Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Tarian Dayak Deyah dari Kepunahan

Kompas.com - 03/01/2012, 02:34 WIB

Pada usia sembilan tahun, Roesina mulai mempelajari tari. Sekitar 33 tahun kemudian, dia mendirikan sanggar tari di kampung halamannya dan bertahan sampai sekarang. Tujuan utamanya, melestarikan kesenian asli Dayak di Kalimantan, khususnya Dayak Deyah, dari kepunahan. DEFRI WERDIONO

Dalam suatu kesempatan pada November 2011, wajah Roesina menyiratkan rasa bahagianya seusai menyaksikan rekannya, Hasan (50), berhasil memanjat batang manau, sejenis pohon berduri.

Pagi itu Roesina banyak mengumbar senyum. Dia bersama timnya tampil sebagai pengisi kegiatan tahunan Festival Budaya Pasar Apung 2011 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Hasan, laki-laki bertubuh kekar itu, mampu memanjat batang manau yang penuh duri dengan telanjang kaki dan dada. Tidak tampak luka gores atau luka tusuk sedikit pun di tubuhnya. Senyum Hasan juga terus mengembang ketika sejumlah penonton yang dipenuhi rasa heran mendekat dan menyapanya.

Bagi Roesina, tari Balian Bawo Panjat Manau hanyalah salah satu kekayaan budaya Dayak yang sudah ada sejak dia bisa mengingatnya. Awalnya, masyarakat penganut Kaharingan menggunakan tarian ini sebagai media penyembuhan pada orang yang sakit.

Di samping itu, tari Balian Bawo Panjat Manau juga kerap ditampilkan untuk membayar nazar masyarakat setempat. Kegiatan tersebut biasanya diselenggarakan sehabis merayakan panen.

Dalam perkembangannya sekarang, tari Balian Bawo Panjat Manau tidak lagi terpaku pada waktu dan keperluan ritual tertentu. Aksi yang bisa membuat bulu kuduk bergidik itu belakangan ini dapat ditampilkan di muka umum, kapan saja dan untuk kesempatan apa saja, mulai dari hajatan sunatan sampai pesta pernikahan.

Menurut Roesina, tari Balian Bawo Panjat Manau hanya salah satu dari tari tradisi warga Dayak Deyah. Selain tarian itu, setidaknya ada juga lima jenis tarian Dayak Deyah lainnya, yakni tari Balian Dadas, Gintur, Mengundang, Nande, dan tari Balian Bukit.

Tarian pada masyarakat Dayak Deyah memiliki sedikit perbedaan dengan tari- tarian pada subsuku Dayak lainnya, yakni pada penggunaan alat. Tari-tarian Dayak Deyah umumnya lebih menekankan pada gintur (bambu).

Pemakaian gintur dalam tradisi Dayak Deyah bukannya tanpa sebab. Konon, bambu merupakan alat yang menjadi andalan nenek moyang Dayak Deyah untuk bergerilya melawan penjajah.

”Jadi penggunaan gintur tidak bisa digantikan,” ujar Roesina menegaskan.

Kaya bersuluh emas

Hampir selama 20 tahun terakhir ini, tari-tarian Dayak Deyah diajarkan Roesina kepada generasi muda setempat. Dia mengajarkan tari-tarian tradisi itu melalui sanggar Tatau Silu Bulau di Desa Pengelak, Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.

Sanggar Tatau Silu Bulau berdiri pada tahun 1992. Kata ”tatau silu bulau” mengandung arti ”kaya bersuluh emas”. Tatau berarti kaya, silu artinya suluh, dan bulau sama dengan emas.

Lewat nama tersebut, Roesina berharap sanggar Tatau Silu Bulau bisa seperti emas yang tidak akan luntur selamanya. ”Semoga demikian pula dengan kesenian Dayak, tidak akan luntur selamanya” ujarnya.

Maksud dia seperti emas yang tidak akan luntur, begitulah kesenian Dayak di mata Roesina. Meski seni budaya dari luar budaya Dayak masuk ke wilayah tersebut, masyarakat tetap menjaga dan memelihara tradisi itu. ”Kesenian peninggalan leluhur kami bisa tetap bertahan, tidak lalu menjadi tergeser.”

Roesina lalu bercerita tentang awal didirikannya sanggar Tatau Silu Bulau. ”Modal utamanya adalah semangat melestarikan tari-tarian Dayak Deyah,” ujarnya.

Untuk melengkapi peralatan menari, ia upayakan secara swadaya. Sebuah babun, semacam gendang, ia beli seharga Rp 750.000. Ia kembali merogoh kocek untuk melengkapinya dengan tiga babun kecil seharga Rp 750.000.

Sedangkan untuk kelengkapan instrumen lainnya, seperti kenong, Roesina mencari pinjaman. ”Tahun 1992-1994 kami meminjamnya sebelum ada bantuan dari pemerintah kabupaten. Begitu pula untuk kostum penari, tahun 2006 kami berinisiatif mengirim proposal ke perusahaan tambang untuk mendapatkan bantuan,” ujarnya.

Tentang inovasi

Sejak berdiri hingga kini, empat kali Roesina mengirim proposal kepada pemerintah daerah dan perusahaan tambang batubara di daerah setempat. Sebagian uang itu dibelikan peralatan dan sebagian lainnya disimpan untuk keperluan sanggar di kemudian hari.

Cara ini ditempuh karena dia tak menarik iuran dari anak didiknya. Ia juga tak menyisihkan uang hasil pentas karena honor itu dibagi habis untuk anggota. Tak ada hasil pentas yang masuk kas operasional sanggar. Dalam setahun anggota sanggar bisa tampil hingga lima kali.

Bagi Roesina, menampilkan tarian tradisi kepada publik relatif tak ada kesulitan, termasuk saat ia melakukan ritual khusus sebelum memulai pertunjukan.

”Tahun 2009 rombongan kami pernah mengalami kecelakaan di jalan,” cerita mantan guru sekolah dasar itu tentang musibah yang pernah mereka alami berkaitan dengan pertunjukan.

Sejauh ini, lanjut Roesina, hanya tari Nande yang sulit ditampilkan sebab tarian ini harus dilakukan pada tengah malam. Apalagi dalam pertunjukan tari Nande, nyaris tidak ada penerangan. Penari bergerak dengan mengandalkan tali yang dipegangnya.

Meski permintaan naik panggung cukup banyak, sampai sekarang Roesina tetap mengandalkan gerakan- gerakan asli tari tradisi dalam pengajaran di sanggarnya.

”Kami sebenarnya terbuka untuk melakukan inovasi asal tidak meninggalkan gerakan-gerakan asli tarian warisan nenek moyang. Tetapi kendalanya justru dari pelatih yang punya kemampuan dan mau melakukan inovasi tersebut,” katanya.

Roesina keberatan bila untuk keperluan inovasi gerakan tari itu, dia harus mengambil pelatih dari luar sanggar. Masalahnya, dia tidak punya cukup dana untuk membayar honor bagi pelatih tari tersebut.

Lewat pengabdiannya pada kesenian tradisi Dayak Deyah pula, Roesina dikenal masyarakat. Kesungguhannya melestarikan tarian tradisi itu juga membuat dia mendapatkan penghargaan dari pemerintah kabupaten sebagai pelestari budaya.

Penghargaan pertama diterima Roesina tahun 1990 seusai dia berpentas di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Penghargaan berikutnya diterima pada tahun 2006.

”Satu hal yang membuat saya senang, kelima anak saya semuanya bisa menarikan tarian tradisi Dayak Deyah,” ujar Roesina bangga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenuh Butterfly Park Bali Punya Wahana Seru

Kemenuh Butterfly Park Bali Punya Wahana Seru

Jalan Jalan
Kemenuh Butterfly Park Bali: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Kemenuh Butterfly Park Bali: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Kapal Wisata Terbakar di Labuan Bajo, Wisatawan Diimbau Hati-hati Pilih Kapal

Kapal Wisata Terbakar di Labuan Bajo, Wisatawan Diimbau Hati-hati Pilih Kapal

Travel Update
5 Tips Traveling Saat Heatwave, Apa Saja yang Harus Disiapkan

5 Tips Traveling Saat Heatwave, Apa Saja yang Harus Disiapkan

Travel Tips
Penerbangan Bertambah, Sandiaga: Tiket Pesawat Mahal Sudah Mulai Tertangani

Penerbangan Bertambah, Sandiaga: Tiket Pesawat Mahal Sudah Mulai Tertangani

Travel Update
Pencabutan Status Bandara Internasional Tidak Pengaruhi Kunjungan Turis Asing

Pencabutan Status Bandara Internasional Tidak Pengaruhi Kunjungan Turis Asing

Travel Update
Bagaimana Cara agar Tetap Dingin Selama Heatwave

Bagaimana Cara agar Tetap Dingin Selama Heatwave

Travel Tips
Gedung Pakuan di Bandung: Lokasi, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Gedung Pakuan di Bandung: Lokasi, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri yang Berlatar Perbukitan

Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri yang Berlatar Perbukitan

Jalan Jalan
7 Tips Berkemah di Pantai agar Tidak Kepanasan, Jangan Pakai Tenda di Gunung

7 Tips Berkemah di Pantai agar Tidak Kepanasan, Jangan Pakai Tenda di Gunung

Travel Tips
Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

Travel Tips
Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

Travel Update
Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

Travel Update
Siaga Suhu Panas, Petugas Patroli di Pantai Bangka Belitung

Siaga Suhu Panas, Petugas Patroli di Pantai Bangka Belitung

Travel Update
Cara ke Museum Batik Indonesia Naik Transjakarta dan LRT

Cara ke Museum Batik Indonesia Naik Transjakarta dan LRT

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com