Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksotisme Wisata Selam

Kompas.com - 26/03/2010, 08:47 WIB

BM Lukita Grahadyarini

KOMPAS.com - Jika ingin merasakan terbang layaknya Superman, Anda tak perlu berkhayal memiliki sayap. Jagat bawah laut Indonesia bisa mewujudkan keinginan Anda melayang ke tempat-tempat paling indah di planet biru ini.

Rasakan sensasi saat tubuh menjelajah di atas kumpulan karang berukuran kecil hingga raksasa yang tumbuh di hamparan pasir dasar laut, dinding koral sepanjang puluhan meter, ditingkahi gerakan lincah beragam ikan karang dan biota laut dengan bentuk dan warna tubuh yang menawan hati.

Panorama itu dengan mudah bisa ditemukan di negeri bahari ini. Dengan panjang pantai 95.181 kilometer atau kedua terpanjang di dunia, terhampar surga terumbu karang dengan ragam ikan di permukaan (pelagis) dan dasar perairan (demersal), goa, hingga gunung bawah laut.

Perairan Pulau Bunaken, Sulawesi Utara, adalah contoh kecil dari nirwana itu. Penyelam bisa berpapasan dengan ikan-ikan eksotis, seperti napoleon (Cheilinus undulatus), dan penyu hijau raksasa (Chelonia mydas). Di Pantai Hukurila di Kota Ambon, Maluku, dan Pantai Wasage di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, penggemar tantangan adrenalin akan disuguhkan pemandangan goa-goa bawah laut.

Di barat daya Pulau Mangehetang, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, penyelam bisa menyaksikan gunung bawah laut di perairan cukup dangkal dengan titik kepundan gunung di kedalaman 8 meter.

”Nyaris tak terhitung banyaknya lokasi penyelaman yang ada di Tanah Air. Potensinya begitu luas dan setiap titik selam menawarkan pemandangan bawah laut yang unik dan berbeda,” tutur Steven, peselam yang tergabung dalam klub Professional Association of Diving Instructor (PADI).

Klub pencinta selam

Wisata selam di Tanah Air mulai berkembang sejak awal 1980-an. Minat khusus itu juga mendorong lahirnya klub-klub pencinta selam, pusat pelatihan selam, dan resor wisata dengan layanan jasa operator selam yang menawarkan obyek-obyek penyelaman yang dahsyat.

Seiring munculnya obyek-obyek wisata selam, minat masyarakat untuk mengenal olahraga ini terus berkembang. Tumbuhnya minat masyarakat itu setidaknya tecermin dalam pameran Deep Indonesia dan Extreme Indonesia 2010 di Jakarta tanggal 12-14 Maret 2010. Dengan tiket masuk Rp 20.000 per orang, sejak pagi hingga malam ribuan pengunjung dari dalam dan luar negeri memadati stan toko-toko penjual peralatan selam dan agen-agen wisata.

Penyedia jasa operator selam memanfaatkan momentum pameran itu untuk menawarkan keindahan alam yang siap ”dieksploitasi”. Sejumlah selebaran, DVD, dan buku tentang resor wisata dan obyek penyelaman dibagikan gratis kepada pengunjung.

Jika negara-negara di daratan Eropa mampu merangsang wisatawan dengan eksotisme bangunan artifisialnya, tak berlebihan jika operator selam dan jasa resor wisata mengangkat keunggulan laut di negeri khatulistiwa ini kepada wisatawan.

Keragaman hayati sumber daya ikan di perairan Indonesia sangat tinggi, mencapai 37 persen dari seluruh spesies ikan di dunia. Diperkirakan terdapat 2.000 spesies ikan dan 700 spesies dari total 2.000 spesies bunga karang yang hidup di ekosistem terumbu karang Asia Tenggara.

Lebih dari sepertiga spesies paus dan lumba-lumba, serta enam dari tujuh jenis penyu yang hidup di dunia bisa dijumpai di perairan laut Indonesia. Eksotisme ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu situs penyelaman terbaik dunia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan merilis, tutupan terumbu karang di perairan Indonesia berkisar 51.020 kilometer persegi. Terumbu karang yang masih dalam kondisi baik dan sangat baik diperkirakan sekitar 30 persen atau seluas 15.306 kilometer persegi.

Menurut Marine Eco Tourism Development Consultant Cipto Aji Gunawan, dengan sebaran terumbu karang yang tidak merata, areal terumbu karang yang berpotensi untuk dijadikan wisata selam diperkirakan hanya berkisar 30 persen atau 4.592 kilometer persegi.

Namun, setiap kilometer persegi obyek penyelaman ditaksir mampu menghasilkan pendapatan 600.000 dollar AS per tahun. Dengan asumsi tersebut, ujar Cipto, potensi perputaran uang setiap tahun dari wisata selam bisa mencapai 2,75 miliar dollar AS per tahun. Jumlah itu mendekati separuh dari total devisa pariwisata Indonesia tahun 2009 sebesar 6,3 miliar dollar AS atau Rp 65 triliun.

Dengan hitung-hitungan itu, tak perlu diragukan bahwa pengelolaan wisata selam bisa diandalkan untuk mendongkrak wisatawan. Faktanya, Indonesia hanya menduduki peringkat keempat di Asia Tenggara dalam kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) tahun 2008. Peringkat pertama ditempati Singapura dengan rata-rata jumlah wisman 15 juta per tahun, peringkat kedua dan ketiga ditempati Malaysia dengan wisman 10 juta per tahun dan Thailand 10 juta wisman per tahun.

Pertanyaannya, seberapa serius upaya pengelolaan wisata selam di Indonesia?

Dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia, pengembangan wisata selam di dalam negeri memang masih tertinggal. Tahun 2006, misalnya, jumlah turis selam di Indonesia baru berkisar 30.000 orang pada saat turis selam di Thailand telah mencapai 250.373 orang dan di Malaysia sebanyak 44.480 orang.

Ketertinggalan itu, antara lain, dipicu oleh minimnya aksesibilitas ke obyek wisata. Bandingkan dengan Kepulauan Karibia, setiap kilometer persegi obyek wisata selam di negara itu mampu meraup pendapatan 3 juta dollar AS per tahun karena kemudahan akses dan infrastruktur yang memadai.

Director Buton Resort and Dive Center John Fletcher mengemukakan, keindahan alam bawah laut sangat menarik untuk investasi. Ia menghitung setidaknya ada 72 titik penyelaman di perairan Pulau Buton kini dikelola swasta.

”Potensi yang masih alami itu perlu dipoles dengan kemudahan akses transportasi agar menarik banyak wisatawan,” ujar pria asal Inggris itu, yang sebelumnya berprofesi sebagai konsultan peneliti konservasi laut dan hutan Indonesia.

Pengembangan wisata selam tak hanya mendatangkan wisatawan, tetapi juga dapat diandalkan sebagai roda penggerak perekonomian penduduk lokal. Sayangnya, belum banyak industri wisata selam di Tanah Air yang dikelola dengan berbasis masyarakat. Sebagian besar usaha wisata selam saat ini dikelola pemodal asing dan kerap tanpa melibatkan penduduk setempat.

Di Lombok, misalnya, usaha wisata selam hampir seluruhnya dikuasai pemodal asing. Pengusaha asing bahkan merasuk untuk menggarap usaha wisata selam di lokasi-lokasi terpencil.

Minimnya keterlibatan penduduk lokal dalam penggarapan wisata bahari kerap memicu potensi konflik antara masyarakat dan pengusaha. Konflik itu semakin runcing tatkala obyek wisata selam terus mendatangkan uang, sedangkan penduduk dan nelayan lokal tetap terpuruk dalam kemiskinan.

Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Arif Satria mengemukakan, masalah yang kerap mencuat dalam pengembangan wisata bahari adalah konflik antara pengusaha dan nelayan lokal. Konflik itu sering kali berujung pada perseteruan dengan pengusaha hingga perkelahian antarpenduduk.

Agar industri wisata selam bermanfaat bagi perekonomian lokal, diperlukan ketegasan pemerintah dalam menentukan zonasi kawasan wisata bahari yang tidak berbenturan dengan areal mata pencarian nelayan lokal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com