Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suara Boediono untuk Komodo...

Kompas.com - 03/01/2011, 08:50 WIB

KOMPAS.com — ”Saya tidak peduli komodo berasal dari partai apa,” ujar Wakil Presiden Boediono di hadapan warga Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur, Rabu (29/12/2010) sore lalu.

Sejak pagi, kesibukan berlangsung di Kampung Komodo itu. Tokoh-tokoh kampung mengenakan pakaian terbaik dan bergegas menuju bangunan tempat Wakil Presiden Boediono datang dan disambut.

Bangunan dari batu alam, yang lantainya beberapa puluh sentimeter di atas tanah, itu biasanya menjadi tempat penjualan cenderamata. Bagian lain berfungsi sebagai kafe.

Polisi Hutan Balai Taman Nasional Komodo tidak kalah sibuk. Di tengah kesegaran pagi dan suara air laut terempas di pantai, mereka berupaya keras mengusir komodo dari kolong bangunan.

Komodo besar dan melata tentu dirasakan tidak cocok berada di tempat yang akan disinggahi petinggi negara seperti Wakil Presiden. Komodo jantan berusia sekitar 30-40 tahun itu akhirnya berhasil diusir ke bawah pohon, beberapa puluh meter dari bangunan.

Hingga sekitar pukul 09.30, komodo itu masih bisa dicegah kembali ke kolong bangunan. Namun, tidak lama, ia mengangkat leher dan kepalanya, bergerak menuju kolong bangunan. Sejumlah polisi hutan berusaha mencegahnya dengan tongkat kayu, tetapi gagal.

Komodo sukses kembali ke kolong bangunan. Ia memang memerlukan tempat teduh untuk beristirahat sehingga perutnya dapat mencerna rusa, yang dimangsanya tiga hari sebelumnya, dengan baik.

Boediono sampai di Pulau Komodo sekitar pukul 14.30 waktu setempat dengan helikopter. ”Saya datang ke sini untuk memberikan suara pada Pulau Komodo,” ujarnya.

Tidak tanggung- tanggung, ada lima menteri yang menyertai Boediono. Mereka adalah Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, dan Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh.

Cita-cita lama

Selama satu jam lebih, empat menteri dan Boediono berpidato. Boediono mengaku sangat gembira karena baru kali ini bisa mengunjungi Pulau Komodo. ”Sejak lama saya dan istri bercita-cita datang ke Pulau Komodo,” ujarnya.

Setelah itu, hanya seorang warga Kampung Komodo dan seorang warga dari daerah lain di NTT menyampaikan keluh kesah singkat. Acara ditutup dengan ajakan Boediono agar orang Indonesia memberikan suara kepada Pulau Komodo dalam pemilihan Tujuh Keajaiban Alam Baru (New 7 Wonders of Nature) lewat situs www.new7wonders.com.

Pemilihan New 7 Wonders of Nature lewat internet digagas oleh New7Wonders Foundation yang berbasis di Swiss sejak tiga tahun silam. Dari ratusan keajaiban alam yang diusulkan oleh berbagai negara, saat ini sudah tersaring 28 finalis. Salah satu di antaranya adalah Pulau Komodo.

Dukungan terbuka pemimpin negara dalam pemilihan New 7 Wonders of Nature sebelumnya sudah dilakukan Presiden Filipina Gloria Macapagal-Arroyo. Pada Februari lalu, ia meminta semua orang Filipina di seluruh dunia agar memberikan suara pada Sungai Bawah Tanah Puerto Princesa.

Kepala Subdirektorat Promosi Elektronik Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Ratna Suranti mengatakan, promosi Pulau Komodo sangat terbantu sejak Pemerintah Indonesia memasukkan Pulau Komodo dalam ajang pemilihan New 7 Wonders of Nature. Jika berhasil terpilih dalam tujuh besar keajaiban alam, ia yakin Pulau Komodo akan semakin tenar dan banyak dikunjungi turis asing.

”Selama kampanye Pulau Komodo dilakukan, jumlah turis yang datang ke Pulau Komodo terus bertambah dari tahun ke tahun,” katanya. Dari 42.000 pengunjung Pulau Komodo pada Januari-November 2010, 90 persen lebih di antaranya adalah turis asing.

Boediono, mantan Gubernur Bank Indonesia, mengingatkan, apa yang mendesak untuk dicarikan solusinya sekarang ialah mempertemukan kepentingan pariwisata dengan kepentingan warga Pulau Komodo. Pariwisata harus berkembang, tetapi perkembangan itu harus bisa pula dinikmati oleh rakyat setempat. ”Hal inilah yang harus kita cari solusinya,” ujar Boediono.

Ada 2.000 ekor

Pulau Komodo yang diperkirakan didiami sekitar 2.000 ekor komodo berada dalam lingkup Taman Nasional Komodo. Termasuk di dalam kawasan yang dilindungi itu antara lain Pulau Rinca yang juga dihuni komodo. Luas total Taman Nasional Komodo ialah 173.300 hektar dengan 60 persen di antaranya berupa laut.

Sekitar 1.300 orang tinggal di Pulau Komodo dan terkonsentrasi di tempat bernama Kampung Komodo. Mereka hidup dari menangkap ikan dan selama setidaknya lebih dari satu abad hidup bersahabat dengan komodo.

Persahabatan warga dan komodo begitu kuat berkat cerita turun-temurun yang menyebutkan bahwa komodo dan warga Kampung Komodo berasal dari satu ibu. Legenda menyebutkan, pada suatu waktu di masa silam, sang ibu melahirkan bayi kembar: satu bayi komodo dan satu bayi lagi manusia.

Namun, di tengah gegap gempita kampanye Pulau Komodo, kehidupan warga Kampung Komodo cukup memprihatinkan. Menurut warga Kampung Komodo, Haji Amin (52), sekolah setingkat SMP baru hadir beberapa tahun silam.

Puskesmas yang ada pun juga jarang didatangi petugas kesehatan.

Listrik hanya mengandalkan generator yang tidak setiap saat menyala. Mereka cukup terisolasi karena sampai kini tidak terjangkau sinyal telepon seluler. Warga pun mengharapkan Wapres Boediono dapat mengusahakan penyelesaian atas kendala komunikasi tersebut.

Boediono akhirnya pulang dengan lega karena cita-citanya mengunjungi Pulau Komodo tercapai.

(A Tomy Trinugroho)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com