Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dulu Dianggap Hama, Kini Jadi Maskot

Kompas.com - 19/12/2010, 13:59 WIB

Gang Pekonan di Way Mengaku, misalnya, merupakan salah satu ”perkampungan” kopi luwak. Di kawasan ini terdapat sedikitnya sepuluh perajin. Beberapa di antaranya bahkan sudah memiliki merek dagang dan memasarkan produksinya masing-masing.

Saat ini, di Way Mengaku sedikitnya tercatat empat merek dagang kopi luwak, yaitu Kupi Musong Liwa, Raja Luwak, Ratu Luwak, dan Duta Luwak.

Beralih profesi

Begitu menariknya kopi luwak, berapa warga yang dulunya petani belakangan ini beralih profesi menjadi pebisnis kopi luwak. Sapri (39), misalnya, mengaku meninggalkan pekerjaan bertani sayuran sejak dua tahun lalu. Pekarangan rumahnya kini dihiasi 25 kandang luwak.

Meskipun usahanya masih terkendala pemasaran yang belum stabil, melalui usaha barunya tersebut Sapri sudah memiliki satu mobil Daihatsu Luxio terbaru untuk operasional bisnisnya.

Menurut Gunawan Supriadi, keterbatasan modal hingga kini masih merupakan kendala utama perajin kopi luwak di Way Mengaku. ”Biaya operasionalnya (termasuk pemeliharaan luwak) tinggi sekali, mencapai Rp 1,6 juta per bulan per ekor. Sementara permintaan belum rutin. Tidak sedikit perajin yang gulung tikar karena tidak mampu memutar modal,” katanya.

Masalah lainnya, tambah Sukardi, kopi luwak palsu juga banyak beredar di Indonesia. Di Kota Bandung, Jawa Barat, misalnya, ada sejumlah produsen yang menghasilkan kopi ”mirip” kopi luwak. ”Aromanya juga tajam (seperti kopi luwak), tapi didapatkan dari proses non-alamiah. Itu menggunakan esens, dari bahan kimia. Rasanya sekilas mirip,” ujarnya.

Persoalan tak hanya berhenti di situ. Perajin juga pernah terganjal isu fatwa haram terkait produksi kopi luwak mereka meski akhirnya fatwa itu ditarik. Selain itu, pengajuan hak paten juga dirasakan sangat mahal, mencapai belasan juta rupiah.

Dikendalikan

Harga jual kopi luwak saat ini cukup beragam. Jika dari Liwa para broker atau perantara, termasuk eksportir, bisa membelinya paling mahal Rp 600.000 per kg (bubuk), di kota-kota besar mereka bisa menjualnya hingga Rp 1,5 juta per kg.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com