Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (188): Bahauddin Zakariya Express

Kompas.com - 24/04/2009, 09:06 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

Senja mulai merambah tanah Punjab. Stasiun kereta api Bahawalpur penuh dengan calon penumpang yang mulai resah karena kereta api Bahauddin Zakariya Express yang berangkat dari Multan menuju Karachi tak kunjung tiba.

Multan hanya beberapa puluh kilometer jauhnya sebelum Bahawalpur, sekitar satu setengah jam perjalanan dengan kereta ‘ekspres’ ini. Tetapi baru menjelang tengah malam, kereta panjang berwarna kuning dan hijau ini merapat di stasiun.

Yang tercipta pada detik berikutnya adalah kericuhan. Ratusan penumpang yang sudah tidak sabar lagi setelah penantian berjam-jam, segera menyerbu masuk ke dalam gerbong. Petugas pun tak kuasa menahan luapan manusia. Masing-masing penumpang membawa barang bawaan berkarung-karung.

Saling dorong, maki, cakar. Suasana pertempuran dipindahkan ke dalam koridor gerbong sempit dan gelap ini. Saya meraba-raba di tengah dorongan dan teriakan beringas orang-orang yang tidak sabar.

Nyaris saya menginjak seorang bayi yang teronggok di bawah kaki. Sementara dorongan orang-orang semakin kuat. Saya terjebak dalam histeria. Semua orang seperti sudah tak punya waktu tersisa untuk segera menaruh barang dan duduk di tempat yang paling nyaman.

Setelah bercucur peluh saya akhirnya berhasil duduk. Sudah tidak ada tempat lagi untuk menaruh tas ransel, karena semua tempat sudah ditempati oleh karung dan tas penumpang lainnya. Bahkan tempat untuk menaruh kaki pun tak ada, karena bayi-bayi berbaring tepat di bawah kursi saya.

Pemilik bayi-bayi ini adalah seorang wanita malang berkulit hitam, terduduk pasrah di lantai dikelilingi tumpukan barang dan bayi. Baju kameez kumal merah muda berbunga-bunga, dan celana kombor shalwar berwarna hijau cerah membungkus badannya. Selendang dupata tergantung rendah di dadanya, memamerkan tonjolan dan lekukan tubuhnya. Di negeri yang sangat religius ini, tentu saja cara berpakaiannya tak pantas.

Tetapi ia tak peduli.

Sumpah serapah terus mengalir dari mulutnya karena saya hampir-hampir menginjak bayinya, yang masih pulas di bawah kaki saya. Total ada empat bocah, ikut dibawanya bersama karung-karung barang dan sayuran yang entah ada berapa jumlahnya. Masing-masing bayinya berumur satu, dua, tiga, dan empat tahun. Kecepatan bersalin ibu ini rata-rata satu bayi per tahun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com