Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengalaman Turis Indonesia 3 Bulan Terjebak di 2 Negara karena Lockdown


JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi virus corona membuat beberapa negara terpaksa melakukan kebijakan lockdown untuk menekan penyebaran virus.

Kebijakan penutupan batas negara tersebut benar-benar ketat, diterapkan bagi warga negara maupun wisatawan yang terjebak di negara itu.

Salah seorang turis asal Indonesia bernama Ezta Lavista berbagi cerita pengalamannya kala berwisata di masa pandemi virus corona dan harus memperpanjang masa kunjungan. 

Ia membagikan cerita melalui Live Instagram akun pribadinya @ezta_lavista dan akun pemandu acara @erlanprimansyah, Sabtu (16/5/2020) malam.

Ezta yang seorang instruktur yoga ini kini berada di Meksiko tepatnya Wisma Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Mexico City.

Sebelumnya, ia berada di Ekuador selama lebih dari satu bulan. 

Ezta mengaku enggan disebut dirinya terdampar saat solo traveling. Ia lebih memilih untuk menyebut kejadian yang dialaminya merupakan sebuah cerita saat traveling.

"Karena kalau travellers itu harus ada ceritanya. Kalau travellers enggak ada ceritanya itu kurang. Ya walaupun ada pahit-pahitnya juga, tapi kita ambil sisi positifnya saja di masa seperti ini," kata Ezta.

Kisahnya diawali kala Ezta berwisata mengelilingi Amerika Selatan seperti Kuba, Bogota, Peru, hingga Ekuador pada pertengahan Februari 2020.

Saat itu, kasus virus corona belum terdeteksi di negara-negara Amerika Selatan dan diakuinya perjalanan wisata masih berjalan normal.

Barulah situasi berbeda dirasakan ketika dirinya berada di Kepulauan Galapagos, Ekuador.

Ia menerima laporan dari pengelola jasa akomodasi tempat dirinya menginap bahwa ada penemuan kasus virus corona di Ekuador.

"Pada saat itu, pemerintah sepertinya mau melakukan penutupan perbatasan baik bagi warga negaranya maupun wisatawan," ujarnya.

Kemudian, ia lantas bergerak ke Quito dan mempertanyakan nasibnya jika kelak pemerintah Ekuador menerapkan lockdown.

Ia pun mencari solusi dengan menghubungi rekannya yang memiliki akses ke KBRI Quito. Tak disangka, respon cepat ditunjukkan KBRI dengan cara mengontak Ezta.

"Pihak KBRI pun datang menemui saya dan memberikan bantuan berupa sembako, masker, hand sanitizer, dan lainnya. Mereka memastikan bahwa saya baik-baik saja," terangnya.

Lanjutnya, Ezta pun berdiskusi dengan pihak KBRI tentang kejelasan nasib dirinya di negara tersebut.

Hasil diskusi menyatakan dirinya enggan untuk pulang kembali ke Tanah Air di kala situasi masih mencekam.

Alasannya enggan pulang juga ditambah dengan pengumuman resmi dari Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terkait penutupan perbatasan Indonesia mulai 16 Maret hingga 10 April.

Kegiatan selama berada di Ekuador pada masa lockdown

Berada di dua negara yang menerapkan kebijakan lockdown membuat pergerakan Ezta selalu diawasi pemerintah setempat.

Ia bercerita selama dua bulan berada di Quito, ibukota Ekuador, dirinya sangat jarang keluar rumah.

Pemerintah Ekuador menerapkan kebijakan orang hanya boleh keluar dengan alasan penting seperti ke supermarket dan rumah sakit untuk urusan medis.

Pemerintah juga menerapkan kebijakan pembatasan waktu beraktivitas di luar rumah yaitu pukul 05.00 hingga 14.00 waktu setempat.

Sementara itu, untuk waktu di atas pukul 14.00 hingga pukul 05.00 pagi, semua orang wajib berada di rumah.

"Jadi memang benar-benar teratur. Penduduknya di sana kan ada sekitar 3 juta orang, hitungannya kota padat penduduk, tapi mereka semua paham akan kondisi ini, jadi ada jaga jarak dan lainnya," jelas Ezta.

Selain itu, di tempat penginapan Ezta tinggal, protokol kesehatan Covid-19 juga diadakan.


Ia mencontohkan pengadaan genangan air berisi clorox atau pemutih untuk disinfektan alas kaki.

"Jadi ketika saya masuk ke pintu penginapan itu, siapa saja, pasti harus menaruh alas kakinya di genangan air berisi clorox tersebut," katanya.

Tak hanya di situ, kebijakan pemerintah juga mengatur penduduknya yang memiliki kendaraan mobil untuk operasional penggunaan.

Setiap mobil yang ada di Ekuador juga diatur oleh pemerintah untuk penggunaannya pada waktu-waktu tertentu.

"Jadi didata itu semua mobil, platnya ini harus keluar kapan, lalu enggak boleh keluar atau digunakan itu kapan. Ada semua itu waktunya, jadi dijatah juga mobil keluar," terangnya.

Kebijakan lockdown di Ekuador memaksa Ezta untuk menghentikan kegiatan traveling. Kendati demikian, ia tak hanya berdiam diri ketika berada di penginapan.

Ia mengatakan banyak hal yang bisa dilakukan selama berada di rumah saja, salah satunya adalah membaca dan belajar tentang Bahasa Spanyol.

“Kegiatan saya waktu itu di Ekuador hanya membaca buku online dan belajar Bahasa Spanyol. Kan banyak tuh situs belajar gratis Bahasa Spanyol di internet. Jadi jangan dipikirkan enggak enaknya, cari kegiatan positif di rumah contohnya belajar,” cerita Ezta.

Menurutnya, aplikasi tersebut sangat membantu terlebih di masa-masa sulit seperti sekarang untuk turis asal Indonesia.

Lebih lanjut, Ezta mengatakan bahwa ketika sedang berwisata dan mengalami masalah, WNI dapat langsung menghubungi kedutaan atau duta besar yang tersedia melalui aplikasi tersebut.

“Kedutaan juga menginformasikan kepada setiap WNI yang ada di luar negeri untuk jangan khawatir menghubungi mereka, karena pasti akan dibantu,” katanya.

Bagaimana cara Ezta sampai ke Meksiko?

Selang kurang lebih dua bulan berada di Quito, Ekuador, Ezta pun dihubungi oleh pihak KBRI Quito dan memfasilitasinya untuk terbang ke Meksiko dengan pesawat repatriasi.

“Jadi saya naik pesawat itu sebenarnya khusus untuk repatriasi orang-orang Meksiko yang ada di Quito. Jadi kalau saya tidak melobi orang KBRI itu tidak akan terjadi saya bisa ke Meksiko,” kenangnya.

Tiba di Meksiko, masalah pun kembali didapat Ezta kala semua hotel atau penginapan tutup karena kebijakan lockdown yang diterapkan pemerintah.

Lagi-lagi, dirinya dibantu oleh pihak KBRI Quito untuk melobi KBRI Meksiko terkait tempat menginap.

“Ya, hasilnya saya diizinkan untuk tinggal di wisma KBRI Meksiko hingga sekarang. Saya rencana kan sembilan hari di sini. Mulai dari 12 Mei sampai 21 Mei lalu terbang ke Vancouver untuk menuju Jakarta,” ujarnya.

Ia pun mensyukuri bahwa setiap perjalanan pasti selalu ada bantuan jika mau berusaha.

Ia sekali lagi mengimbau kepada wisatawan yang masih ada di luar negeri untuk dapat selalu memperbarui keadaannya kepada pihak kedutaan besar setempat.

Selain itu, tidak lupa juga untuk mengunduh aplikasi Safe Travel karena akan sangat berguna untuk mengontrol keberadaan wisatawan di luar negeri.

https://travel.kompas.com/read/2020/05/19/200700927/pengalaman-turis-indonesia-3-bulan-terjebak-di-2-negara-karena-lockdown

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke