Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Runtuhnya Benteng Peradaban

Kompas.com - 06/06/2011, 09:16 WIB

Martinus Setyo, salah satu surveyor PDA, mengatakan, benteng Nusantara paling banyak terdapat di Indonesia. Namun, kondisinya sudah banyak yang hancur sehingga tidak dikenali lagi.

Selain benteng Nusantara, di penjuru tanah air juga berserakan benteng-benteng kolonial yang dibangun pada masa kolonialisme negara-negara barat di Indonesia dan benteng peninggalan masa Perang Dunia II.

Data survei PDA menemukan 442 benteng di seluruh Indonesia. Dari jumlah tadi, 351 benteng memiliki informasi sejarah, sedangkan 91 benteng lain sama sekali tidak diketahui informasi sejarahnya.

”Dari situ sebenarnya benteng memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi tempat wisata sejarah,” kata Nadya Purwesti, Direktur Eksekutif Pusat Dokumentasi Arsitektur yang berkantor di Jakarta.

Persoalannya, sebagian besar benteng yang bisa menjadi sumber ilmu pengetahuan budaya dan sejarah ini dalam kondisi rusak. Kerusakan disebabkan kurangnya kepedulian pemerintah untuk melindungi dan merawat benteng-benteng tersebut.

Menurut Martinus, belum semua benteng masuk dalam daftar benda cagar budaya yang dilindungi pemerintah. Akibatnya, banyak tangan-tangan manusia yang sengaja merusak bagian-bagian benteng untuk kepentingan pribadi. Kerusakan semacam ini, katanya, paling banyak ditemui pada benteng-benteng di wilayah Indonesia bagian timur.

Di Maluku, misalnya, Benteng Dodinga yang berada di tengah permukiman warga diambil materialnya untuk pengerasan jalan atau memperbaiki rumah warga. Benteng Dodinga yang didirikan pada abad-17 ini pada masa lalu merupakan pos militer penting untuk mengontrol jalur perdagangan rempah- rempah Halmahera Timur ke Ternate. Masih di Maluku juga, warga bahkan menggunakan sisa-sisa benteng lain yang tinggal tapak fondasi untuk mendirikan rumah.

Nasib benteng peninggalan kolonial sama saja. Bekas-bekas persenjataan yang masih terdapat di benteng, seperti meriam, diambil warga setempat. Meriam tersebut dijual kiloan untuk dilebur menjadi bijih besi dan baja.

”Bahkan ada penduduk yang mata pencariannya khusus mengambil meriam, kendaraan sisa perang, dan material besi lain dari benteng,” kata Martinus.

Pemerintah daerah sebenarnya memiliki keinginan memanfaatkan benteng untuk menarik pengunjung datang ke daerah mereka. Keinginan itu diwujudkan dengan memperbaiki benteng-benteng yang rusak. Namun, pada saat memperbaiki, pemerintah setempat tidak memerhatikan kaidah rekonstruksi benda cagar budaya dengan benar.

Sebagian Benteng Wolio, misalnya, dindingnya runtuh karena metode perbaikan yang dilakukan tidak benar. Padahal, selama ini warga setempat menjadikan Benteng Wolio sebagai tempat berkumpul dan bercengkerama. Dengan demikian, sampai kini, benteng tetap menjadi bagian dari peradaban mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com