Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekali Lompat Seratus Ribu

Kompas.com - 12/10/2009, 08:03 WIB

Pulau Nias di sebelah Barat Pulau Sumatra bukanlah tujuan wisata yang jamak. Untuk datang ke sana, tingkat kesulitannya cukup tinggi. Tetapi, banyak jalan menuju Nias. Dari Medan, ada dua maskapai penerbangan – Merpati Airlines dan Riau Airlines – yang menerbangi rute ini setiap hari. Dari Padang, Riau Airlines juga secara terjadwal terbang ke Gunungsitoli.

Kunjungan saya minggu lalu ke Pulau Nias antara lain adalah untuk membantu Museum Pusaka Nias. Sekaligus menguji-coba program “Be the Best” yang sudah lama ingin saya kembangkan, di samping melaksanakan misi sebagai Dewan Pimpinan BPPI (Badan Pelestarian Pusaka Indonesia).

Saya terpana, bulu kuduk saya meremang, ketika diantar masuk ke dalam Museum Pusaka Nias (MPN) ini. Di antara semua museum di pelosok yang pernah saya kunjungi, sudah pasti MPN adalah yang terbaik. Luar biasa! Bukan saja MPN istimewa karena koleksinya yang lengkap, banyak, dan bernilai, tetapi juga cara penataannya yang bagus.

Maaf, bila saya berkomentar negatif terhadap keberadaan museum di Indonesia. Kebanyakan museum kita tak ubahnya seperti gudang barang-barang tua yang tidak diatur dengan baik, ruangannya lembab dan berbau jamur, barangkali malah juga tidak terawat dengan baik.

Keunggulan MPN adalah koleksi benda-benda pusaka bernilai tinggi yang sangat lengkap. Semuanya dipajang secara sistematis dan elok dipandang. Sebagai mantan mahasiswa arsitektur yang meminati sejarah arsitektur, bagi saya koleksi yang paling bernilai tinggi di MPN adalah maket bangunan-bangunan rumah tradisional dari berbagai daerah di pulau ini.

Museum Pusaka Nias dirintis oleh Johannes Hammerle, seorang pastor dari Ordo Kapusin berasal dari Jerman, yang sudah 35 tahun bertugas dan bermukim di Nias. Pastor Johannes bahkan sudah menulis beberapa buku etnologis tentang Tano Niha (Tanah Nias) dan Ono Niha (orang Nias). Saya iri akan dedikasi Pastor Johannes terhadap Nias yang sudah menjadi tanah air keduanya.

Melihat maket rumah-rumah adat Nias di MPN membuat saya berkeinginan untuk berkunjung ke Kecamatan Sirombu di pantai Barat pulau ini. Dari Gunungsitoli, melalui jalan mulus buatan BRR (Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi), perjalanan dapat ditempuh dalam waktu kurang dari dua jam. Sayangnya, ada beberapa bagian jalan yang rusak karena tanah longsor.

Di sepanjang jalan banyak penjual B1 dan B2 panggang di warung-warung yang juga menyediakan tuak mentah (legen atau cairan segar dari tetes nira) maupun tuak suling (legen yang sudah difermentasikan dan disuling menjadi minuman berkadar alkohol tinggi). Saya sempat singgah untuk mencicipi buah langsat yang sedang musim. Langsat Nias jauh lebih manis daripada langsat daerah lain yang pernah saya cicipi.

Memasuki Kecamatan Sirombu, dari ketinggian kawasan perbukitan sudah tampak Samudra Indonesia yang biru membentang. Di Kecamatan Sirombu ini masih ada beberapa desa yang memiliki kekayaan “koleksi” rumah-rumah tradisional. Sayangnya, tsunami pada tahun 2004 disusul gempa besar yang terjadi pada tahun 2005 telah merusakkan sebagian rumah-rumah dan perkampungan adat ini. Desa yang saya kunjungi telah direhabilitasi dengan dana hibah dari Bank Dunia.

Rumah-rumah di desa ini terbuat dari kayu dengan atap dari rumbia. Denah rumahnya berbentuk membulat pada sudut-sudutnya – mengingatkan kita pada arsitektur kapal. Arsitektur rumah di Nias Barat memang berbeda dengan rumah-rumah di Nias Selatan – terutama dilihat dari bentuk sudut-sudutnya dan atapnya. Tetapi, semua rumah tradisional di Nias selalu berbentuk panggung dengan tiang-tiang penopang yang – menurut saya – berlebihan (overbuilt).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com