Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ingin Mengganti Nama Anak?

Kompas.com - 14/07/2009, 10:14 WIB

KOMPAS.com — Seorang rekan terhenyak ketika putri ciliknya yang berusia 3 tahunan mengajukan protes, "Mama, kenapa namaku bukan Princess?" Sementara itu, seorang rekan lainnya langsung mati gaya ketika anaknya yang menjelang remaja keberatan dengan namanya yang mirip seorang penyanyi yang tak disukainya. Bagaimana orangtua merespons protes semacam itu? Haruskah dituruti bila anak ngotot ingin mengganti namanya?

"Tidak harus, kok!" ucap psikolog dari Personal Growth, Nessi Purnomo, Psi. Mengapa? Selain sederet kerepotan yang harus siap dilakoni terkait dengan aspek legal, pada dasarnya, nama merupakan doa dan harapan yang diformalkan lewat akta kelahiran sekaligus dipublikasikan kepada khalayak.

Menurut Nessi, mestinya orangtua bisa memaklumi keinginan anak untuk mengganti namanya dengan sesuatu yang dinilainya lebih keren. Nama yang dianggap sarat makna sebagai bentuk doa dan harapan orangtua sangat mungkin kini dianggap aneh dan jadul oleh si anak. Dengan menyandang nama Soekarno, mungkin saja anak merasa hidup sekian puluh tahun yang lalu.

Sikap anak yang terkesan merendahkan nama pemberian orangtua ini pun seyogianya tidak dijadikan bahan perdebatan sengit. Bukankah referensi anak pun mengalami pergeseran? Akibatnya, melalui apa yang dilihat, didengar, dan dibacanya di era globalisasi, nama-nama yang bermuatan lokal lantas dinilai sangat tidak keren sekaligus membuat anak merasa risih mengingat nama seseorang identik dengan identitas dirinya sepanjang hidup.

Tekanan sosial
Jadi, ungkap Nessi, ketika seorang gadis cilik berusia 3 tahunan melakukan aksi protes seputar nama yang disandangnya, orangtua tak perlu terpancing untuk marah. Sangat mungkin dia melihat bacaan atau menonton tayangan tertentu bahwa si Princess digambarkan sebagai putri cantik, mengenakan gaun indah, dan hal-hal lain yang terlihat serbamenyenangkan. Bukan tidak mungkin nama itu tak berarti apa-apa buat anak. Menurut Nessi, anak usia ini biasanya hanya mempertanyakan dan bukan ngotot untuk mengganti namanya.

Berbeda jika anak sudah duduk di bangku SD. Orangtua mesti lebih tanggap kalau anak usia 12 tahunan mengajukan protes serupa. Mengapa? Kalau ia sampai protes, sangat mungkin si anak merasa sangat tidak nyaman dengan nama pemberian orangtuanya. Besar kemungkinan, anak mendapat tekanan sosial berupa ejekan dari teman-temannya. Padahal, di usia ini, kehadiran teman sebaya sangat berpengaruh. Jadi, keinginannya untuk ganti nama biasanya tidak berdiri sendiri sebagai sebuah keinginan dari dalam dirinya.

Apa pun alasan anak untuk mengganti namanya, menurut Nessi, orangtua wajib menyampaikan sejarah terkait dengan nama si anak, apa maknanya, apa pertimbangannya, dan apa yang membuat orangtua sampai pada keputusan memilih nama tersebut. Jangan lupa, kemukakan bahwa nama tersebut tidak dipilih secara asal-asalan. Tegaskan bahwa dalam segala hal, orangtua selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya, termasuk dalam pemilihan nama.

Kalau anak sebatas ingin ganti nama panggilan, ya turuti saja permintaannya. Begitu juga bila anak tidak suka nama tengah atau nama depannya, semisal karena berbau kesukuan, boleh-boleh saja bagian nama tersebut dijadikan singkatan. Sementara itu, kalau setelah mendapat penjelasan, anak tetap kekeuh pada pendiriannya untuk ganti nama secara formal, orangtua pun berhak menunjukkan sikap tegas. Minta anak bersabar menunggu sampai ia cukup dewasa (usia 17 tahun ke atas) sehingga anak kelak bisa mengurusnya sendiri. Ingatkan bahwa untuk mengganti nama ada banyak hal yang harus diurus.

Keputusan orangtua untuk tidak mengabulkan permintaan anak berganti nama bisa jadi menimbulkan kekecewaan di hati anak. Sampaikan permintaan maaf sambil kemukakan bahwa orangtua pun punya keterbatasan. Atau, sampaikan dengan nada bergurau, misalnya, "Meski sudah mengandung kamu selama 9 bulan, toh Ibu waktu itu tidak bisa menanyakan kamu mau diberi nama apa."

Prosedur ganti nama
Karena akta kelahiran merupakan dokumen hukum, maka perubahannya pun harus melalui penetapan Pengadilan Negeri, seperti tertulis dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Berikut penjelasan Kepala Bidang Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta Sudhar Indopa mengenai prosedur ganti nama.

1. Orangtua (bagi anak di bawah 17 tahun) atau si anak sendiri (bila sudah 17 tahun ke atas) harus mengajukan permohonan ke Panitia Perdata Pengadilan Negeri setempat (sesuai domisilinya) dengan menyebutkan alasan penggantian nama tersebut.
2. Menyertakan dokumen berupa KTP suami-istri, kartu keluarga, akta perkawinan, dan akta kelahiran anak yang ingin diubah namanya. Untuk anak 17 tahun ke atas, cukup menyertakan KTP, KK, dan akta kelahiran.
3. Setelah menjalani proses persidangan dengan membawa saksi-saksi (biasanya minimal 2 orang) dan melengkapi bukti-bukti yang diperlukan, Pengadilan Negeri akan mengeluarkan amar keputusan.
4. Berdasarkan amar keputusan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri tadi, di balik lembar akta kelahiran akan dibuatkan catatan pinggir yang memuat keterangan mengenai perubahan nama tersebut.
5. Berdasarkan amar keputusan itu pula, Pengadilan Negeri akan memerintahkan Kantor Catatan Sipil tempat akta kelahiran tersebut diterbitkan untuk mencatat perubahan nama tersebut. Jadi, kalau yang bersangkutan lahir di Aceh, contohnya, sementara ia kini berdomisili di Jatinegara, Jakarta Timur, maka ia tidak perlu repot-repot mengurus ganti nama di Pengadilan Negeri Aceh, tetapi cukup di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

(Theresia Puspayanti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com