Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (39): Kremasi

Kompas.com - 25/09/2008, 06:25 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


Di hadapan mayat yang melepuh ditelan api, saya jadi sadar, bahwa hidup di dunia ini hanyalah sebuah perjalanan dari debu kembali menjadi debu.

Isak tangis mengiringi kepergian lelaki Brahmana tua itu. Raungan, ratapan, air mata membasuhkan aroma kesedihan. Jenazah itu dibilas dalam air Sungai Bagmati yang keruh, bertabur bunga dan sesaji. Alunan mantra Hindu mengiringi.

Kayu bakar ditumpuk di tepi sungai, di sebelah selatan jembatan Sungai Bagmati di Kuil Syiwa Pashupatinath. Dalam tradisi kremasi umat Hindhu Nepal, kasta pun berpengaruh. Yang termasuk ningrat, keluarga kerajaan, dan kasta teramat tinggi, dikremasikan di utara jembatan, tempat pembakaran Arya Ghat. Rakyat jelata, di Ram Ghat di selatan.

Konon pria tua ini adalah seorang petinggi yang sangat dihormati. Meninggalnya pun wajar, penyakit orang tua. Jenazahnya diletakkan di atas tumpukan kayu, setelah dibilas lagi dengan air suci oleh pendeta. Denting lonceng, alunan mantra, dan ratapan pilu mengiringi, ketika api mulai menyulut.

Baru pertama kali ini saya melihat pembakaran mayat dari dekat. Tubuh itu meleleh seperti lilin. Jari-jari kaki mulai menyatu, kemudian membulat, kemudian hancur tak berbentuk. Ketika jasad ini mati, semuanya kembali dalam wujud yang sama. Tak peduli apa kastanya, bagaimana kekayaannya, setinggi apa jabatannya, sebanyak apa gelar kesarjanaannya, tubuh dan jasad hancur sama-sama menjadi abu dan debu.

Saya jadi termenung, betapa tak abadinya hidup manusia, berasal dari ketiadaan kembali lagi ke ketiadaan. Betapa sayangnya jika hidup yang berharga ini terlewat begitu saja, tanpa makna, tanpa faedah. Roh kehidupan melekat dalam tubuh ini hanya untuk sementara saja. Setelah itu, hidup yang kita jalani menjadi sejarah yang dikenang segelintir orang. Tak ada artinya lagi semua kebanggaan, kekayaan duniawi, dan popularitas yang dikumpulkan – semuanya lenyap bersama jasad yang melebur.

Anggota keluarga yang ditinggalkan memasuki masa perkabungan. Kaum perempuan terus meratap. Kaum pria mencukur rambutnya sampai habis, hanya menyisakan sejumput keci di bagian belakang.

Orang Hindu percaya reinkarnasi. Kematian bukan akhir perjalanan. Roh segera meninggalkan jasad begitu tubuh hancur, bersiap untuk memulai lagi kehidupan berikutnya. Abu ditabur ke arah Sungai Bagmati yang mengalir perlahan, akan menyusuri perjalanan ratusan kilometer hingga ke Gangga yang suci, menyusuri ribuan kilometer yang menutup kisah babak kehidupannya yang baru berlalu. Babak baru akan dimulai.

Di antara semua orang yang menantikan kematian, ada kaum tua yang tinggal di panti jompo Siddhi Shaligram Briddha Ashram di tengah kuil Pashupatinath. Bagi orang tua di sini, meninggal di tempat suci ini adalah berkah, sekaligus karena tak ada lagi pilihan. Kondisi panti jompo ini cukup mengenaskan. Orang tua terbaring di atas dipan yang berjajar, berdesak-desak dalam ruangan sempit. Dapur gelap dan pengap. Seorang kakek tua menyiapkan makanan di atas kuali. Tetapi, di tengah kesederhanaan kehidupan manula di panti jompo ini, tersirat kegembiraan dari sunggingan senyuman mereka.

Perempuan cantik berbaju sari merah, datang bersama kendang dan alunan lagu, membawa suasana perayaan Tij ke tengah nenek barisan nenek jompo. Mereka sudah sangat tua, kerut-kerut wajah mereka mengguratkan usia yang teramat sepuh. Tangan mereka bergetar. Tetapi, bulatan tika di dahi seperti pancaran aura mistis. Hanyut dalam tetabuhan dan mantra, nenek-nenek ini larut dalam kegembiraan Tij di panti jompo.

Sebagai tempat suci, Kuil Pashupatinath pun banyak dipenuhi orang suci. Mereka inilah yang disebut sadhu, manusia yang sudah melepaskan kehidupan duniawi untuk mencari kebenaran sesungguhnya. Mereka berkelana, hidup dari belas kasihan orang lain, melepaskan ambisi kehidupan, tampil dalam wujud yang tak terbayangkan. Ada sadhu yang berambut gimbal, berkawan dengan ular dan serangga, tubuh berbalut abu, telanjang dada dan hanya mengenakan lungi kombor menutup selangkangan. Dengan tongkat dan kantong sedekah, mereka berkeliling memberi berkat. Sadhu tak mencukur rambut dan jenggot. Jenazah mereka tak dibakar, roh mereka lepas dari perputaran titisan reinkarnasi.

Tak semua sadhu orang suci sungguhan. Ada yang berdandan menjadi sadhu untuk mencari uang. Ada yang menikmati hidup jadi orang suci karena doyan menghisap charas atau ganja – hanyut dalam kenikmatan nirwana. Ada pula yang berpose di depan kamera untuk mendapat uang dari turis, beberapa cukup agresif sampai menggeret tangan saya untuk minta difoto (dan diberi uang).

Saya mengunjungi ashram – asrama sadhu di dekat kuil Pashupatinath, ditinggali lebih dari lima orang suci. Di gubuk sederhana ini, ada sapi dan kambing. Sapi adalah hewan suci. Sadhu juga tidur bersama sapi. Siang hari, ritual menghisap ganja pun dimulai. Seorang sadhu muda yang tampan, bersurban tinggi, dengan daun telinga yang berlobang besar ditembus anting-anting berat, dengan penuh kekhusyukan, mata terpejam, perlahan-ahan menghisap pipa. Kepulan asap merembes dari mulutnya. Matanya tetap terpejam, menikmati setiap hembusan kenikmatan itu. Pipa berpindah tangan ke tangan sadhu lainnya yang berjenggot lebat. Ia pun menikmati kenikmatan yang sama. Lima orang pria suci duduk mengelilingi lingkaran, bergiliran menikmati kedamaian ‘nirwana’.

Seorang sadhu menggeret saya, minta diperbaiki televisinya yang rusak. Ia baru saja dapat VCD tentang Afrika, tetapi sama sekali tak keluar suara. Rupanya di gubuk ini, selain kenikmatan surgawi dari ganja, juga ada televisi yang mengisi kebosanan.

Di antara sadhu yang paling dihormati di Pashupatinath, ada Dudh-dhari Baba atau Milk Baba, berumur tujuh puluh tahun lebih, bertahan hidup hanya dengan minum susu. Ia tak makan sama sekali dan tidak minum yang lainnya lagi. Tubuhnya kurus kering, tetapi rambut gimbalnya panjang sekali. Gimbal, kasat, butuh waktu lama untuk digulung lalu menjadi seperti sanggul atau topi di atas kepala.

Milk Baba sudah ke mana-mana. Ia sering diundang ke Eropa dan Amerika untuk mengajar. Minumnya hanya susu sapi – hewan suci, tetapi ilmunya sudah mendatangkan murid dari Nepal dan manca negara.

Pashupatinath berarti dewa hewan. Di kuil ini, Dewa Syiwa menampilkan dirinya sebagai pelindung makhluk hidup. Di sini, roda kehidupan manusia terus berputar – gadis yang mendamba jodoh, istri yang mendoa kesehatan suami, sadhu yang mencari hakikat, kaum jompo yang menanti ajal, jenazah yang hancur meleleh, dan abu yang ditebar di Sungai Bagmati menanti perputaran hidup.


(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

5 Air Terjun di Probolinggo, Ada Air Terjun Tertinggi di Jawa

5 Air Terjun di Probolinggo, Ada Air Terjun Tertinggi di Jawa

Jalan Jalan
4 Festival di Hong Kong untuk Dikunjungi pada Mei 2024

4 Festival di Hong Kong untuk Dikunjungi pada Mei 2024

Jalan Jalan
Kemenuh Butterfly Park Bali Punya Wahana Seru

Kemenuh Butterfly Park Bali Punya Wahana Seru

Jalan Jalan
Kemenuh Butterfly Park Bali: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Kemenuh Butterfly Park Bali: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Kapal Wisata Terbakar di Labuan Bajo, Wisatawan Diimbau Hati-hati Pilih Kapal

Kapal Wisata Terbakar di Labuan Bajo, Wisatawan Diimbau Hati-hati Pilih Kapal

Travel Update
5 Tips Traveling Saat Heatwave, Apa Saja yang Harus Disiapkan

5 Tips Traveling Saat Heatwave, Apa Saja yang Harus Disiapkan

Travel Tips
Penerbangan Bertambah, Sandiaga: Tiket Pesawat Mahal Sudah Mulai Tertangani

Penerbangan Bertambah, Sandiaga: Tiket Pesawat Mahal Sudah Mulai Tertangani

Travel Update
Pencabutan Status Bandara Internasional Tidak Pengaruhi Kunjungan Turis Asing

Pencabutan Status Bandara Internasional Tidak Pengaruhi Kunjungan Turis Asing

Travel Update
Bagaimana Cara agar Tetap Dingin Selama Heatwave

Bagaimana Cara agar Tetap Dingin Selama Heatwave

Travel Tips
Gedung Pakuan di Bandung: Lokasi, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Gedung Pakuan di Bandung: Lokasi, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri yang Berlatar Perbukitan

Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri yang Berlatar Perbukitan

Jalan Jalan
7 Tips Berkemah di Pantai agar Tidak Kepanasan, Jangan Pakai Tenda di Gunung

7 Tips Berkemah di Pantai agar Tidak Kepanasan, Jangan Pakai Tenda di Gunung

Travel Tips
Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

Travel Tips
Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

Travel Update
Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com