YOGYAKARTA, KOMPAS.com--Musik tradisional pek-bung yang menggunakan alat musik dari bambu dan tembikar, yang pernah berjaya pada 1950-1960, kini dapat dikatakan telah mati suri.
"Alasannya, musik sederhana itu kini tidak populer di kalangan anak muda dan musisinya banyak yang sudah meninggal," kata pengamat musik tradisional, Eko Wibowo di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, musik itu memiliki sejarah panjang. Disebut pek-bung karena suara bambu menghasilkan nada yang berbunyi "pek" dan suara tembikar yang diberi karet ban mengeluarkan nada berbunyi "bung".
"Musik yang sangat sederhana itu telah ada sejak 1942. Pada awal berdirinya kelompok musik pek-bung banyak melagukan nyanyian dengan bahasa Jepang." katanya.
Kelompok musik pek-bung memainkan lagu-lagu dengan karakter riang, sehingga rata-rata lagunya seperti mars. Lagu-lagu yang sering dimainkan pada zaman dulu antara lain Soleram, Gembala Sapi, dan Ole Rio.
Pada awal 1960-an banyak juga lagu-lagu dari kelompok sayap kiri yang sering dinyanyikan, seperti lagu Genjer-genjer. Pada masa itu musik pek-bung juga diberi sentuhan dengan tari-tarian dan atraksi sulap.
"Tidak mengherankan jika setiap pek-bung pentas selalu dipenuhi ribuan penonton dari masyarakat sekitar. Boleh dibilang pada 1950-1960-an itulah, musik pek-bung mengalami masa kejayaan," katanya.
Ia mengatakan, pascameletusnya G30S/PKI, musik pek-bung mengalami masa surut secara perlahan. Terlebih awal 1980-an televisi mulai masuk, secara perlahan namun pasti membuat musik itu kian ditinggalkan masyarakat.
"Kini musik pek-bung boleh dikatakan telah mengalami mati suri. Beruntung masih ada sekelompok orang yang kini tetap bertahan untuk terus mengembangkan jenis kesenian musik tradisional itu," katanya.
Untuk meneruskan kembali keberlangsungan musik pek-bung, Taman Budaya Yogyakarta dan Komunitas Pek-Bung Yogyakarta akan mengadakan workshop "musik pek-bung" pada 10 Juni 2009.
"Workshop yang digelar di Taman Budaya Yogyakarta itu menghadirkan pembicara dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Y Subowo dan seniman musik pek-bung dari Wijirejo, Pandak, Bantul, DIY," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.