Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (41)

Kompas.com - 01/05/2008, 06:33 WIB

Seperti saya yang tersiksa oleh kejamnya musim dingin di Astana, Nazarbayev pun menyadari bahwa kota masa depan yang dibangunnya harus membuat nyaman warganya. Karena itulah, metropolis Astana akan dipayungi oleh tenda transparan raksasa, setinggi 150 meter yang menangkupi wilayah seluas 100 ribu meter persegi. Khan Shatyry, atau Tenda Besar Raja Agung ini, akan dilengkapi dengan sistem pengaturan suhu modern yang menjaga agar temperatur di bawahnya akan selalu nyaman untuk ditinggali. Proyek tendensius ini dijadwal selesai hanya dalam waktu 1 tahun dan menghabiskan dana jutaan dolar.

Nantinya, ketika penduduk negara tetangga menggigil kedinginan diterjang badai salju, penduduk Astana masih bisa bermain tenis atau berenang dengan riang di tengah bulan Desember. Kehangatan musim panas akan selalu dinikmati warga kota. Dan dari angkasa, Astana akan nampak seperti tenda raksasa yang berdiri di tengah padang rumput luas menggapai cakrawala. Sebuah inovasi perpaduan antara teknologi, kekayaan tanpa batas, dan masa lalu sebagai bangsa nomaden yang tinggal di tenda-tenda.

Seratus tahun yang lalu siapa yang membayangkan suku-suku nomaden yang terbelakang ini, yang harus 'dididik ulang' lewat pengasingan dan pembantaian, bisa punya kota secanggih ini? Inilah Kazakhstan yang sedang mewujudkan fantasinya.

Tetapi, tidak semua orang ikut bermimpi di sini. Cari uang di Astana tidak selalu mudah. Hanya mereka yang beruntung yang menikmati gelimang harta. Warga lama kota Akmola kini semakin terdesak dengan membanjirnya para pendatang dari seluruh penjuru negeri. Pekerjaan semakin susah dicari, sedangkan biaya hidup terus meroket.

Gulnara, 30 tahun, bekerja sebagai penjaga tempat penginapan di terminal. Gajinya hanya 150 dolar per bulan, sama sekali tidak berarti di kota makmur ini. Ia bekerja di 'tempat peristirahatan' para penumpang kereta api yang tidak mampu membayar penginapan di hotel Astana yang serba mahal.

Di sini harga satu tempat tidur di sebuah kamar berisi 6 ranjang, untuk sewa 24 jam, adalah 1500 Tenge, sekitar 12 dolar. Yang menginap di sini adalah orang-orang tanpa gengsi, karena ini adalah pilihan akomodasi termurah di kota ini, khusus untuk orang-orang tidak mampu. Walaupun demikian, kamar-kamarnya cukup bersih dan ranjang-ranjang tertata rapi.

Tetapi buat kantong saya harga segitu sudah termasuk sangat mahal. Saya hanya melongok-longok sebentar, sambil merayu-rayu Gulnara agar diizinkan tinggal di ruang lobi. Gulnara yang jatuh iba, akhirnya mengizinkan saya duduk di sofa. Tengah malam, sofa yang saya duduki sambil tiduran itu ternyata harus berubah fungsi sebagai kasurnya Gulnara. Saya pun diusir secara halus.

Dengan langkah gontai saya menuju ke stasiun kereta api. Tengah malam begini masih lumayan banyak juga calon penumpang yang menunggu datangnya kereta. Astana sekarang menjadi jalur perlintasan penting antara kota-kota dan negara-negara selatan sana dengan sang induk semang Rusia. Tengah malam begini stasiun masih sibuk. Ada pula kasino tersedia bagi para penumpang yang ingin menghabiskan waktu (dan uang).

Saya duduk di sebuah sudut ruang tunggu. Ruang tunggu ini memang hangat dan nyaman, karena sistem pemanas yang bekerja sempurna. Dengan tas punggung yang saya peluk dalam-dalam, saya menyamar sebagai calon penumpang yang sedang menunggu datangnya kereta. Tetapi saya tak pernah terlelap, karena setiap kali saya hampir memasuki alam mimpi, bangku saya sudah disepak-sepak polisi yang berteriak, "Bangun! Bangun! Ini bukan tempat tidur!"

Polisi pergi. Saya mencoba tidur lagi. Dua puluh menit, entah polisi yang mana lagi, datang, menendang-nendang dan memukuli bangku. Memang tak mungkin untuk tidur, tetapi saya harus melewatkan malam di sini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com