JAKARTA, SELASA - Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar dituntut hukuman 12 tahun penjara, membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar ganti rugi Rp 19,8 miliar subsider tiga tahun penjara. Jaksa penuntut KPK menyatakan, Azmun terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu tanaman (IUPHHK- HT) kepada 15 perusahaan sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,208 triliun.
Surat tuntutan setebal 1002 halaman, dibacakan secara bergantian oleh tim jaksa yakni M Roem, Siswanto, Zet Tadung Allo dan Andi Suharlis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (26/8).
Azmun yang mengenakan baju koko warna putih dan peci hitam, terlihat tegang saat dituntut hukuman seberat itu. Kakak kandung Azmun yakni Tengku Khalil Jaafar menangis tersedu-sedu. Sedangkan istri Azmun yakni Dian Jaafar yang mengenakan baju muslim warna putih, tampak tegang selama persidangan berlangsung.
Tak ada isak tangis atau air mata Azmun untuk mengungkapkan kekecewaannya kepada jaksa. Sebotol aqua kecil dan sebatang rokok menjadi pelepas stres Azmun pasca dituntut hukuman yang baginya terlalu berat.
"Tuntutan ini terlalu berat, tidak seimbang. Jaksa tidak memandang apa yang telah saya lakukan selama ini," ujar Azmun dengan suara datar ketika hendak dibawa kembali ke Rutan Mabes Polri.
Azmun mengakui bahwa tuntutan seberat ini adalah cobaan bagi dirinya. "Ini adalah cobaan bagi saya untuk berintrospeksi diri," ujarnya lirih.
Kekecewaan juga terlontar dari kuasa hukum Azmun yakni Hironimus Dhani. "Ini sesuatu yang mengejutkan. Ini sangat berat. Kita tidak menduga akan dituntut seberat ini," tegas Dani. Menurut Dani, seluruh penebangan yang dilakukan 15 perusahaan tersebut dibebankan ke kliennya.
Padahal, tanpa adanya izin Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang diterbitkan Dinas Kehutanan Provinsi Riau maupun Gubernur Riau, maka tidak akan ada penebangan hutan. "Tanpa RKT, tidak bisa ditebang. Tapi kenapa seluruhnya dibebankan ke klien kami," protes Dhani.
Tiga putra dan putri Azmun yang selalu setia menghadiri persidangan, justru tidak tampak saat pembacaan tuntutan. Tengku Khalil Jaafar yang jarang terlihat di persidangan, justru histeris. "Saya keberatan karena dia belum tentu salah," ujarnya dengan suara meninggi.
Air mata Kahlil pun akhirnya tumpah. "Adik saya telah dianiaya. Di dunia ini, jika orang dianiaya, maka di akhirat kelak dosanya akan diambil oleh orang yang menganiaya. "Tuhanlah yang paling adil," ujarnya dengan berurai air mata. (Yls)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.