Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Otaru, Sisi Lain Wisata Jepang

Kompas.com - 24/08/2010, 17:43 WIB

Oleh: Arbain Rambey 

KOMPAS.com — Kota kecil Otaru yang terletak di barat laut Sapporo adalah Jepang sisi lain yang layak dikunjungi. Bergaya sangat kebarat-baratan, termasuk segala cendera mata yang dijualnya, tetapi kota ini sesungguhnya malah sangat Jepang.

Jepang memang tidak hanya Tokyo yang tuan rumah Olimpiade musim panas 1964, Sapporo yang tuan rumah Olimpiade musim dingin 1972, Nagano yang tuan rumah Olimpade musim dingin 1998, Osaka, atau Hiroshima.

Istilah sangat kebarat-baratan tadi mungkin juga menggambarkan orang Jepang secara keseluruhan. Perhatikanlah bahwa sejak dulu mereka gemar mengadaptasi ”gaya-gaya” orang Barat, seperti bentuk gedung-gedungnya, pakaian jas, atau bahkan mencat rambut dengan warna pirang. Namun, orang Jepang yang berpakaian jas justru tampak sangat Jepang, bukan sebaliknya.

Demikian pula remaja-remaja Jepang yang mencat rambutnya dengan cat pirang justru menonjol kejepangannya, seperti terlihat dalam gaya harajuku di berbagai tempat di Negeri Sakura itu.

Kota Otaru bisa dikatakan sangat Jepang selain karena suasananya, juga karena di sana masih banyak terdapat warga berdarah Ainu, yaitu penduduk asli Jepang, selayaknya orang Aborigin di Australia, orang Maori di Selandia Baru, dan juga orang Indian di Benua Amerika. Nama Otaru pun adalah nama asli Ainu, Otarunai yang artinya sungai pasir.

Menurut pemandu wisata di sana, orang Ainu kini sulit dibedakan dengan orang Jepang yang konon datang dari daratan Asia karena terjadinya asimilasi berabad-abad.

”Walau begitu, ada beberapa yang wajahnya signifikan orang Ainu. Semoga hari ini kita bisa bertemu paling tidak seorang di antaranya,” kata pemandu yang mengaku bernama Ina itu. Sayang sekali, pada akhir Juli itu saya tidak sempat bertemu dengan orang Ainu satu pun.

Akan halnya Otaru yang berkembang pesat di abad ke-19 dengan maraknya perikanan herring waktu itu, hampir semua bangunan di sana bergaya Eropa, termasuk sisa-sisa pergudangan yang bentuknya sekilas mirip dengan gudang-gudang tua di Amsterdam, Belanda. Bahkan, menurut brosur wisata yang ada, pada pertengahan abad ke-19, Pemerintah Otaru membangun kanal-kanal dalam kota untuk mengangkut barang dari laut ke gudang-gudang itu, persis seperti Amsterdam.

Dan karena perikanan herring sudah surut sejak awal abad ke-20, sebagian besar gudang-gudang itu kini beralih fungsi menjadi aneka fungsi, seperti toko, rumah makan, atau bahkan penginapan. Beberapa kanal kemudian diuruk, sementara kanal utama disempurnakan pada tahun 1923 untuk menjadi sarana wisata dan transportasi alternatif sampai kini.

Dengan kanal-kanalnya yang berair bersih, kini Otaru mulai menjadi salah satu destinasi wisata di Jepang, bahkan bagi orang-orang Jepang sendiri.

Sepi dan sejuk

Saat ini, dengan jumlah penduduk yang cuma sekitar 150.000 jiwa dan dengan luas kota yang sekitar 250 kilometer persegi, Kota Otaru relatif lengang. Di jalan-jalan justru lebih banyak terlihat turis daripada penduduknya sendiri. Turis-turis terlihat mencolok dengan pakaian meriah, tas belanjaan di kedua tangan, dan kamera di dada.

Wisata di sana selain berjalan-jalan menikmati jalanan dengan gedung-gedung gaya Eropa yang mayoritas sudah menjadi toko, juga berbelanja aneka barang kerajinan yang mutunya sangat tinggi. Di sana hampir tidak bisa dijumpai cendera mata yang murahan dan asal jadi.

Satu hal penting yang harus diingat adalah Otaru nyaman dikunjungi dengan santai pada musim panas, antara Maret dan September. Pada musim dingin, salju di sana sangat tebal.

Baiklah, mari kita langsung menuju ke cendera mata Otaru yang katanya semuanya kebarat-baratan itu.

Cendera mata utama Otaru adalah music box, yang jelas merupakan budaya Inggris pada abad pertengahan. Pada awal abad ke-20, beberapa orang kaya Otaru membawa music box dari Inggris. Kemudian, mereka menirunya, dan kini Anda mudah membeli music box yang berisi lagu grup-grup Jepang masa kini di Otaru. Mutu music box-nya sungguh bagus dan halus. Nada yang dihasilkannya pun jernih dan akurat.

Cendera mata kedua adalah miniatur beruang dalam berbagai bentuk, dari magnet kulkas sampai dengan boneka kain untuk digantung di tas. Mengapa beruang?

Di Pulau Hokkaido, tempat Otaru berada, benar-benar terdapat beruang sebagai binatang liar. Dan, kekhasan inilah yang lalu diabadikan dalam bentuk aneka suvenir.

Cendera mata kebarat-baratan yang juga khas Otaru adalah aneka kerajinan gelas ala Italia. Otaru adalah khas Jepang. Mereka tidak malu-malu menyerap yang baik dari kebudayaan lain, kemudian mencampurnya dengan budaya sendiri sampai menghasilkan keluaran yang luar biasa dengan kepribadian diri yang kuat. Anda ke Jepang? Jangan lupa mampir ke Otaru!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Larangan Study Tour ke Luar Provinsi Disesalkan Pelaku Wisata di Bantul

    Larangan Study Tour ke Luar Provinsi Disesalkan Pelaku Wisata di Bantul

    Travel Update
    5 Wisata Alam di Purwokerto, Terdapat Kolam Alami di Tengah Hutan

    5 Wisata Alam di Purwokerto, Terdapat Kolam Alami di Tengah Hutan

    Jalan Jalan
    5 Hotel Sekitar Dago Bakery Punclut Bandung, mulai Rp 190.000

    5 Hotel Sekitar Dago Bakery Punclut Bandung, mulai Rp 190.000

    Hotel Story
    Makoya Pandaan: Daya Tarik, Tiket Masuk, dan Jam Buka

    Makoya Pandaan: Daya Tarik, Tiket Masuk, dan Jam Buka

    Jalan Jalan
    5 Peralatan yang Harus Dibawa Saat Camping di Pantai

    5 Peralatan yang Harus Dibawa Saat Camping di Pantai

    Travel Tips
    Kemendikbudristek Luncurkan Indonesian Heritage Agency, Kelola Museum dan Cagar Budaya

    Kemendikbudristek Luncurkan Indonesian Heritage Agency, Kelola Museum dan Cagar Budaya

    Travel Update
    6 Tips Aman untuk Anak Saat Bermain di Pantai

    6 Tips Aman untuk Anak Saat Bermain di Pantai

    Travel Tips
    Ketentuan Bhikku Saat Thudong, Boleh Makan Sebelum Pukul 12 Siang

    Ketentuan Bhikku Saat Thudong, Boleh Makan Sebelum Pukul 12 Siang

    Hotel Story
    Memaknai Tradisi Thudong, Lebih dari Sekadar Jalan Kaki

    Memaknai Tradisi Thudong, Lebih dari Sekadar Jalan Kaki

    Hotel Story
    Pameran Deep and Extreme Indonesia 2024 Digelar mulai 30 Mei

    Pameran Deep and Extreme Indonesia 2024 Digelar mulai 30 Mei

    Travel Update
    10 Museum di Solo untuk Libur Sekolah, Ada Museum Radya Pustaka

    10 Museum di Solo untuk Libur Sekolah, Ada Museum Radya Pustaka

    Jalan Jalan
    Tarif Kereta Api Rute Jakarta-Yogyakarta Mei 2024, mulai Rp 260.000

    Tarif Kereta Api Rute Jakarta-Yogyakarta Mei 2024, mulai Rp 260.000

    Travel Update
    Harga Tiket Pesawat Jakarta-Yogyakarta PP Mei 2024, mulai Rp 850.000

    Harga Tiket Pesawat Jakarta-Yogyakarta PP Mei 2024, mulai Rp 850.000

    Travel Update
    Turis Asing Diduga Bikin Sekte Sesat di Bali, Sandiaga: Sedang Ditelusuri

    Turis Asing Diduga Bikin Sekte Sesat di Bali, Sandiaga: Sedang Ditelusuri

    Travel Update
    Ada Pembangunan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, Penumpang Bisa Berangkat dari Stasiun Jatinegara

    Ada Pembangunan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, Penumpang Bisa Berangkat dari Stasiun Jatinegara

    Travel Update
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com