Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (91)

Kompas.com - 10/07/2008, 06:32 WIB

Buku ini adalah buku wajib yang harus dibaca semua warga negara, mulai dari bayi hingga orang jompo, yang sudah tak terbantahkan lagi kesempurnaannya. Semua harus belajar Ruhnama, dan harus siap dites hafalannya, pemahamannya, dan pengamalannya. Di negara antah berantah ini, bahkan untuk mengambil Surat Izin Mengemudi pun orang harus lulus ujian Ruhnama dulu.

Ruhnama, kitab tebal dengan kualitas kertas sangat bagus dan sampul hardcover dijual dengan harga cuma 50.000 Manat, tidak sampai dua dolar. Seorang ibu guru SD memborong beberapa lusin buku Ruhnama, ditambah kitab-kitab lain karangan Presiden seperti Ruhnama Jilid II, "Engkau adalah Turkmen" dan "Takdir Turkmen adalah Takdirku." Pasti untuk murid-muridnya yang sudah tidak sabar menantikan suapan rohani disampaikan di ruang-ruang kelas.

Di masjid-masjid, selain ada Al Qur'an, alim ulama pun tak lupa memberi dakwah dengan menyitir Ruhnama.

Presiden Turkmenbashi pernah bertitah, "Saya sudah meminta Allah untuk mengizinkan orang yang membaca Ruhnama tiga kali – di rumah, waktu subuh dan maghrib – supaya langsung masuk ke surga."

Apakah Ruhnama benar-benar setara dengan Kitab Suci? Sang Pemimpin tidak pernah berkata demikian. Dalam Ruhnama, Turkmenbashi berulang kali menuliskan jangan sekali-sekali menyamakan Ruhnama dengan Al Qur'an, karena Ruhnama bukan buku agama, juga bukan buku sejarah. Di pintu masuk Masjid Turkmenbashi, di kota kelahirannya Gypjak yang dijadikan pengganti naik haji ke Mekkah bagi orang Turkmen, tertulis besar-besar semboyan suci, "Ruhnama Mukaddes Kitapdir, Gurhan Allahin Kitaby", Ruhnama Kitab yang Suci, Qur'an Kitabnya Allah.

Tetapi bagi orang Turkmen, kedudukan Ruhnama memang bukan sekedar kitab jalan hidup seperti halnya kitab Pedoman Pengamalan dan Penghayatan Pancasila. Ada nuansa mistis yang mengiringi setiap lembarnya. Saya ingat pernah dimarahi orang-orang Turkmen yang histeris ketika saya membuat catatan kecil di pojok-pojok halaman kitab itu..

           "HAH!!! Apa yang kamu lakukan? Ini kitab bagus!"

Tidak boleh ditulisi. Kitab ini harus diperlakukan seperti Al-Qur'an.

          "Kamu tahu Qur'an? Itu buku suci. Ruhnama juga begitu. Tidak boleh disobek, ditulis-tulisi, dan harus diletakkan di tempat yang tinggi," katanya mengajari saya bagaimana harus membaca Ruhnama. Halamannya harus dibuka perlahan-lahan, diiringi doa agar ilmunya dapat diresapi dan diamalkan.

Agama Islam pun bercampur aduk dengan segala mukjizat Turkmenbashi. Di satu sisi, saya melihat ibu-ibu tua mendirikan salat di sebuah sudut pasar yang ramai. Di sisi lain, seorang gadis muda penjaga kafeteria yang bangga sebagai Muslim Turkmen mengaku tidak tahu artinya kalimah laillahaillalah. Dengan jujur si gadis cantik beralasan belum pernah belajar bahasa asing. Masjid-masjid super megah dan besar terus dibangun di penjuru Ashgabat, tetapi selalu kosong melompong nyaris tidak ada jemaah sama sekali.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com