Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ngidam Cokelat Bukan Disebabkan Lemahnya Kontrol Diri

Kompas.com - 14/06/2010, 20:00 WIB

KOMPAS.com - Ketika rasa gurih dari keripik singkong atau rasa manis dari cokelat sudah begitu terbayang, dan Anda tidak sabar untuk segera menikmatinya, sebenarnya hal ini bukan disebabkan oleh pertahanan diri Anda yang lemah. Bukan pula karena Anda tidak sanggup lagi menahan rasa lapar.

Hal itu lebih disebabkan oleh dorongan kimiawi yang begitu kuat, dan melekat ke dalam mekanisme pertahanan diri kita, sehingga sangat tidak mungkin untuk ditahan.

Para ahli meyakini bahwa kesalahan utama dari keinginan untuk makan makanan tertentu adalah suatu sistem dari sel-sel otak yang saling berhubungan, yang berkembang selama jutaan tahun untuk mendorong manusia prasejarah untuk bertahan hidup dengan makan.

Makanan berkalori tinggi sangat dibutuhkan untuk bertahan, sehingga otak berusaha memenuhi dirinya dengan senyawa kimia yang memberikan rasa nyaman seperti dopamin dan serotonin. Hal ini dilakukan sebagai respons terhadap rasa dan aroma yang dikaitkan dengan makanan yang lezat.

Ketika Anda butuh energi, perut mengirimkan hormon rasa lapar (ghrelin) ke hypothalamus (pusat perintah di dalam otak) dan mendorong Anda untuk makan. Kemudian ketika Anda sudah kenyang, sel-sel lemak melepaskan leptin untuk memberi tanda sudah waktunya berhenti makan.

Namun menurut para ahli, keinginan untuk menikmati makanan tertentu (ngidam) lebih disebabkan oleh hormon stres, kortisol.

"Tubuh kita tidak didesain untuk mengatasi stres yang berlangsung lama," ujar ahli naturopati, Dr Penny Kendall-reed.

Menurutnya, pada beberapa orang, respons stres mengganggu pola tidur atau pola buang air besar. Untuk yang lain, stres menimbulkan masalah pada jantung dan tekanan darah.

Yang terjadi kemudian adalah ngidam atau craving makanan tertentu. Secara kimia, proses ini bisa dijelaskan dengan fakta bahwa hormon kortisol menghadang pelepasan leptin, sehingga menghentikan otak mengirimkan pesan "kenyang" tadi.

"Tubuh kita mengira belum makan, sehingga dorongan yang kuat akan mendesak Anda berulang kali mencari makanan manis dan berlemak," kata Dr Kendall-reed lagi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com