Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (141): Dari Reruntuhan

Kompas.com - 17/02/2009, 07:45 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

 

Mulai hari ini saya punya gelar baru - sukarelawan. Saya sudah berada dalam mobil milik Danish Muslim Aid, sebuah organisasi kemanusiaan, menuju ke Kashmir yang diluluhlantakkan oleh gempa bumi 8 Oktober 2005.

Sudah lama sekali saya ingin ke Kashmir. Saya teringat betapa bulatnya tekad saya untuk menjadi sukarelawan gempa ketika memohon visa Pakistan di New Delhi, lima bulan silam. Tetapi setelah mendapatkan visa, saya malah menyempatkan berkeliling Rajasthan, dan akhirnya mendapat penyakit hepatitis. Mungkin Tuhan mengingatkan saya akan komitmen yang saya buat dahulu.

Ada perasaan tertekan dan bersalah, ketika harus menghabiskan hari-hari dengan beristirahat di pegunungan Hunza untuk memulihkan diri dari sakit kuning. Perasaan bersalah akan pengingkaran janji. “Mana Agustinus yang dulu bercita-cita jadi sukarelawan? Mana semangat sosialnya yang menggebu-gebu? Sekarang mengapa malah jadi turis di Hunza?” demikian bunyi e-mail Lam Li yang langsung menampar saya tanpa basa-basi.

Hari ini, saya sudah resmi jadi sukarelawan, walaupun terlambat. Seorang kawan di Islamabad menjadi kepala organisasi Danish Muslim Aid (DM-Aid) yang menghimpun dana bantuan dari Denmark. Saya diminta membantu mendokumentasikan kegiatan mereka di lapangan.

Saya berada di dalam mobil organisasi bersama Rashid, seorang sukarelawan juga. Rashid masih berumur 25 tahun, tetapi kumis tebalnya membuatnya tampak jauh lebih tua daripada umurnya yang sebenarnya. “Dengan kumis ini, orang jadi lebih menghargai saya,” demikian alasannya.

Mobil kami dikemudikan seorang sopir etnik Pashtun dari Peshawar. “Ingat, kalau ditanya orang di jalan, jangan bilang kita dari Danish. Bilang saja dari Ganish!” Rashid mengingatkan. Membawa panji-panji Denmark dalam suasana kisruh kartun Nabi Muhammad memang jadi serba salah.

Kami melintasi jalan raya Murree, kota pegunungan di dekat Islamabad yang menjadi tujuan wisata orang kota. Udaranya sejuk. Pemandangan sepanjang jalan amat indah. Barisan gunung tinggi dan sungai besar. Tetapi jalan yang naik turun ini membuat Rashid tak berdaya. “Saya harus tidur,” katanya, “daripada nanti muntah di jalan.”

Empat jam perjalanan penuh siksaan bagi Rashid akhirnya berakhir sudah. Mobil kami melintasi jembatan menyeberangi Sungai Neelum. “Welcome to Kashmir!” seru Rashid. Kami sudah meninggalkan Punjab dan propinsi perbatasan NWFP, memasuki tanah Kashmir, yang keindahannya mengundang puja dan puji berabad-abad, tetapi kini hancur lebur karena goyangan gempa dan jutaan  penduduknya bergulat untuk bertahan hidup.

Kashmir adalah daerah sensitif, menjadi sumber permasalahan antara Pakistan dan India. Sebagian wilayah Jammu dan Kashmir berada di bawah kontrol Pakistan, dan sisanya berada di bawah India.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com