Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Pura Lingsar Mereka Bersatu...

Kompas.com - 20/07/2011, 08:00 WIB
Sabrina Asril

Penulis

KOMPAS.com — Di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), mayoritas penduduknya merupakan masyarakat suku Sasak yang beragama Islam. Namun, sejarah masyarakat Bali yang beragama Hindu di pulau ini juga cukup kuat. Pada awal abad ke-17, keberadaan suku Sasak di Lombok Barat sempat tersingkirkan oleh kedatangan suku Bali yang kemudian mengendalikan wilayah ini. Sementara di Lombok Timur, suku Sasak juga terpinggirkan dengan kedatangan suku Bugis dari Makassar.

Pada masa itulah, percampuran kebudayaan antara Hindu dan Islam di Lombok Barat kemudian terjadi. Meski sempat dikuasai oleh suku Bali, suku Sasak yang merupakan masyarakat asli Lombok tidak pernah terpinggirkan. Salah satu buktinya adalah Pura Lingsar yang terletak di Kampung Lingsar, Lombok Barat.

Pura yang biasanya hanya digunakan umat Hindu ini juga dipakai umat Muslim untuk berdoa atau menggelar upacara adat. Inilah salah satu bukti keharmonisan dua agama yang berbeda hidup di Lombok.

Pura Lingsar dibangun tahun 1714 oleh Raja Anak Agung Gede Ngurah dari Kerajaan Karangasem, Bali. "Pura ini merupakan satu-satunya peninggalan Raja Anak Agung Gede khusus untuk kedua etnis suku Sasak dan Bali," ujar warga setempat, Wayan.

Ikan ajaib di Kemalik

Pura ini terdiri dari dua bagian bangunan yakni Kemalik dan Pura Gaduh. Bangunan Kemalik terletak di bagian bawah Pura Gaduh. Kemalik biasa digunakan oleh Suku Sasak untuk berdoa sebelum dan sesudah menanam padi, serta untuk melakukan upacara adat seperti khitanan dan pernikahan. Bagi umat Hindu, Kemalik hanya digunakan untuk tempat berdoa. Untuk memasuki halaman Pura Gaduh dan Kemalik, pengunjung harus menggunakan selendang sebagai tanda penghormatan.

"Sebenarnya semua agama bisa berdoa di sini. Mereka percaya doanya bisa dikabulkan di sini. Kadang-kadang mereka juga membawa sesajen, yang umat Islam memakai daun pisang dan umat Hindu pakai daun janur," tutur Wayan.

Di dalam Kemalik terdapat sebuah kolam ikan yang airnya selalu tetap dan tidak pernah surut. Kolam inilah yang disebut dengan Lingsar. Nama Lingsar diambil dari dua kata dalam bahasa Sasak yakni "ling" berarti suara dan "sar" berarti air.

Wayan menuturkan, warga di sekitar Pura Lingsar percaya bahwa dahulu kala ada seorang raja di Kampung Lingsar yang sedang bersemedi dan tiba-tiba dibisikkan suara untuk meletakkan pedangnya pada sebuah batu. Namun, tiba-tiba pedang itu menghilang dan dari batu keluar air yang cukup deras hingga membuat suatu kubangan.

Tiba-tiba, dari kolam itu muncullah sembilan ikan tuna yang dikeramatkan warga di sana. Ikan tuna itu diperkirakan merupakan perwujudan dari pedang sakti milik sang raja. Sembilan ikan di sana juga dipercayai sebagai simbol dari wali songo.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com