Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (49)

Kompas.com - 13/05/2008, 07:51 WIB

"Hidup di Uzbekistan ini begitu susah. Setiap hari, cuma tambah parah dan semakin parah. Kami ini tidak punya uang... Apa benar sih di Kazakhstan mereka gajinya besar? Apa? Lima ratus dolar per bulan! Saya juga mau ke sana, tapi saya nggak kenal siapa-siapa. Bisa nggak ya saya dapat kerja di sana? ... "

"Di sini gaji kami cuma 50 dolar per bulan, kadang malah tidak dibayar sama sekali oleh pemerintah, berbulan-bulan tanpa gaji. Suamiku sampai pergi ke Rusia untuk mencari kerja. Saya sempat bermimpi, bahwa kehidupanku bakal berubah, tetapi sekarang apa jadinya? Suamiku tidak pernah berkirim kabar sama sekali. Dia hilang! Ke mana dia? Tidak ada yang tahu! Hilang begitu saja. Saya pun tak tahu. Kasihan ibunya. Sekarang kami hidup susah sekali. Bagaimana cara saya menemukan kembali suami saya?"

Saya sampai khawatir air matanya nanti tumpah di jalan, ketika kami bersama-sama menuruni undak-undakan menuju stasiun metro Yunusobod. Tetapi saya salah. Wanita ini adalah wanita kuat. Senyum masih terus terkembang di wajahnya, sembari tanpa henti mengisahkan cerita-cerita kelabunya. Gulmira, nama wanita ini, memang masih seumuran saya, tetapi beban hidupnya membuatnya jauh lebih tua daripada seharusnya. Kerut-kerut di sudut mata pun sudah mulai merambah.

Ketika hendak membayar karcis metro, kereta api bawah tanah, Gulmira tidak mengizinkan saya membayar. Dia memaksa membayari,
"Kamu itu tamu!"

Selepas itu Gulmira masih sempat memberi saya secarik kertas, yang ditulisi nama dan nomer teleponnya,
"Kamu ke rumah saya ya, sebagai tamu. Kami pasti akan senang sekali kalau kamu datang. Jangan lupa telepon dulu."

Saya dan Gulmira duduk berdua di dalam kereta tua bawah tanah ini. Tashkent adalah satu-satunya kota di Asia Tengah yang punya metro. Dibangun pada zaman Uni Soviet Tashkent adalah kota terbesar keempat di negara adidaya itu. Sejak Uzbekistan merdeka jaringan metro tidak banyak berubah, kecuali beberapa stasiun baru yang ditambahkan.

Stasiun metro Tashkent memang punya karakternya sendiri. Setiap stasiun punya nuansa yang berbeda. Ada yang bertema pahlawan, tembok-temboknya digambar wajah-wajah pahlawan. Ada yang bertema budaya, penuh dengan detail-detail mozaik seperti masjid kuno. Ada yang bertema revolusi, bermandi bintang dan simbol-simbol. Malah ada yang bertema luar angkasa, memindahkan dunia planet dan galaksi ke bawah tanah kota Tashkent.

Sayang keindahan metro ini tidak boleh dijepret. Polisi berkeliaran di mana-mana, siap meringkus siapa saja yang berani-beraninya memotret tempat yang dicanangkan juga sebagai tempat persembunyian bawah tanah dari serangan bom. Gulmira sempat minta difoto di dalam kereta tua itu, tetapi setelah itu segera mengingatkan saya untuk menyembunyikan kamera.

"Jangan sampai ketahuan polisi, nanti kena shtraf." Shtraf, dalam bahasa Rusia, mungkin masih bersaudara dengan kata setrap dalam bahasa Indonesia.

Hanya beberapa kilometer dari Kazakhstan, saya sudah merasakan dunia yang berbeda. Kota Tashkent menawarkan kehangatan yang sudah lama saya rindu-rindukan. Pohon dan rumput masih hijau, menghias taman Amir Temur, taman utama di kota ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com