Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Pura Lingsar Mereka Bersatu...

Kompas.com - 20/07/2011, 08:00 WIB
Sabrina Asril

Penulis

Ada sebuah ritual akbar yang biasa dilakukan di Pura Lingsar setiap Desember, yakni Perang Topat. Perang Topat ini diikuti oleh seluruh umat beragama yang berada di sekitar Pura Lingsar. "Semua warga boleh ikut acara ini. Mau dia Islam, Kristen, ataupun Hindu, bisa. Biasanya dilakukan pada malam bulan purnama yang jatuh pada  Desember," tutur Wayan.

Perang Topat ini diiringi dengan sebuah tarian Baris Lingsar yang dilakukan oleh 3 batek (penari perempuan) dan 12 penari baris lingsar (penari laki-laki). Pemimpin tarian ini akan menggunakan bahasa Belanda sambil membawa senjata api yang merupakan peninggalan Belanda di abad ke-18, saat datang menjajah Pulau Lombok.

Usai tarian dimainkan, inti acara Perang Topat pun dimulai. Dengan ketupat di tangan yang dibagi-bagikan oleh panitia, warga sudah mulai bersiap. Saat aba-aba untuk melempar sudah dikeluarkan, ketupat-ketupan kecil mulai berterbangan ke berbagai arah menghujam tubuh banyak orang.

Tidak ada amarah yang keluar dari masyarakat Lingsar yang terdiri dari berbagai macam agama ini. "Ini justru mengakrabkan kami. Lempar-lemparan itu kami bawa senang saja, memang tidak ada amarah," kata Wayan.

Bersama-sama merawat Pura Lingsar

Pura Lingsar dibangun dengan tujuan menjadi lambang persatuan. Tidak ada perbedaan bagi umat Islam maupun Hindu yang menggunakan pura ini. Siapa pun terbuka memakai tempat ini untuk beribadah. Tidak hanya dalam penggunaannya saja pura ini yang begitu terbuka, perawatannya pun dilakukan bersama-sama antara umat Islam dan Hindu.

Wayan mengaku dirinya yang merupakan umat Hindu sering kali dibantu penduduk di sekitar Lingsar yang mayoritas suku Sasak yang beragama Islam. "Biasanya mereka membantu membuang daun-daun kering atau memotong rumput di sini yang sudah cukup tinggi," ujarnya.

Sebenarnya ada dua petugas dari Suku Dinas Pariwisata yang memelihara tempat itu, tetapi kedua pegawai negeri sipil itu kerap kali malas datang ke pura untuk bersih-bersih. "Jadi kami, warga di sini, yang tiap hari membersihkannya bersama pemuka agamanya karena bantuan tenaga dari pemerintah jarang sekali datang," ungkapnya.

Diakui Wayan, Pura Lingsar ini secara tidak langsung menjadi sebuah simbol pengingat agar setiap warganya hidup dengan harmonis. Simbol toleransi itu juga dilambangkan dengan aturan tak tertulis, siapa saja yang datang ke tempat suci itu tak diperkenankan membawa sesaji dari babi dan sapi. Pasalnya, babi haram bagi umat Islam, dan sapi dianggap suci oleh umat Hindu.

Transportasi ke Pura Lingsar

Pura Lingsar terletak 15 kilometer dari pusat Kota Mataram, NTB. Untuk mencapai Pura Lingsar, Anda bisa menyewa mobil beserta sopir dengan biaya sekitar Rp 300.000 untuk perjalanan delapan jam. Sementara biaya sewa sepeda motor sekitar Rp 100.000. Apabila ingin lebih murah lagi, Anda bisa menggunakan bemo (semacam angkot) dari Mataram menuju Narmada dengan tarif Rp 2.500-Rp 3.000 lalu pindah ke bemo rute Narmada sampai Lingsar dengan tarif serupa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com