Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (180): Heera Mandi (2)

Kompas.com - 14/04/2009, 08:32 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

Saya terjebak di Heera Mandi, kompleks prostitusi terbesar di Pakistan.

Kamar ini berukuran cuma 2 x 3 meter. Dindingnya dicat biru. Foto-foto keluarga bergantungan di dinding. Ada pintu menuju dapur di ruangan sebelah. Di belakang saya duduk ada tangga. Melalui tangga inilah Jawad naik dan sudah lima menit tak turun juga.

Ibu tua tak banyak bicara. Saya berbasa-basi sedikit, yang dijawab hanya dengan senyuman. Mengapa ibu ini tidur tak menutup pintu rumah? Mungkin karena hawa yang panas, saya mencoba berpikir positif.

Jawad turun. Ia minta izin pada ibu itu untuk membawa saya naik.

          “Ini turis yang ingin melihat-lihat atap rumah,” katanya dalam bahasa Urdu.

Kebohongannya mulai terbongkar.

          “Ini bukan rumahku,” bisiknya, “dan perempuan itu bukan ibuku. Sekarang, ayo kamu naik.” Ia memaksa.

Tangga ini mengantar kami ke lantai dua, sebuah ruangan yang sama persis ukurannya dengan yang di bawah tadi. Selain televisi dan foto-foto keluarga di tembok, tak ada apa-apa lagi. Tak ada siapa-siapa. Kami terus naik tangga sampai ke atap rumah.

Rumah ini berbentuk kotak sederhana. Atapnya datar. Ada sebuah charpoy di salah satu sudutnya. Charpoy adalah kasur di India dan Pakistan yang terbuat dari kayu atau bambu, dengan jalinan tali tambang sebagai tempat tidur.

Bintang berkelip-kelip di langit kelam. Kubah-kubah megah Badshahi Masjid tampak berkilau diterangi lampu warna-warni.

          “Aku mau lihat ‘itu’-mu,” kata Jawad tiba-tiba, mengagetkan. “Berapa ukurannya? Boleh aku pegang?”

Saya mencoba mengalihkan pembicaraan mengenai sejarah dan kehidupan Heera Mandi, sebelum ia melangkah terlalu jauh.

           “Kamu bukan jurnalis kan? Bukan penulis kan? Jangan coba-coba memotret siapa pun di sini, jangan tanya macam-macam dengan orang mana pun di sini.”

Jawad duduk di sebelah saya. Tangannya mulai meraba-raba. Sambil mewawancarai saya harus sibuk mengembalikan tangan nakal Jawad ke tempat semestinya.

           “Tempat ini memang rumah untuk bercinta,” katanya.

Putri-putri perempuan tua itu tadi adalah pekerja seks. Jawad mengaku membawa saya ke sini untuk ‘jajan’.

          “Tetapi aku bukan germo,” tegasnya, “maksudku, kalau kamu bisa dapat harga istimewa. Kamu bayar 1000 Rupee, saya 500 Rupee, kita bisa patungan untuk dapat satu gadis.”

Lebih mahal daripada harga rata-rata yang saya tahu. Untuk pertunjukan erotis, biasanya 300 sampai 400 Rupee. Untuk hubungan seksual kisarannya 800 Rupee. Yang paling mahal adalah gadis perawan, sampai ribuan Rupee. Tempat gelap dan kotor ini adalah lembah hitam di mana para gadis mengoyak mahkota keperawanan mereka demi sekadar berapa lembar uang Rupee. Mimpi-mimpi digantung ke langit yang kelam, bersama desahan kesakitan dan derik charpoy, di atas tubuh berbulu lelaki hidung belang. Hari-hari berikutnya, mereka adalah tubuh-tubuh terpenjara dalam kebahagiaan maya di Heera Mandi, berkawan dengan penyakit nista dan cibiran orang.

Jawad adalah salah satu lelaki yang rajin mengunjungi kawasan ini. Saya merasa aneh sekali dengan pria ini, yang tangannya rajin sekali menjamah. Sekarang tanpa tedeng aling-aling ia meminta saya untuk membuka baju, karena ia ingin ‘memeriksa’ lebih jauh. Apalagi yang mau diperiksa? Jawad bukan dokter. Saya tidak mau tubuh saya dipegang-pegang oleh pria tak jelas asal-usulnya ini.

Jawad kecewa.

          “Kamu teman, aku teman, apa lagi yang kamu takutkan?” keluhnya.

Hubungan pertemanan antar pria di Pakistan memang sudah lazim saling menjamah, tetapi tidak sampai tahap saling ‘periksa’, bukan?

Lelaki ini gelisah. Sekali-sekali ia berdiri, memandang ke barisan rumah-rumah kumuh serupa yang tersebar semrawut sejauh mata memandang. Kemudian duduk lagi, memohon-mohon agar saya berubah pikiran. Kemudian menuruni anak tangga, hanya untuk dua menit, untuk ‘bersenang-senang’ dengan si anak gadis. Dua menit? Dia terlalu pesimis dengan daya tahan tubuhnya.

Tak sampai satu menit, Jawad sudah naik lagi. Wajahnya sekarang berseri-seri. Tetapi kegelisahannya masih tetap sama. Duduk di charpoy, minta ijin menjamah dan memeriksa, kemudian berdiri lagi menatap bintang, duduk lagi. Sekarang sambil berbagi kisah duka.

          “Perempuan tua itu, sejatinya memang ibu dua putri cantik,” celotehnya, “dan aku jatuh cinta pada si adik. Aku mau dekat dengannya, tetapi kalau aku datang sendirian, si ibu pasti curiga. Makanya aku bawa kamu ke sini, bilang kalau kamu adalah turis yang mau melihat-lihat atap rumah.”

Kebohongan apa lagi ini? Tiba-tiba Jawad mengumpat.

          “Perempuan brengsek! Kita sudah menunggu terlalu lama di sini, mana tehnya tak datang-datang juga? Aku sudah kasih dia 30 Rupee!”

Saya melirik arloji. Sebenarnya kami baru sepuluh menit saja di atap rumah ini. Tetapi karena saya harus melewatkan waktu dengan seorang lelaki yang tak bisa diterka isi hatinya, rasanya sudah berjam-jam penderitaan ini.

          “Tiga puluh Rupee? Untuk teh saja? Mahal sekali?” saya mengalihkan pembicaraan. “Sepuluh Rupee untuk gula, 10 untuk tehnya, dan 10 untuk ongkos perempuan itu,” Jawad mendengus kesal.

Tiba-tiba seorang gadis cantik berkulit hitam manis naik, berkerudung dupatta, tersenyum ramah sambil menyapa kami berdua, dalam remang-remang malam Heera Mandi. Tangan Jawad pun tak melewatkan kesempatan untuk menjamahnya. Gadis itu langsung turun lagi.

          “Dia itu pacarku,” kata Jawad bangga.

Saya sudah tak tahan lagi. Pertanyaan-pertanyaan Jawad membuat saya merasa tak enak. Saya memaksa pulang. Lupakan potret ibu dan saudara-saudara perempuan, lupakan kisah-kisah Heera Mandi. Jawad ke sini karena ia ingin mendapat pemuasan nafsunya, entah dari gadis-gadis itu atau dari saya.

          “Kamu bukan jurnalis kan? Bukan penulis kan?” katanya masih meyakinkan ketika mengantar saya keluar dari lorong-lorong sesat ini.

          “You forget me, I forget you, OK?” katanya mengakhiri hubungan di antara kami.

Kami berpisah. Sosok pria itu ditelan bayang-bayang malam, bersama dengusan dan lenguhan di atas charpoy, tersembunyi di balik barisan rumah kumuh tanpa daun pintu. Bulan bersinar terang, membasuh Heera Mandi yang justru mulai menggeliat.

(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

8 Penginapan di Ciwidey dengan Kolam Air Panas, Cocok untuk Relaksasi

8 Penginapan di Ciwidey dengan Kolam Air Panas, Cocok untuk Relaksasi

Hotel Story
Capaian Timnas U-23 di Piala Asia Bawa Dampak Pariwisata untuk Indonesia

Capaian Timnas U-23 di Piala Asia Bawa Dampak Pariwisata untuk Indonesia

Travel Update
Harga Tiket Masuk Taman Safari Prigen 2024 dan Cara Pesan via Online

Harga Tiket Masuk Taman Safari Prigen 2024 dan Cara Pesan via Online

Travel Tips
3 Promo BCA Australia Travel Fair 2024, Ada Cashback hingga Rp 2 Juta

3 Promo BCA Australia Travel Fair 2024, Ada Cashback hingga Rp 2 Juta

Travel Update
4 Promo Tiket Pesawat dan Tur BCA Australia Travel Fair, Rp 7 Juta ke Perth PP

4 Promo Tiket Pesawat dan Tur BCA Australia Travel Fair, Rp 7 Juta ke Perth PP

Travel Update
Hari Ini, BCA Australia Travel Fair 2024 Digelar di Gandaria City

Hari Ini, BCA Australia Travel Fair 2024 Digelar di Gandaria City

Travel Update
10 Tips Wisata Saat Cuaca Panas, Pakai Tabir Surya dan Bawa Topi

10 Tips Wisata Saat Cuaca Panas, Pakai Tabir Surya dan Bawa Topi

Travel Tips
5 Wisata di Palangka Raya, Ada Wisata Petik Buah

5 Wisata di Palangka Raya, Ada Wisata Petik Buah

Jalan Jalan
5 Tips ke Museum iMuseum IMERI FKUI di Jakarta, Reservasi Dulu

5 Tips ke Museum iMuseum IMERI FKUI di Jakarta, Reservasi Dulu

Travel Tips
Cara Menuju ke Bukit Tangkiling Kalimantan Tengah

Cara Menuju ke Bukit Tangkiling Kalimantan Tengah

Jalan Jalan
Bukit Tangkiling Palangka Raya untuk Pencinta Alam dan Petualangan

Bukit Tangkiling Palangka Raya untuk Pencinta Alam dan Petualangan

Jalan Jalan
Rute Menuju ke Jungwok Blue Ocean Gunungkidul, Yogyakarta

Rute Menuju ke Jungwok Blue Ocean Gunungkidul, Yogyakarta

Jalan Jalan
Segara Kerthi Diperkenalkan ke Delegasi World Water Forum di Bali, Apa Itu?

Segara Kerthi Diperkenalkan ke Delegasi World Water Forum di Bali, Apa Itu?

Travel Update
Sederet Aktivitas Seru di Jungwok Blue Ocean, Tak Hanya Bisa Foto

Sederet Aktivitas Seru di Jungwok Blue Ocean, Tak Hanya Bisa Foto

Jalan Jalan
Kering sejak Maret 2024, Waduk Rajui Jadi Spot Instagramable di Aceh

Kering sejak Maret 2024, Waduk Rajui Jadi Spot Instagramable di Aceh

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com