Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Mangunan, Ada Turis Panjat Pohon Rambutan

Kompas.com - 21/12/2011, 11:00 WIB
Ni Luh Made Pertiwi F

Penulis

Guntur Eka Prasetya, salah satu pemandu di Kampung Mangunan. Dengan apik, ia mengambil daun jati dan meremasnya. Warna merah muncul di jari-jarinya. Sambil melakukan itu, ia bercerita bahwa warna merah yang dihasilkan itulah yang digunakan sebagai bahan pewarna untuk batik.

“Ini pintar-pintarnya kita mengemas perjalanan. Saat membawa turis asing, kita ceritakan berbagai tanaman. Mereka tidak tahu pohon nangka itu apa. Lalu pohon jati seperti apa, tidak tahu. Kita ceritakan, lalu gabungkan dengan cerita masa kecil dan pengalaman saat bermain-main di sini. Itu selalu menarik bagi mereka,” tutur Guntur panjang lebar.

Sampai di sawah, Anda akan diantar ke sebuah kubangan. Di sana seorang petani tampak sibuk membajak sawah dengan kerbau. Jangan hanya menonton, tetapi ikutlah turun membajak sawah. Anda harus berani berkotor-kotoran.

“Bapak ini (sambil menunjuk petani yang sedang membajak) adalah bapak saya. Beliau pensiunan TNI, daripada diam saja di rumah, bapak saya membajak sawah. Beberapa sawah ini milik keluarga kami. Tapi khusus petak sawah ini dibiarkan seperti ini (kubangan berlumpur),” jelasnya.

Petak tersebut dibiarkan agar wisatawan yang datang berkunjung bisa mengenal proses membajak sawah dan ikut turun mencobanya. Lelah selepas membajak sawah, Anda dibawa kembali ke rumah untuk menyantap hidangan makan siang beruka masakan khas rumahan ala Yogyakarta. Tentu makannya sambil lesehan di tikar sambil ditemani tetabuhan gamelan.

Semua kegiatan wisata ini dapat Anda nikmati hanya dengan paket harga Rp 75.000 per orang. Dengan paket ini Anda dapat belajar menari, belajar gamelan, membajak sawah, dan termasuk makan siang. Bisa juga Anda belajar membatik, menari dengan mengenakan kostum wayang orang lengkap dengan make up, maupun ikut lomba menangkap bebek.

Lalu siapakah di balik konsep unik desa wisata ini? Ia adalah pemandu wisata yang barusan disebut-sebut. Ya, Guntur adalah pria asli kelahiran Kampung Mangunan. Oleh karena itu, tak heran ia mengenal selak beluk kampung itu dan dengan mudah bercerita mengenai kehidupan anak-anak di Kampung Mangunan.

Latar belakang Guntur memang mendukung mengembangkan Kampung Mangunan menjadi desa wisata. Ia memilki biro perjalanan wisata dan biasa menggarap pasar wisatawan mancanegara. Paket beraktivitas di Kampung Mangunan merupakan salah satu jualan andalan Guntur.

Namun, ia mengaku tidak mengambil untuk di paket desa wisata tersebut. Ia gabungkan tur desa wisata di Kampung Mangunan dengan paket menginap dan transportasi di Yogyakarta.

“Jadi saya ambil untungnya di situ. Semua uang untuk kegiatan di Kampung Mangunan langsung untuk warga Kampung Mangunan. Misalnya untuk gamelan, masing-masing bisa mendapat bayaran 10 ribu sekali tampil,” terangnya.

Ia sendiri baru mengembangkan Kampung Mangunan sejak dua tahun lalu. Saat itu, belum ada warga yang piawai bermain gamelan. Sehingga ia pun mendatangkan pengajar untuk melatih gamelan, tari Jawa, hingga membatik pada warga setempat. Tak tanggung-tanggung, penduduk yang sudah pensiun atau yang sehari-harinya bertani pun pelan-pelan jadi jago menabuh gamelan.

“Saya sehari-hari ya bertani. Kalau lagi tidak gamelan, ya bertani. Penghasilan kalau seharian bertani ya 50 ribu. Gamelan sekalinya 10 ribu hanya satu jam,” tutur Pak Diman. Ia mengaku setelah pensiun, kegiatan ini membuatnya aktif sekaligus tetap menghasilkan.

Guntur masih terus mengembangkan Kampung Mangunan untuk menjadi desa wisata. Rintangan tentu saja selalu ada. Hanya saja, warga Kampung Mangunan seakan kompak membuka diri untuk menyambut wisatawan. Selalu ada senyuman ramah dan sapaan kepada wisatawan yang berkunjung. Hal sederhana yang membuat setiap pengunjung serasa pulang kampung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com