Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Legenda Bali Terpotong

Kompas.com - 08/11/2010, 15:11 WIB

KOMPAS.com - Setiap kali menyebut nama Belitung tidak sedikit orang selalu bertanya, mana yang benar Belitung atau Belitong? Reaksi yang sama juga ketika disebut Belitong. Sikap ini wajar sebab selama ini kedua nama itu yang selalu terucapkan orang, baik yang tinggal di pulau itu maupun yang hidup di pulau lainnya sehingga membingungkan banyak pihak.

Ada sejumlah versi penjelasan tentang pulau seluas 480.010 hektar atau 4.800 kilometer persegi itu. Namun, menurut Bupati Belitung Darmansyah Husein, Belitung hanya dipakai untuk penyebutan nama wilayah administratif. Misalnya, Kecamatan Belitung, Kabupaten Belitung, atau Kabupaten Belitung Timur, atau Provinsi Bangka Belitung.

Sebaliknya, Belitong khusus nama pulau atau kawasan. ”Kalau menyebut Belitong berarti untuk seluruh wilayah pulau ini. Artinya, Belitung adalah bagian dari Belitong,” kata Darmansyah.

Belitong juga dianonimkan dengan Bali terpotong. Konon pada ribuan tahun silam daratan itu terletak di semenanjung Pulau Bali. Namun, wilayah tersebut kemudian terpotong, dan hanyut terbawa arus gelombang besar menuju arah utara, membentuk pulau di wilayah timur Sumatera. ”Itu sebabnya dahulu orang menyebutkan dengan Belitong atau Bali yang terpotong,” kata Bupati Belitung Timur Basuri Purnama.

Legenda itu menyebutkan bahwa pada ribuan tahun silam hidup seorang raja yang adil dan bijaksana di Pulau Bali. Dia sangat disegani, dihormati, dikagumi, dan disenangi rakyatnya. Raja yang karismatis ini hanya memiliki seorang putri nan cantik jelita.

Cantik

Kecantikan sang putri itu membuat para putra mahkota dari kerajaan tetangga tergila-gila, dan satu demi satu datang melamarnya. Akan tetapi, semua lamaran tersebut selalu ditolaknya. Dia bergeming terhadap secuil pun kekayaan, kemewahan, ketampanan, dan pesona yang dimiliki para putra mahkota itu.

Sikap sang putri tersebut membuat kedua orangtua terheran-heran. Raja dan permaisuri ini terus bertanya: mengapa putri mereka tidak tertarik sedikit pun lamaran dari para putra mahkota tersebut? Apa yang kurang dari para pangeran muda itu sehingga putri tunggal mereka tidak mau membukakan pintu hatinya sedikit pun?

Hari-hari selanjutnya rasa penasaran sang raja terus menggumpal. Dia kemudian mencoba menanyakan kepada permaisuri, tetapi tidak diperoleh jawaban. Namun, permaisuri meyakini bahwa ada sesuatu hal yang disembunyikan putri kesayangan mereka. Raja pun akhirnya menugaskan istrinya untuk mencoba mencari tahu penyebabnya.

Setelah dilakukan pembicaraan dari hati ke hati, sang putri akhirnya mengabarkan kepada ibunya bahwa dirinya sebetulnya sedang menderita penyakit kelamin. Itu sebabnya dia memilih untuk menolak semua lamaran dari para pangeran.

Mendengar kabar itu, raja bagai tersambar petir. Dia kemudian meminta bantuan kalangan ahli pengobatan. Bagi siapa yang mampu menyembuhkan penyakit putri tunggalnya, yang bersangkutan diizinkan mempersunting gadis jelita tersebut. Namun, sayembara ini gagal karena tak satu pun ahli pengobatan yang sanggup.

Demi mencegah penyebaran virus penyakit, raja dan permaisuri memilih mengasingkan putri mereka ke sebuah hutan di semenanjung yang terletak di utara Pulau Bali. Para hulubalang langsung dikerahkan untuk membangun pondok khusus untuk tempat tinggal sang putri di lokasi pengasingan.

Setelah semua persiapan tuntas, sang putri pun diantar ke semenanjung Bali. Di sana, dia tinggal seorang diri dan hanya ditemani seekor anjing kesayangannya bernama Tumung. Sang putri menerima pilihan ini demi keselamatan warga di kerajaan itu.

Kutukan raja

Konon, saking dekatnya dengan Tumung, sang putri pun membiarkan anjing kesayangannya tersebut menjilati sumber penyakitnya. Bahkan, semakin sering dijilat, penyakit yang diderita juga akhirnya sembuh. Fakta tersebut membuat hubungan antara sang putri dan Tumung pun bertambah dekat. Bahkan keduanya pun sering melakukan kontak fisik dan akhirnya hamil. Konon, putri raja itu akhirnya melahirkan seorang anak laki-laki yang berekor.

Berita itu disampaikan para hulubalang kepada raja. Mula-mula raja sangat senang karena putri kesayangannya sudah terbebas dari penyakit. Namun, amarah dia meledak ketika mengetahui putrinya hamil dari hasil hubungannya dengan Tumung. Perbuatan itu dinilai melecehkan martabat raja dan kerajaan. Raja pun langsung bersumpah dan mengutuk perbuatan putrinya.

Beberapa hari berikutnya terjadi angin kencang, gelombang pasang, dan tanah di semenanjung itu pun bergetar. Tidak lama kemudian, daratan semenanjung tersebut terpotong atau terputus dari Pulau Bali, bahkan langsung dibawa arus besar menuju ke arah utara.

Saat itu, di sebelah timur Sumatera, ada dua nelayan sedang melaut menggunakan perahu tradisional. Tiba-tiba terlihat sebuah gundukan tanah yang sangat besar disertai pohon-pohon yang besar dan kecil terhanyut dan melintas di depan mereka. Kedua nelayan itu pun akhirnya mendekati gundukan tersebut, dan melemparkan jangkar pada salah satu bagiannya.

Beberapa saat kemudian, gundukan raksasa itu pun berhenti dan menancap di perairan itu. Sejak itu pula lokasi tersebut menjadi satu pulau sendiri. Warga setempat kemudian memberikan nama Belitong atau Bali terpotong.”Saya tidak tahu persis hubungan antara legenda itu dan kehadiran pengaruh Kerajaan Mataram di Pulau Belitong, tetapi fakta ini bisa saja memiliki korelasi,” kata budayawan Belitong, Ian Sancin. (JAN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gunung Batu Jonggol Bogor: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Lokasi

Gunung Batu Jonggol Bogor: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Lokasi

Jalan Jalan
Ocean Park BSD City Tangerang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Ocean Park BSD City Tangerang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Scoot Terbangkan Pesawat Embraer E190-E2 Pertama

Scoot Terbangkan Pesawat Embraer E190-E2 Pertama

Travel Update
5 Tips Traveling dengan Hewan Peliharaan yang Aman

5 Tips Traveling dengan Hewan Peliharaan yang Aman

Travel Tips
Traveloka dan Baby Shark Beri Diskon Liburan Sekolah hingga 50 Persen

Traveloka dan Baby Shark Beri Diskon Liburan Sekolah hingga 50 Persen

Travel Update
4 Kesalahan yang Harus Dihindari Saat Melawati Keamanan Bandara

4 Kesalahan yang Harus Dihindari Saat Melawati Keamanan Bandara

Travel Tips
KAI Sediakan 739.000 Kursi Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus

KAI Sediakan 739.000 Kursi Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus

Travel Update
Kadispar Bali: Pungutan Wisatawan Asing Sudah Hampir Rp 79 Miliar

Kadispar Bali: Pungutan Wisatawan Asing Sudah Hampir Rp 79 Miliar

Travel Update
Tips Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri, Jangan Kesiangan

Tips Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri, Jangan Kesiangan

Travel Tips
Tips Atas Bengkak Selama Perjalanan Udara, Minum hingga Peregangan

Tips Atas Bengkak Selama Perjalanan Udara, Minum hingga Peregangan

Travel Tips
Harga Tiket Wisata Pantai di Bantul Terkini, Parangtritis hingga Pandansimo

Harga Tiket Wisata Pantai di Bantul Terkini, Parangtritis hingga Pandansimo

Travel Update
Ada Pungli di Curug Ciburial Bogor, Sandiaga: Perlu Ditindak Tegas

Ada Pungli di Curug Ciburial Bogor, Sandiaga: Perlu Ditindak Tegas

Travel Update
Menparekraf Bantah Akan Ada Pungutan Dana Pariwisata kepada Wisatawan

Menparekraf Bantah Akan Ada Pungutan Dana Pariwisata kepada Wisatawan

Travel Update
Sandiaga Dukung Sanksi Tegas untuk Penyulut 'Flare' di Gunung Andong

Sandiaga Dukung Sanksi Tegas untuk Penyulut "Flare" di Gunung Andong

Travel Update
Waktu Terbaik untuk Beli Tiket Pesawat agar Murah, Jangan Mepet

Waktu Terbaik untuk Beli Tiket Pesawat agar Murah, Jangan Mepet

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com