Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (39): Kremasi

Kompas.com - 25/09/2008, 06:25 WIB

Sebagai tempat suci, Kuil Pashupatinath pun banyak dipenuhi orang suci. Mereka inilah yang disebut sadhu, manusia yang sudah melepaskan kehidupan duniawi untuk mencari kebenaran sesungguhnya. Mereka berkelana, hidup dari belas kasihan orang lain, melepaskan ambisi kehidupan, tampil dalam wujud yang tak terbayangkan. Ada sadhu yang berambut gimbal, berkawan dengan ular dan serangga, tubuh berbalut abu, telanjang dada dan hanya mengenakan lungi kombor menutup selangkangan. Dengan tongkat dan kantong sedekah, mereka berkeliling memberi berkat. Sadhu tak mencukur rambut dan jenggot. Jenazah mereka tak dibakar, roh mereka lepas dari perputaran titisan reinkarnasi.

Tak semua sadhu orang suci sungguhan. Ada yang berdandan menjadi sadhu untuk mencari uang. Ada yang menikmati hidup jadi orang suci karena doyan menghisap charas atau ganja – hanyut dalam kenikmatan nirwana. Ada pula yang berpose di depan kamera untuk mendapat uang dari turis, beberapa cukup agresif sampai menggeret tangan saya untuk minta difoto (dan diberi uang).

Saya mengunjungi ashram – asrama sadhu di dekat kuil Pashupatinath, ditinggali lebih dari lima orang suci. Di gubuk sederhana ini, ada sapi dan kambing. Sapi adalah hewan suci. Sadhu juga tidur bersama sapi. Siang hari, ritual menghisap ganja pun dimulai. Seorang sadhu muda yang tampan, bersurban tinggi, dengan daun telinga yang berlobang besar ditembus anting-anting berat, dengan penuh kekhusyukan, mata terpejam, perlahan-ahan menghisap pipa. Kepulan asap merembes dari mulutnya. Matanya tetap terpejam, menikmati setiap hembusan kenikmatan itu. Pipa berpindah tangan ke tangan sadhu lainnya yang berjenggot lebat. Ia pun menikmati kenikmatan yang sama. Lima orang pria suci duduk mengelilingi lingkaran, bergiliran menikmati kedamaian ‘nirwana’.

Seorang sadhu menggeret saya, minta diperbaiki televisinya yang rusak. Ia baru saja dapat VCD tentang Afrika, tetapi sama sekali tak keluar suara. Rupanya di gubuk ini, selain kenikmatan surgawi dari ganja, juga ada televisi yang mengisi kebosanan.

Di antara sadhu yang paling dihormati di Pashupatinath, ada Dudh-dhari Baba atau Milk Baba, berumur tujuh puluh tahun lebih, bertahan hidup hanya dengan minum susu. Ia tak makan sama sekali dan tidak minum yang lainnya lagi. Tubuhnya kurus kering, tetapi rambut gimbalnya panjang sekali. Gimbal, kasat, butuh waktu lama untuk digulung lalu menjadi seperti sanggul atau topi di atas kepala.

Milk Baba sudah ke mana-mana. Ia sering diundang ke Eropa dan Amerika untuk mengajar. Minumnya hanya susu sapi – hewan suci, tetapi ilmunya sudah mendatangkan murid dari Nepal dan manca negara.

Pashupatinath berarti dewa hewan. Di kuil ini, Dewa Syiwa menampilkan dirinya sebagai pelindung makhluk hidup. Di sini, roda kehidupan manusia terus berputar – gadis yang mendamba jodoh, istri yang mendoa kesehatan suami, sadhu yang mencari hakikat, kaum jompo yang menanti ajal, jenazah yang hancur meleleh, dan abu yang ditebar di Sungai Bagmati menanti perputaran hidup.


(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com