Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (125): Urdu

Kompas.com - 26/01/2009, 06:10 WIB

Apa sebab? Bahasa Urdu tak mudah. Angka dari 1 sampai 100 semua harus dihafalkan, karena tidak ada aturan yang baku. Bahkan bilangan ½, ¾, 1½, 2½, masing-masing ada istilahnya sendiri. Tata bahasa Urdu pun sangat sulit. Setiap kata benda punya jenis kelamin (gender). Setiap kata kerja harus disesuaikan gendernya dengan subyek. Ada banyak bentuk perubahan kata kerja sesuai tanda waktu. Yang paling bikin pusing, untuk kalimat bentuk lampau, obyek berubah menjadi subyek dan subyek menjadi keterangan.

Misalkan, kalimat “sekarang saya menonton TV” berubah menjadi  kemarin, bagi saya televisi ditonton”. Untuk mengatakan “saya bisa bahasa Urdu” kita harus membalik strukturnya menjadi “kepada saya bahasa Urdu datang (mujhe Urdu aati hai)”, di mana ‘bahasa Urdu’ menjadi subjek.

Konsep ini terlalu sukar bagi para pengguna bahasa minoritas yang tidak berhubungan dengan Urdu. Dan ini menjadi bahan olok-olok orang Pakistan seantero negeri. Saya pernah mendengar berbagai lelucon tentang parahnya bahasa Urdu orang Pathan. Orang Pathan – juga disebut sebagai Afghan – mendiami propinsi N.W.F.P (North-Western Frontier Province), berbatasan dengan Afghanistan. Mereka banyak yang bermarga Khan. Karenanya orang Pakistan mencemooh orang yang bahasa Urdunya parah dengan julukan Khan Sahab, atau ‘Tuan Khan’.

           “Di Northern Areas sini tidak ada marga Khan,” keluh Hussain si juru masak pemondokan tempat saya menginap, “kami bukan orang Pathan. Tetapi kalau turun gunung, mereka [orang Pakistan] juga memanggil kami Khan Sahab!”

Tetapi malah itu asyiknya bahasa Urdu. Bahasa ini sangat lembut, penuh intrik, dan orang bisa membuat banyak lelucon dengan permainan katanya. Saya pernah diajari sebait puisi yang setiap katanya punya dua arti. Belum lagi kalau kita belajar bahasa Urdu yang sangat halus, diperkaya dengan indahnya kata-kata bahasa Persia. Kesopanan tingkat tinggi ini, atau disebut takalluf, menghaluskan kalimat “Pergi kamu!” menjadi “bawalah pergi segala kehormatanmu! (tashrif le jaie), “silakan duduk!” menjadi “letakkanlah kehormatanmu (tashrif rakhie), dan “masuk!” menjadi “bawa kemari kehormatanmu (tashrif laie)”. Betapa manisnya kata tashrif di sini.

Saya masih harus belajar teramat banyak untuk bercakap lebih banyak dalam bahasa ini. Penduduk desa Karimabad pun sangat senang melihat turis asing yang begitu bersemangat belajar Urdu. Tak banyak jumlahnya.

(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com