Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penemuan Baru di Solo

Kompas.com - 25/03/2010, 06:59 WIB

Alamat kedua dari Hengky yang saya kunjungi adalah Warung Spesial Ikan Bakar 310 di Jalan Slamet Riyadi. Sebetulnya kurang tepat disebut warung, mengingat tempat makan ini berada di sebuah rumah besar di jalan protokol Solo.

Pemiliknya, Soeroto Jarmanto, langsung menghampiri saya untuk menjelaskan ikan apa saja yang tersedia malam itu. Seorang pramusaji membawa nampan berisi beberapa ikan segar yang ingin disajikan. Ada kakap, kerapu, dan ikan kuwe.

"Maaf, pilihannya sudah tidak banyak malam ini. Kalau sudi datang lagi besok malam, kami akan dapat menyajikan mahi-mahi, kaneke, dan lain-lain," kata Soeroto.

Mahi-mahi? Ini adalah jenis ikan populer dan cukup mahal di Hawaii. Di Sulawesi Selatan, ikan jenis ini juga banyak dijumpai di laut dengan nama lokal lemadang. Masyarakat Sulawesi Selatan kurang menyukai ikan ini karena mereka menganggapnya sebagai ikan gatal. Seperti juga tuna dan tongkol, lemadang memang mengandung histamin alamiah. Akibatnya, kalau ikan tidak segera didinginkan dengan es, histaminnya akan muncul dan mengakibatkan gatal.

Soeroto ternyata punya pengetahuan yang bagus tentang berbagai jenis ikan. Sebelumnya ia bekerja sebagai manajer di sebuah perusahaan multinasional. Setelah pensiun, ia menyalurkan cintanya kepada kuliner hasil laut dengan membuka "warung" di rumah orangtuanya. Ikan-ikan segar dibeli di Bali melalui seorang kenalannya, lalu dikirim dalam peti es ke Solo dengan bus malam. Setiap hari, Warung Spesial Ikan Bakar 310 selalu menyajikan berbagai ikan laut dengan tingkat kesegaran yang bagus.

Di Solo, selain warung-warung tenda yang menyajikan masakan hasil laut khas Lamongan, ada dua warung seafood yang populer, yaitu: Pak Petruk dan Mbak Mar. Pak Petruk lebih dikenal karena masakan Tiociu Muslim dan kepitingnya. Sedangkan Mbak Mar dikenal karena ikan goreng–baik ikan laut maupun ikan darat. Ada lagi Raja Kepiting yang sekalipun baru sudah mulai populer. "Warung"-nya Mas Soeroto jelas beda dari Pak Petruk, Mbak Mar, ataupun Raja Kepiting.

Pertama, kualitas dan jenis ikannya berbeda. Kedua, cara masak dan penyajiannya pun sangat beda. Ketiga, tentu saja ambience yang berbeda. Kalau yang lain boleh dikategorikan sebagai fun seafood resto, punya Mas Soeroto termasuk serious seafood resto. Serius dalam arti kualitas sajian, sekalipun tempatnya tetap santai. Quality, not quantity!

Karena hanya makan sendirian, saya memilih baramundi kecil dan menyerahkan cara masaknya ke Mas Soeroto. Yang kemudian tersaji sungguh tidak mengecewakan. Kualitas pembakarannya mirip cara Makassar–garing di luar tanpa gosong. Sausnya kental berwarna kekuningan. Ada sedikit rasa pedas, tetapi bukan dari cabe, melainkan dari jahe. Gurih bumbunya perlu diacungi jempol. Sajian seperti ini dapat diterima anak-anak dan orang asing yang kurang akrab dengan masakan pedas.

Acungan jempol

Catatan kuliner kali ini ingin saya sudahi dengan acungan jempol kepada masyarakat Solo yang berhasil menghidupkan kembali sajian masa lalu. Kalau beberapa tahun yang lalu cabuk rambak sempat hilang dari peta kuliner Solo, sekarang makanan sederhana ini mulai bermunculan di berbagai tempat. Cabuk rambak adalah ketupat superbesar yang diiris tipis, lalu disiram dengan sambal wijen, disajikan dengan gendar (krupuk nasi) atau rambak (krupuk kulit). Tidak hanya di sekitar lampu bang-jo Jalan Ketandan, tetapi juga dicantumkan dalam menu berbagai rumah makan. Bahkan, di beberapa perhelatan di Solo, gubuk cabuk rambak tampak hadir.

Sayangnya, brambang asem–daun ubi jalar rebus diguyur sambal gula merah dengan lauk tempe gembus–masih dalam posisi terancam kelestariannya. Dari dua penjual tradisional di Jalan Gatot Subroto, sekarang tinggal seorang yang berjualan.

Untungnya, pecel sambal tumpang dan pecel sambal wijen–dihidangkan dengan pilihan nasi beras merah–sekarang malah kian banyak bermunculan di berbagai tempat. Di sekitar Gelora Manahan, cukup banyak penjual makanan gandem-marem ini. Sukses Pecel Solo Waroeng Tempo Doeloe menampilkan kuliner tradisional agaknya disambut hangat oleh masyarakat Solo dan para wisatawan.

Ternyata, orang Solo yang memang punya hobi keplek ilat (berjudi lidah) masih menyimpan cukup banyak rahasia kuliner, lama ataupun baru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads

Copyright 2008 - 2023 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com