Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/12/2009, 07:39 WIB

Akibat penyakit itu, potensi kehilangan hasil mencapai 269,698 ton per tahun dengan nilai Rp 5,4 triliun per tahun. Penurunan pendapatan petani dari hasil kebun kakao mencapai Rp 6,5 juta per hektar per tahun. Sistemik juga, bukan!

Penyebab penurunan produksi dari tahun ke tahun itu terkait dengan serangan hama penggerek buah kakao, penyakit vascular streak dieback (VSD). Di samping itu, banyak pohon kakao yang memang sudah tua, 15 sampai 20 tahun, sehingga produktivitasnya juga sudah menurun.

Kombinasi tiga persoalan itulah yang membuat produktivitas tanaman semakin memprihatinkan. Idealnya, tingkat produksi tanaman kakao usia produktif adalah 2 ton sampai 2,5 ton per hektar per tahun. Sekarang ini rata-rata 0,5 ton saja.

Hama penggerek buah kakao sudah lama terdeteksi. Sepintas pohon kakao terlihat sehat, tetapi hama menyerang saat buah sudah keluar sehingga buah tidak memiliki biji atau ada biji tetapi rusak. Ada juga penyakit VSB. Di cabang pohon terdapat jamur yang melengket dan merembet sampai daun yang menjadi kekuning-kuningan, tidak sehat untuk produksi buah. Ini sistemik juga bukan...!

Sudah lama pula petani berteriak meminta pertolongan kepada pemerintah, tetapi suara mereka tidak terdengar karena jauh dari pusat kekuasaan.

Ironi

Indonesia yang memiliki 1,5 juta hektar tanaman dan merupakan negara produsen kakao terbesar ketiga di dunia justru tidak direken sebagai produsen cokelat. Sebaliknya, Swiss yang tidak punya lahan pertanian untuk kakao amat masyhur sebagai penghasil cokelat terbaik di dunia.

Di berbagai belahan benua Eropa dan Amerika, biji kakao hasil keringat petani dari perkebunan di pelosok-pelosok Indonesia dipabrik menjadi produk akhir. Ekspor biji kakao petani Indonesia itu pun memberikan lapangan kerja bagi ribuan buruh pabrik cokelat, memberikan nilai tambah berlipat-lipat kali bagi negara dan produsen cokelat.

Inilah ironi yang memilukan petani kakao di negara agraris Indonesia. Tanpa tindakan radikal, tidak lama lagi Indonesia pasti akan tenggelam lalu terhapus dari daftar penghasil kakao yang diperhitungkan pasar internasional. Sistemik juga, bahaya laten pula, sistematis memiskinkan petani.

Konon, mulai tahun ini pemerintah sudah mengalokasikan dana Rp 3 triliun untuk membantu petani meningkatkan produksi dan mutu kakao, tetapi dana tersebut ternyata untuk tiga tahun dan untuk sembilan provinsi pula.

Bandingkan dengan talangan Bank Century...! (Andi Suruji)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads

Copyright 2008 - 2023 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com