Hewan itu nyaris punah karena tinggal sekitar 2.000 ekor. Tak heran jika Indonesia berjuang keras agar komodo masuk dalam ”The New 7 Wonders of Nature”, cek
Setelah terbang dengan pesawat kecil dari Bandara Ngurah Rai, Bali, selama satu jam, kita mendarat di Bandara Komodo, Labuhan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Labuhan Bajo, kota kecil di ujung barat Pulau Flores, adalah titik awal menuju Pulau Rinca dan Komodo.
Pelabuhan Labuhan Bajo terbilang kecil. Dengan menumpang kapal cepat dan terkatung-katung di tengah laut Flores selama 40 menit, melewati pulau-pulau kecil yang tandus dan gersang, kita sampai di Pulau Komodo.
Pintu masuk Pulau Komodo berada di Loh Liang. Di sini, seorang turis asing ditegur Kepala Taman Nasional Komodo, Tamen Sitorus, ”
Alasan Tamen Sitorus, Taman Nasional Komodo didominasi padang savana dengan pepohonan yang kering meranggas sehingga dengan mudah akan terbakar. Padahal, Taman Nasional Komodo ini aset nasional dan ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia dan Cagar Biosfir oleh UNESCO.
Dari Loh Liang, kita harus didampingi seorang
”Dulu, ada turis asing berkeliling dalam satu rombongan, tetapi ternyata seorang turis terpisah. Kami cari ke mana-mana, baru besoknya ditemukan gumpalan rambut dan kameranya saja,” tutur
Turis sering menyebut Taman Nasional Komodo sebagai ”dunia lain” atau ”dunia tersendiri”. Sebab, situasi alam di Taman Nasional ini berbeda dengan wilayah Indonesia yang lain. Selain menjadi tempat hunian komodo, spesies kadal terbesar di dunia berukuran panjang 2-3 meter.