Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (23)

Kompas.com - 07/04/2008, 10:32 WIB

            "Kami tidak punya stempel," kata petugas imigrasi keukeuh, "kalau kamu mau stempel paspor nanti minta di Osh saja."

Saya sempat ngeyel tetapi paspor saya tetap saja tidak dicap.

Dua puluh kilometer dari Tajikistan membawa saya ke sebuah dunia yang berbeda. Saya memasuki kehidupan baru. Bahasa Persianya orang Tajik tidak laku di sini. Orang-orang bicara bahasa Kirghiz yang terdengar menggaruk-garuk kerongkongan, atau bahasa Rusia yang macho dan tajam. Seketika saya menjadi warga miskin karena uang Somoni Tajikistan tidak diterima. Mata uang yang berlaku di sini adalah Som, dan saya tidak punya sepeser pun.

Truk berjalan lambat sekali. Langit sudah hampir gelap ketika truk kami sampai di Sary Tash, masih setengah perjalanan menuju kota Osh. Saya pun tidak tahu hendak ke mana lagi. Saya terjepit di sebuah dunia baru. Saya tak bisa bahasanya, tak punya uang, dan perut saya kelaparan. Sary Tash adalah sebuah desa kecil, belum tentu dolar saya bisa laku di sini. Saya tak punya pilihan selain meneruskan perjalanan hingga ke Osh.

Supir truk yang kelihatannya sangat tidak bersahabat sesungguhnya masih berbaik hati mentraktir saya makan malam. Di sebuah restoran kecil di tengah kegelapan malam, saya disuguhi semangkuk bakmi. Ibu gendut pemilik warung matanya sipit yang kalau tersenyum bola matanya hilang. Remang-remang lampu petromaks di warung kecil ini semakin menambah misteriusnya makanan di hadapan saya.

Beshbermak namanya. Dalam bahasa Kyrgyz artinya 'lima jari'. Bakmi ini, sesuai tradisi para gembala, memang dimakan dengan kelima jari tangan. Di atasnya ditaburi irisan daging kecil-kecil dan saus. Beshbermak yang asli katanya pakai daging kuda. Tetapi untung yang saya makan ini masih pakai daging kambing.

Saya begitu penat ketika truk harus melanjutkan perjalanan ke kota Osh. Truk merangkak lambat dan saya tertidur lelap di samping pak kusir yang sedang bekerja. Tengah malam, tiba-tiba saya dibangunkan. "Kamu harus turun!" kata supir dengan kasar. Tidak ada pilihan lain. Saya dilempar di sebuah losmen murah di pinggiran kota Osh. Truk-truk pun pergi begitu saja seperti suami yang memberikan talak tiga.

Losmen gelap di tempat asing seperti ini. Saya berjalan terseok-seok memasuki pekarangan losmen. Anjing besar menyalak menyambut saya. Saya menjerit..., disambung dengan ibu gendut pemilik losmen yang tergopoh-gopoh menyambut saya. Dengan komunikasi seadanya, saya berhasil mendapat kamar. Saya menyerahkan lembar-lembar uang Som kumal hasil menukar dengan supir truk yang memberikan nilai kurs yang jelek sekali.

Saya begitu letih. Tujuh belas jam perjalanan eksodus dari Tajikistan. Saya pun tertidur lelap di atas kasur keras sebuah losmen bau di pinggiran kota Osh.

Sampai jumpa Tajikistan.
Selamat datang di Kyrgyzstan.

 

(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com