Mari Pangestu: Tantangan Industri Kreatif Indonesia

JAKARTA, JUMAT - Pelaku usaha industri berbasis IT, dalam hal ini industri kreatif, memiliki setidaknya tiga hambatan dalam dalam menjalankan usahanya. Ketiga hal tersebut adalah aspek hak kekayaan intelektual (Haki), permodalan, dan pengakuan dunia internasional terhadap kompetensi Indonesia.

Hal ini disampaikan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Jumat (8/8), kepada para peserta konferensi Indonesia ICT Awards 2008 yang mayoritas pelaku usaha industri berbasis IT. Konferensi tersebut berlangsung di Jakarta Convention Center dari 7-8 Agustus 2008.

Dalam aspek Haki, Mari mengakui perdebatan mengenai legal software dan open source software masih berlangsung. Menurutnya, pemerintah menginginkan kedua hal tersebut berkembang beriringan. "Open Source Software dapat menjadi tempat bagi orang yang ingin berkreasi dan berinovasi," tuturnya.

Ia juga mengakui sulitnya memberantas pembajakan terhadap karya industri kreatif. Namun, Mari memuji siasat yang dilakukan oleh pelaku industri kreatif di bidang musik. "Mereka saat ini menjual lagunya melalui ringtone. Hal ini berhasil. Bahkan salah satu kelompok musik besar mengaku berhasil mendapat miliaran rupiah dari penjualan ringtone," katanya.

Permodalan juga masih menjadi hambatan. Menurutnya, pihak perbankan Indonesia belum dapat menilai prospek dari industri ini karena bersifat intangible, sehingga para pelaku usaha ini kesulitan mendapatkan kucuran dana. "Namun, pelaku industri kreatif dapat berusaha mendapatkan modal ventura," kata Mari memberikan solusi.

Ia menjelaskan, pada waktu Bill Gate waktu memulai usahanya, salah satu pebisnis terkaya di dunia itu awalnya mencari pinjaman modal ventura sebesar USD 20.000.Yang terakhir adalah kurangnya pengakuan internasional terhadap kompetensi SDM Indonesia. "Saya kenal dengan beberapa pebisnis muda Indonesia yang memiliki perusahaan jasa IT. Mereka mengatakan, jika mereka mau mendapatkan project besar dari perusahaan asing, mereka harus membuka kantor di Singapura," katanya. Saat ini, internasional baru percaya kepada India, China, Korea, dan Jepang. (HIN)