Secara terpisah, ahli ekologi dan perilaku alam liar, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, ITB, Achmad Sjarmidi, mengatakan, komodo sebenarnya merupakan obyek penelitian yang menarik. Namun, penelitian yang dilakukan masih sepotong-sepotong sehingga kemampuan yang dimiliki tidak utuh.
Hal itu terjadi karena penelitian komodo belum menjadi prioritas pemerintah. Akibatnya, data penelitian yang ada baru bersifat umum.
Sebagai perbandingan, kata Sjarmidi, Perancis menjadikan penelitian babi hutan sebagai prioritas sehingga memiliki beberapa ahli. Penelitian babi hutan menjadi fokus karena binatang liar tersebut menjadi target perburuan. Dengan data penelitian yang ada, para ahli dapat mengontrol secara penuh jumlah, sebaran, dan nisbah seks babi hutan itu agar tidak punah.
Di Indonesia, pengelolaan komodo dan spesies langka lainnya dilakukan bersifat umum, tanpa berbasis pada data ilmiah yang telah dikumpulkan peneliti. ”Pengelolaan hanya didasarkan pada istilah langka, tetapi tidak jelas jumlah spesiesnya, sebarannya, hingga kapan survei dilakukan,” ujarnya menambahkan.
Sjarmidi menambahkan, minat mahasiswa untuk meneliti kehidupan alam liar Indonesia sangat besar. Namun, mereka terjebak persoalan yang sama seperti yang dialami peneliti ahli di bidangnya, yaitu dana.
Sejumlah mahasiswa pernah mengajukan proposal penelitian alam liar melalui dana penelitian yang dikucurkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional. Namun, usaha mereka selalu gagal karena penelitian kehidupan liar tidak termasuk dalam prioritas penelitian pemerintah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.