Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (26): Everest Base Camp

Kompas.com - 08/09/2008, 07:36 WIB

Donchuk tak terlalu bagus bahasa Mandarinnya, agak susah saya mengerti ucapannya karena dicampur-campur dengan kata bahasa Tibet. Tetapi ia masih mending, kebanyakan orang Tibet di desa tak bisa Mandarin sama sekali.

Semilir angin berembus mengibas telinga saya. Dingin. Semula saya tak menduga akan berangkat ke kaki Everest. Uang saya tak banyak. Dan yang saya dengar, untuk berangkat ke Everest turis harus menghabiskan banyak dana. Pertama, untuk beli permit, 150 Yuan. Kemudian coba dibolehkan naik jip, bisa ribuan Yuan kalau dari Lhasa plus karcis masuk mobil yang sampai 450 Yuan. Lantas, masuk ke daerah Taman Nasional Qomolangma harus naik mobil pemerintah, Eco-bus, 80 Yuan sekali jalan. Belum lagi kalau mau trekking ke Everest, tarifnya 100 dolar per hari. Bagi kantong saya yang tipis, Everest cuma mimpi.

Tetapi Donchuk membuat mimpi saya menjadi nyata.

Naik sepeda motor ke Everest juga petualangan tersendiri. Pertama, pos tentara perbatasan di Shegar, memeriksa paspor. Tak ada permit pun tak masalah. Kemudian di dusun Chay ada pemeriksaan tiket dan paspor.. Kebetulan waktu beli tiket tadi, tanpa ditanya, saya mendapat tiket untuk Warga Negara China. Mungkin karena tampang saya yang sudah persis penduduk lokal, jadi tak perlu menunjukkan paspor dan permit.

Pemandangan Tibet yang sudah berkerut-kerut hebat karena puncak gunung tinggi yang menggapai langit, di sini lebih dramatis lagi. Everest masih jauh, tetapi saya seperti sudah sampai di alam mimpi. Langit biru dengan arakan mega, lembah hijau dikurung bukit yang sambung menyambung, di kejauhan gunung megah bertahta salju putih. Bagi Donchuk, pemandangan seperti ini sudah biasa. Tetapi saya, mimpi pun tak berani membayangkannya.

Di desa Tashirom, kami berhenti makan siang. Harga makanan di sini mahal sekali. Saya tak berani makan banyak.. Yang menakjubkan, di pedalaman Tibet seperti ini, masih ada orang Han dari provinsi Sichuan yang membuka toko, warung, dan hotel. Orang China memang merambah seluruh dunia untuk mencari nafkah, bahkan sampai ke kaki Everest.

Selanjutnya perjalanan yang menyiksa. Kami menurun bukit terjal. Jalan berbelok-belok bak spiral. Turun sedikit, kemudian ke kanan, dua ratus meter, lalu turun sedikit, ke kiri dua ratus meter, lalu turun sedikit lagi, ke kanan lagi, turun, ke kiri.... Kata Donchuk totalnya ada 108 belokan. Angka 108 memang angka keramat, pembawa keberuntungan bagi orang Buddha, tetapi 108 belokan di gunung tinggi sama sekali bukan keberuntungan. Yang ada pundak pegal dan kepala pusing, walaupun cuma sekadar duduk di boncengan sepeda motor.

           “Shushu... di depan ada pos pemeriksaan,” kata Donchuk menghentikan sepeda motor bututnya, “sekarang shushu pakai baju nga ini.”

Desa di depan adalah Pasong, tempat semua turis harus turun dari kendaraannya, berganti naik huanbaoche – mobil perlindungan lingkungan. Namanya saja indah, tetapi ujung-ujungnya duit juga. Hanya orang Tibet yang boleh naik terus.

Pakai topi koboi, pakai jaket merah berlabel Everest Gear Everest Protection Team, copot kacamata, sekarang saya siap menyamar sebagai anggota tim pemelihara lingkungan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com