Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cabai Tidak Lagi Pedas

Kompas.com - 04/01/2011, 05:13 WIB

Seorang teman memprotes ke penjaja tahu sumedang di sebuah lampu merah di pinggiran Jakarta. ”Kok pelit amat cabainya,” ujar si teman. Tahu sumedang yang berjumlah belasan hanya diberi cabai tidak lebih dari lima biji. Tidak seimbang. Si penjaja tahu tetap berlalu tidak ambil peduli. Si teman hanya bengong.

Si teman rupanya tidak paham soal harga cabai yang kini lagi melambung seperti roket. Di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi alias Jabodetabek, harga cabai rawit sudah mencapai Rp 90.000 per kilogram (kg). Rupanya tidak saja di Jabodetabek, harga cabai juga meroket di Jawa Tengah, mulai wilayah Banyumas hingga Solo, begitu juga di wilayah Sumatera Selatan.

Penjaja tahu sumedang tadi memilih pergi. Itu cara terbaik menghadapi pembeli. Padahal, bagi pedagang di Jawa Tengah, permintaan tambahan cabai rawit dihargai Rp 250-Rp 500 per bijinya. Bukan apa-apa, semuanya berkaitan dengan harga cabai di sana yang sudah mencapai Rp 80.000 per kg. Kalau disandingkan dengan harga daging sapi, harga cabai ini setara dengan 1,25 kg harga daging sapi.

Penjaja tahu sumedang dan juga pedagang makanan lainnya tidak bisa lain harus mengurangi cabai pada masakan mereka karena harga cabai yang begitu tinggi. Wiji, pedagang sayur di Pasar Depok, Jaya mengaku sebelumnya dapat menjual 1 kg cabai rawit merah per hari, tetapi sekarang hanya mampu menjual 0,5 kg per hari. ”Harga cabai merah keriting mahal karena ambil dari pedagang grosir sudah mahal,” kata Wiji.

Mengapa mahal di grosir? Heru Susanto, pedagang di Pasar Legi Solo, Jawa Tengah, menduga, kenaikan harga cabai tersebut karena pasokan cabai langka menyusul hujan terus-menerus akhir-akhir ini. ”Banyak petani gagal panen, sementara kebutuhan seperti pabrik saus tidak berkurang,” katanya.

Menurut Rosidah, pedagang di Pasar Pagi Kota Tegal, Jawa Tengah, harga cabai rawit merah sangat mahal karena saat ini pasokan cabai tersebut hanya diperoleh dari Jawa Timur. Itu pun dengan jumlah terbatas. Pasokan cabai jenis lainnya masih dapat diperoleh dari Bandung, Jawa Barat, dan Pemalang.

Harga cabai yang tinggi ini memberikan sumbangsih pada inflasi nasional sebesar 0,32 persen. Inflasi nasional pada Januari-Desember 2010 mencapai 6,69 persen. Jika para pedagang mengikuti kenaikan harga cabai ini, ada pengurangan pada daya beli masyarakat kebanyakan. Padahal, para pembeli makanan di warung-warung di pinggir jalan adalah masyarakat berpenghasilan menengah bawah.

Yang terjadi, harga beras juga cenderung meningkat, bahkan menjadi penyumbang terbesar pada inflasi nasional, sebesar 1,29 persen. Maka, semakin tertekan daya beli masyarakat menengah bawah. Jika ditarik lebih jauh, semakin banyak anggota masyarakat tadi yang kian masuk dalam kemiskinan.

Jadi kalau cabai tidak lagi pedas karena jumlah cabai rawit berkurang, semua itu merupakan bagian dari cara para pedagang kecil dan pedagang makanan menyiasati daya beli. Biar cabai tidak lagi pedas, harga makanan tetap terjangkau masyarakat kecil. Bravo bagi para pedagang makanan. (ppg)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Turis Asing Diduga Bikin Sekte Sesat di Bali, Sandiaga: Sedang Ditelusuri

Turis Asing Diduga Bikin Sekte Sesat di Bali, Sandiaga: Sedang Ditelusuri

Travel Update
Ada Pembangunan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, Penumpang Bisa Berangkat dari Stasiun Jatinegara

Ada Pembangunan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, Penumpang Bisa Berangkat dari Stasiun Jatinegara

Travel Update
Hotel Ibis Styles Serpong BSD CIty Resmi Dibuka di Tangerang

Hotel Ibis Styles Serpong BSD CIty Resmi Dibuka di Tangerang

Hotel Story
10 Mal di Thailand untuk Belanja dan Hindari Cuaca Panas

10 Mal di Thailand untuk Belanja dan Hindari Cuaca Panas

Jalan Jalan
Menparekraf Susun Peta Wisata Berbasis Storytelling di Yogyakarta, Solo, dan Semarang

Menparekraf Susun Peta Wisata Berbasis Storytelling di Yogyakarta, Solo, dan Semarang

Travel Update
Waisak 2024, Menparekraf Targetkan Gaet hingga 300.000 Wisatawan

Waisak 2024, Menparekraf Targetkan Gaet hingga 300.000 Wisatawan

Travel Update
3 Bulan Lagi, Penerbangan Langsung Thailand-Yogyakarta Akan Dibuka

3 Bulan Lagi, Penerbangan Langsung Thailand-Yogyakarta Akan Dibuka

Travel Update
Jelang Waisak 2024, Okupansi Hotel di Area Borobudur Terisi Penuh

Jelang Waisak 2024, Okupansi Hotel di Area Borobudur Terisi Penuh

Hotel Story
iMuseum IMERI FKUI Terima Kunjungan Individu dengan Pemandu

iMuseum IMERI FKUI Terima Kunjungan Individu dengan Pemandu

Travel Update
9 Wisata Malam di Jakarta, dari Taman hingga Aquarium

9 Wisata Malam di Jakarta, dari Taman hingga Aquarium

Jalan Jalan
Jangan Sembarangan Ambil Pasir di Pulau Sardinia, Ini Alasannya

Jangan Sembarangan Ambil Pasir di Pulau Sardinia, Ini Alasannya

Travel Update
6 Cara Cegah Kehilangan Koper di Bandara, Simak Sebelum Naik Pesawat

6 Cara Cegah Kehilangan Koper di Bandara, Simak Sebelum Naik Pesawat

Travel Tips
Maskapai Penerbangan di Australia Didenda Rp 1,1 Miliar karena Penerbangan Hantu

Maskapai Penerbangan di Australia Didenda Rp 1,1 Miliar karena Penerbangan Hantu

Travel Update
China Terapkan Bebas Visa untuk 11 Negara di Eropa dan Malaysia

China Terapkan Bebas Visa untuk 11 Negara di Eropa dan Malaysia

Travel Update
Pelepasan 40 Bhikku Thudong untuk Waisak 2024 Digelar di TMII

Pelepasan 40 Bhikku Thudong untuk Waisak 2024 Digelar di TMII

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com