Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (56)

Kompas.com - 22/05/2008, 07:07 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


Permata Islami

O Bokhara!
Engkau menghias Langit, Ialah Bulan yang cemerlang,
O Langit yang perkasa, memeluk BulanMu dengan riang

Demikian Abu Abdullah Rudaki, sang pujangga Persia, menggoreskan bait syahdu tentang keagungan kota suci Bukhara, lebih dari seribu tahun silam.

Keagungan kota suci Bukhara terpancar dari Masjid Kalon yang berdiri megah mendominasi pemandangan langit kota kuno ini. Kalon, dalam bahasa Tajik, berarti besar, secara harafiah mendeskripsikan kebesaran tempat suci ini. Takzim menyelimuti sanubari siapa pun yang berziarah ke Bukhara, kota yang paling mulia di seluruh penjuru dataran Asia Tengah.

Pintu gerbang Masjid Kalon membentang tinggi, berhadap-hadapan dengan Madrasah Mir-e-Arab, seperti jiplakan cermin tembus pandang. Gerbang utama, berbentuk kotak, bertabur mozaik dekorasi yang dibuat dengan ketelitian tingkat tinggi, bertahtakan huruf-huruf Arab, dan asma Allah dan Muhammad yang disamarkan dalam ornamen-ornamen yang menyelimuti seluruh dinding. Warnanya coklat, menyiratkan kejayaan masa lalu, dan berkilauan diterpa mentari senja.

Menara Kalon, hampir 1000 tahun usianya, menjulang setinggi 47 meter, berselimutkan ukir-ukiran dan detail yang indah. Bentuknya sedikit mengerucut, dan dari puncaknya kita bisa melihat keindahan kota kuno Bukhara. Sayangnya, menara ini sementara tidak boleh dinaiki, gara-gara beberapa bulan yang lalu ada turis bule yang terpeleset dari atas.

Keindahan Menara Kalon bahkan menggugah hati sang Genghis Khan, penakluk dan penghancur tanpa ampun. Ketika seluruh Bukhara diluluhlantakkan, dia menyisakan menara ini berdiri sendiri, mentahbiskan rasa hormat dan takzimnya.

Dulunya Menara Kalon berfungsi sebagai tempat eksekusi. Para khan (penguasa) dari Bukhara, yang terkenal dengan kekejamannya, menjatuhkan hukuman kepada pelaku kriminal dengan cara dilemparkan dari puncak menara.  

Dibandingkan dengan menaranya yang sudah tua, Masjid Kalon masih relatif muda, baru sekitar 500 tahun umurnya. Pekarangan masjid ini berbentuk persegi. Di tengah halaman sebatang pohon besar yang meneduhkan tumbuh sendiri dalam kesunyian. Tak banyak orang di sini. Masjid besar ini sangat lengang, sepi. Di sini masjid bukan tempat komunal di mana umat menghabiskan waktu berzikir dan berdiskusi. Orang-orang hanya datang ke masjid waktu sembahyang, dan dalam sekejap kosong melompong setelah salat usai. Sesekali ada rombongan turis yang datang juga, potret sana, potret sini, dan pergi, diiringi bocah-bocah yang dengan gencar menawarkan kartu pos dan barang-barang kerajinan.

Masjid yang dulunya mercu suar peradaban Muslim ini, sempat menjadi gudang waktu negeri ini berada di bawah pemerintahan komunis Uni Soviet, yang melarang simbol-simbol keagamaan dan memaksa wanita-wanita Bukhara untuk melepaskan cadarnya. Baru ketika Uzbekistan merdeka tahun 1991, masjid ini kembali lagi pada fungsinya semula. Itu pun masih belum mengembalikan kebesarannya, karena Uzbekistan masih sangat berhati-hati terhadap perkembangan Islam, membatasi pemberian izin kepada masjid, dan memberlakukan kontrol ketat terhadap bahan ceramah agama.

Saya membayangkan, ratusan tahun lalu, ketika Bukhara adalah kota paling modern di tengah padang Turkestan, ribuan pria bersurban dan berjubah dari seluruh penjuru padang datang ke kota ini untuk menimba ilmu fikih dan sains. Siapa yang tak kenal dengan Imam Bukhari, yang tafsir hadistnya termasuk sahih yang paling dimuliakan? Siapa yang tak ingat dengan Abu Ibnu Sina, sang Bapa Kedokteran, yang juga dihormati di dunia barat sebagai Avicenna? Bait-bait indah pujangga Rudaki memperkaya khasanah kesusastraan Persia. Dan semuanya itu berawal di sini, di kompleks Masjid dan madrasah di seberang.

Madrasah Mir-e-Arab, Gerbang Arab, berhadap-hadapan dengan Masjid Kalon. Sekarang madrasah ini masih berfungsi, dan ribuan santri dari seluruh penjuru negeri datang belajar pelbagai ilmu agama.

Muhammad, putra imam besar Bukhara Abdul Ghofur, berwajah seperti orang Eropa. Bola matanya biru kehijauan, kulitnya putih bersih, dan rambutnya sedikit pirang. Tubuhnya agak kurus, namun tetap gagah berselimut chapan yang menghangatkan di musim yang menggigit tulang ini. Kepalanya tak pernah lepas dari kopiah putih berhiaskan sulam-sulaman tradisional.

            "Kopiah ini dari Indonesia dibawa oleh ayahanda waktu ke Indonesia dulu," ujarnya bangga. Perjalanan sang Imam mengunjungi masjid-masjid dan madrasah-madrasah di Jawa dulu adalah sebuah perjalanan yang fenomenal.
            "Di rumah ada foto-foto Indonesia. Negara kamu benar-benar indah," lanjut Muhammad.

Muhammad bekerja di masjid. Katanya baru-baru ini saja, setelah menikah, ia tobat dan kembali ke jalan yang benar. Dulunya, sang putra imam ini lebih banyak menghabiskan waktunya  bermain dengan kehidupan duniawi. Abang dan adik Muhammad semuanya aktif di madrasah dan masjid.

Perkenalan saya dengan Muhammad membuat saya semakin sering mengunjungi masjid ini, melihat aktivitas para santri muda selepas pelajaran di Madrasah. Saya hanya sekali berhasil melongok ke dalam Madrasah, karena sekolah agama ini punya aturan ketat – non-Muslim dilarang menginjakkan kaki. Itu pun sudah dibantu oleh adik Muhammad, Abdul Rauf, yang masih belajar di sana.

Sore hari, para santri dan anak-anak dari kampung sekitar bermain sepak bola di hadapan masjid. Kehidupan yang tertutup di balik tembok madrasah, kini berubah menjadi tawa ceria bocah-bocah yang berusaha memasukkan bola ke gawang – sebuah coretan berbentuk kotak persegi di tembok.

Diterpa sinar keemasan mentari senja, di sudut masjid, seorang calon imam sedang khusyuk membaca Qur'an Nur Karim. Jubah hitam membungkus tubuhnya, dengan kepala berbalut surban. Kekhusyukan yang maha tinggi, berpadu dengan siluet lengkung-lengkung kubah yang disiram semburat cahaya. Saya terbayang para cendekiawan Muslim Bukhara yang pernah menggemparkan dunia.

Kejayaan peradaban Islami itu perlahan-lahan bersinar kembali.


(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Travel Update
10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com