Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesona Batik Pekalongan

Kompas.com - 01/10/2010, 04:46 WIB

Bagi masyarakat Pekalongan, batik diasosiasikan berasal dari kata ”amba” dan ”titik”. Amba, tuh artinya luasnya kain yang akan dibatik, sedangkan titik sendiri mempunyai arti titik-titik dan garis-garis yang membentuk corak.

Sejak kapan batik ada di Pekalongan, masih simpang siur. Soalnya, kita menerimanya secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

Batik mulanya merupakan benda eksklusif, hanya dipakai kalangan kerajaan dan kerabatnya. Baru pada masa Pangeran Diponegoro saat peperangan, batik mulai memasyarakat. Konon, karena para pengawal memakai dan membawa batik serta memperdagangkannya.

Corak batik umumnya dibagi menjadi dua, yakni batik pedalaman dan pesisiran. Contoh batik pedalaman adalah seperti di Yogyakarta dan Solo, sedangkan batik pesisiran contohnya di pantura, ya Pekalongan ini misalnya.

Batik pesisiran bisa dibilang lebih ”menyala”. Mengapa? Karena memiliki warna cerah terkait daerah asalnya di pantai. Jadi lebih lekat dengan alam warna-warni.

Batik pedalaman mempunyai warna-warna gelap dengan corak pakem seperti coklat dan hitam. Saat ini, batik pesisiran banyak dicari, terutama anak-anak muda yang suka warna cerah.

Ternyata, motif batik udah ada yang berumur ratusan tahun. Buktinya, salah satu motif udah ada sekitar tahun 1800-1900, bahkan udah pernah nyampe ke Eropa. Motif yang diangkat adalah motif dongeng rakyat Eropa, misalnya Cinderella dan Putri Salju.

Batik pesisiran suka mengadopsi budaya lain, itu karena di pesisir pertemuan dengan dunia luar lebih sering terjadi. Hal ini menjadikan batik pesisiran berkembang lebih dinamis.

Batik ini mempunyai motif beragam, seperti garis-garis yang menyerupai buah-buahan atau flora. Ada juga batik pesisiran yang memadukan beberapa motif seperti jlamprang dengan buketan.

Batik pedalaman tak begitu dinamis. Jadi maklum kalau motifnya itu-itu saja, seperti parang, udan liris, dan sekar jagad. Peminat batik pedalaman kebanyakan kalangan orang tua.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com