YOGYAKARTA, KOMPAS
”Kami masih menunggu instruksi dari BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Jawa Tengah sebagai pihak yang berwenang. Sampai ada instruksi pemulangan, gajah-gajah itu masih akan kami tampung di sini (Gembira Loka) dulu,” kata Direktur Utama Gembira Loka KMT Antonius Tirtodiprojo, Sabtu (20/11).
Kelima gajah sumatera itu ialah Bona (28 tahun), Lisi (25 tahun), Moly (32 tahun), Echa (20 tahun), dan Shela (30 tahun). Kelimanya dititipkan di Gembira Loka sejak 13 November untuk dijauhkan dari hujan debu vulkanik di wilayah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang bisa membahayakan keselamatan hewan-hewan langka tersebut.
Gajah merupakan hewan yang rentan kesehatannya. Menurut mahut (pelatih gajah) senior dari Taman Nasional Way Kambas, Lampung, Nazaruddin, abu vulkanik bisa merusak mata, paru-paru, bahkan ginjal gajah. Kondisi itu bisa berakibat fatal bagi gajah.
Namun, kini aktivitas erupsi Gunung Merapi telah menurun dengan salah satu parameter dikuranginya radius bahaya di sekeliling wilayah Merapi. Candi Borobudur yang dua minggu terakhir ditutup total akibat dampak abu vulkanik juga dikabarkan mulai membuka diri untuk pengunjung pada Minggu kemarin.
”Meskipun begitu, kami tetap menunggu instruksi dari BKSDA Jateng untuk pemulangan gajah-gajah itu,” kata Joko, nama panggilan Antonius Tirtodiprojo. Selama di Gembira Loka, kelima gajah yang biasa menjadi atraksi wisata keliling candi itu ditempatkan bersama enam gajah lain.
Masih terkait satwa langka, otoritas Taman Nasional Gunung Merapi kembali menerima laporan warga yang menemukan jejak macan di wilayah Desa Candibinangun, Pakem, Sleman. Sejak 11 November, beberapa kali muncul laporan penglihatan maupun penemuan jejak hewan buas itu di sekitar lereng Merapi sisi selatan.
”Kami sudah periksa jejak itu. Namun, dari jejak, tidak bisa diketahui jenis macan apa. Tetapi, perkiraan kami itu merupakan macan kumbang yang memang hidup di lereng Merapi. Jumlahnya kemungkinan sepasang,” kata Kepala Taman Nasional Gunung Merapi Tri Prasetyo, Sabtu.
Diduga, macan itu turun hingga mendekati permukiman warga karena habitatnya di pedalaman hutan Merapi rusak terkena erupsi. ”Suhu yang panas serta ketiadaan makanan akibat dampak erupsi membuat mereka (macan) turun untuk menjauhi gunung dan mencari makan,” ujar Tri.