinsi Papua Barat.

Meski mengandung seabrek potensi wisata yang memesona, sulitnya akses membuatnya belum dikunjungi secara massif.

Bukan sembarang angkutan, mobil-mobil penggerak ganda seperti Toyota Hilux atau Mitsubishi Triton-lah yang akan membawa wisatawan menyusuri medan menantang selama perjalanan Manokwari-Pegaf.

Adrenalin akan terpacu bila wisatawan memilih duduk di bak belakang mobil yang terbuka, menikmati tamparan angin pegunungan dengan pandangan terpatri pada gugusan bukit-lembah Pegaf yang masih diselubungi belantara rapat.

Perjalanan mengocok perut itu akan melintasi belasan aliran sungai, melipir jurang, serta naik-turun bukit curam. Jalur bergerunjal berupa perkerasan tanah banyak didominasi lubang dan serakan bebatuan, sedangkan jalan beraspal hanya terdapat di beberapa titik saja.

Selain itu, guguran batu dan longsoran tanah bukan sekali-dua kali terjadi. Nyaris di tiap kelokan dan tanjakan, sebuah eskavator senantiasa siaga berjaga.

Usai empat jam perjalanan, wisatawan akan tiba di pusat Kabupaten Pegaf di Distrik Anggi, di mana terdapat sejumlah warung untuk sejenak rehat, selain puskesmas hingga kantor bupati.

Obyek wisata andalan di Pegaf ialah sepasang danau kembar bernama Anggi Giji (danau laki-laki) dan Anggi Gida (danau perempuan). Keduanya terletak di dua distrik yang bertetangga, yakni Distrik Anggi dan Anggi Gida.

Kendati pamornya belum sementereng Danau Sentani di Jayapura, pesona keduanya tak kalah memukau. Namun secara istimewa, Anggi Gida menawarkan panorama yang lebih lengkap, meski dengan akses yang lebih sulit.

Hutan-hutan di sekeliling Anggi Gida masih rapat. Menurut penuturan warga setempat, di hutan-hutan itu dapat dengan mudah wisatawan menemui burung-burung endemik Papua, termasuk cenderawasih. Hal itu berbeda dengan perbukitan di sekitar Anggi Giji yang tandus dan didominasi tumbuhan pakis sebagai ekses perladangan berpindah yang diterapkan warga sejak dulu.

Di samping itu, Anggi Gida memiliki bentangan pasir putih yang dapat dicapai menggunakan perahu dengan tarif Rp 250 ribu rupiah plus ongkos bahan bakar dari dermaga di Kampung Tombrok.

Serupa lautan, pesisir Anggi Gida pun menampakkan gradasi warna biru tua hingga pirus yang menghipnotis.

Tak perlu risau soal komunikasi dengan warga lokal. Hampir seluruhnya mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia secara baku, diwarnai dialek khas timur Indonesia.

Umumnya, penduduk setempat akan dengan senang hati menawari rumahnya sebagai tempat bermalam, terlebih jika wisatawan telah cukup intens berinteraksi. Namun, wisatawan juga tetap perlu memastikan di awal perbincangan ihwal kesepakatan harga bermalam.

Kebanyakan warga lokal masih tinggal di rumah adat mereka, yakni Rumah Kaki Seribu. Rumah yang disebut Igkojei Ibeiya dalam penamaan setempat ini disusun dan ditopang oleh bilah-bilah kayu yang tak terhitung jumlahnya.

Kontruksi rumah itu membuat antigempa dan sanggup mengisolasi panas di tengah kepungan suhu di angka 8-13 derajat Celsius.

Penghuni rumah kerapkali menyalakan api unggun di rumah bagian samping yang juga dipakai sebagai area beristirahat untuk berdiang. Kabar buruknya, kepulan asap api unggun tersebut bakal memenuhi rumah di tengah lelap.

Untuk keperluan bersih-bersih, sejumlah rumah dilengkapi dengan toilet di bagian belakang. Jika rumah yang wisatawan tumpangi tidak memiliki toilet, maka kembali ke alam merupakan satu-satunya jalan keluar.

Hal unik yang akan wisatawan temukan selama membaur dengan warga lokal ialah suku-suku yang tinggal berdekatan namun tak saling memahami bahasa masing-masing.

Anggota masing-masing dari keempat subsuku Sougb, Moilei, Hatam, dan Meiyah, akan saling berbincang dalam bahasa Indonesia. Ini sebabnya warga lokal Pegaf hampir seluruhnya fasih berbahasa Indonesia.

Sebelum meninggalkan Pegaf, jika beruntung, wisatawan akan diberikan noken hingga cawat atau panah sekalipun, tergantung kadar kedekatan dengan tuan rumah.

Bahkan, warga lokal tak segan mengajak wisatawan melakukan tari tumbuk tanah sebagai penanda persahabatan.

https://travel.kompas.com/read/2018/12/13/220600127/3-aktivitas-seru-yang-wajib-dicoba-saat-menjelajah-pegunungan-arfak-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke