Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (43): Demokrasi

Kompas.com - 01/10/2008, 21:03 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


Sudah dua minggu terakhir ini Kathmandu dilanda demonstrasi besar-besaran anti pemerintah dan kerajaan. Jalan macet di mana-mana. Polisi berpatroli ketat. Tetapi turis pun masih ribuan yang menikmati liburannya di ibu kota kuno.

Kathmandu adalah sebuah kota di mana dunia dan zaman berbeda bisa hidup bersama. Ketika berada di tengah Hanuman Dhoka, atau di tengah ribetnya gang-gang kuno yang menyebar dari pusat-pusat bazaar, kita seperti terjebak dalam dunia masa lalu yang kacau balau tetapi damai, dalam dunia yang penuh asap dupa dan lantunan doa, berseling dengan klakson motor dan bel sepeda.

Begitu keluar dari keruwetan rumah kuno dan gang sempit, kita sampai di jalan raya Rani Pokhari, di mana sebuah dunia lain terpampang. Jalan beraspal dua jalur lurus membentang, macet oleh segala jenis kendaraan bermotor. Kita kembali ke dunia modern di mana ada keteraturan dalam hiruk pikuk mobil, asam knalpot, sepeda motor yang berzig-zag, dan sambaran klakson.

Belakangan ini, kontras semakin terasa, ketika segala jenis mobil, mulai dari taksi, auto rickshaw, sampai sedan berbaris tak bergerak. Ratusan sepeda motor mengisi semua rongga yang tersisa. Demonstrasi bergejolak di beberapa titik di kota modern, menyebabkan polisi terpaksa menghentikan lalu lintas selama berjam-jam. Kemacetan menggila, karena lalu lintas tak mengalir sedikit pun. Sementara itu, mereka yang hidup di dunia Hanuman Dhoka dan sekitarnya sama sekali tersentuh oleh hingar bingar dan kekalutan di luar sana.

Walaupun tak semua turis merasakan gejala ini, terutama para biksu bule yang bagaikan gumpalan awan berhembus diterpa angin, suasana politik di Nepal memang sedang memanas. Demonstrasi besar-besaran ada di mana-mana. Partai komunis baru saja menggelar aksi menggalang massa di Patan. Maois melanggar kesepakatan gencatan senjata. Pengamanan meninggalkan Kathmandu sangat ketat.

Kalau kita melakukan perjalanan jarak jauh di Nepal, beberapa kilometer dari Kathmandu, sepanjang jalan raya utama menuju Pokhara, banyak sekali pos pemeriksaan. Di pos pemeriksaan, semua penumpang turun, berjalan kaki melintasi pos. Bus yang sudah kosong diperiksa, baru diizinkan melintas pos. Setelah lewat, baru penumpang yang sudah berjalan sekitar 20 meter diizinkan naik kembali. Yang mendapat dispensasi adalah orang asing, tidak perlu turun, hanya menunggu di mobil saja dan tanpa diperiksa sama sekali.

Jam malam di jalan negara juga berlaku. Setelah pukul empat sore tidak ada kendaraan umum karena jalan antar kota diblokir. Perpindahan penduduk dikontrol.

Apakah semua ini menunjukkan posisi pemerintah yang semakin goyah?

Saya tak menemukan jawabannya di koran lokal, yang kebanyakan berhuruf Dewanagari. Tetapi memperhatikan keseriusan penduduk setempat, termasuk pedagang kaki lima dan tukang rickshaw, yang pagi-pagi sudah baca koran di pinggir jalan, saya merasakan bahwa penduduk ibu kota ini sangat memperhatikan kondisi negeri mereka.

Sumber berita utama saya adalah internet dan informasi dari kawan jurnalis. Segala macam rumor tentang kehidupaan kerajaan pasca insiden pembantaian 2001 terus merebak. Orang-orang mengeluhkan betapa raja baru ini semakin mengekang kehidupan, harga barang semakin naik, dan hidup semakin terpuruk.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com