Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Memaknai Tradisi Thudong, Lebih dari Sekadar Jalan Kaki

JAKARTA, KOMPAS.com - Jelang perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 pada Kamis (23/5/2024), sejumlah Bhikku dari beberapa negara di Asia Tenggara akan melakukan thudong.

Sederhananya, thudong ialah tradisi jalan kaki yang dilakukan oleh para Bhikku dari tujuan awal menuju lokasi perayaan puncak Waisak.

  • Pelepasan 40 Bhikku Thudong untuk Waisak 2024 Digelar di TMII
  • Rangkaian Acara Perayaan Tri Suci Waisak 2024 di Candi Borobudur

Tahun ini tradisi thudong dimulai oleh para Bhikku dari Kota Semarang menuju kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.

Lantas, apa makna di balik tradisi thudong?

Menurut Wakil Ketua Panitia Nasional Waisak 2024 YM Bhikku Dhammavudho, thudong faktanya bukan hanya sekadar tradisi jalan kaki, tetapi memaknai setiap langkah yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan.

"Jadi (thudong) itu untuk makna pelepasan dan juga berlatih kesabaran," kata Bhikku Dhammavudho saat ditemui di Gedung Sasono Utomo, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Selasa (14/5/2024).

Ia melanjutkan, seseorang dalam menjalani hidup tentu harus melepaskan. Misalnya saat kematian, seseorang tentu akan melepaskan semua yang pernah ia miliki. 

Maka dari itu, lanjutnya, pada saat thudong, para Bhikku yang awalnya membawa tas seberat 20 sampai 30 kilogram untuk perbekalan, lambat laun akan melepaskan satu persatu yang dibawa.

"Misalnya mereka membawa tas (seberat) 20-30 kilogram berisi tenda, jubah, dan perlengkapan. Pada akhirnya mungkin tendanya tidak perlu, itu akan dilepaskan, akhirnya mereka hanya pakai sandal dan jubah saja," jelasnya.

Bhikku Dhammavudho menuturkan, hal ini sejalan dengan makna kehidupan dan cara memaknai kebahagiaan dalam kepercayaan agama Buddha.

Kebahagiaan yang diperoleh dalam hidup, lanjutnya, berasal dari hati sendiri, bukan dari luar diri.

"Bisa dilihat ketika para Bhikku meditasi, terkadang mereka tidak tahu apa yang kita bicarakan, mereka sedang melihat ke dalam diri sendiri," katanya.

Begitu juga saat melakukan tradisi thudong. Ketika para Bhikku berjalan kaki, mereka akan memaknai apa yang dirasakan di dalam diri sehingga tidak akan memengaruhi kualitas batin.

  • Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion
  • Cara Beli Tiket Festival Lampion Waisak 2024 di Candi Borobudur

"Jadi ketika jalan kaki, rasa dingin, panas, dan lelah yang dirasakan oleh Bhikku, tidak akan memengaruhi kualitas batin mereka," ujarnya.

Pada pelaksanaan thudong, beberapa Bhikku ada yang tidak memakai alas kaki, dan ada pula yang memakainya. 

Kata Bhikku Dhammavudho, tidak ada ketentuan perihal alas kaki yang dipakai saat thudong. Keputusan memakai alas kaki ini bisa dikembalikan kepada para Bhikku yang akan melaksanakan thudong.

https://travel.kompas.com/read/2024/05/16/140600427/memaknai-tradisi-thudong-lebih-dari-sekadar-jalan-kaki

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke