Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lampion yang Menembus Batas

Kompas.com - 20/02/2012, 07:42 WIB

RIBUAN lampion melayang menembus langit malam kota Pingxi, New Taipei City, Taiwan, Sabtu (4/2/2012). Kepergiannya diiringi tatapan mata ratusan ribu orang dalam panjatan doa dan pengharapan akan keberuntungan sepanjang tahun.

Udara malam bersuhu sekitar 17 derajat celsius terasa lebih hangat karena padatnya pengunjung, mulai dari anak-anak, pasangan muda-mudi, hingga dewasa. Sungai Keelung yang membelah kota Pingxi menjadi saksi ribuan lampion dalam balutan cahaya menyerupai titik-titik terang di langit.

Festival Lampion Terbang (Sky Lanterns Festival) di kota Pingxi merupakan salah satu pertunjukan favorit dalam rangkaian perayaan tahun baru Imlek di Taiwan. Pesta lampion menandai berakhirnya perayaan tahun baru Imlek yang jatuh hari ke-15 dalam bulan pertama tahun baru penanggalan China.

Pingxi yang terletak di utara Taiwan, dikelilingi pegunungan Xuenshan, Fushi, dan Nangang, menjadi satu-satunya kota yang menyelenggarakan lampion terbang. Pesta tahunan itu ditandai dengan tradisi masyarakat menerbangkan lampion berukuran kecil sampai besar. Pesta malam itu bertambah semarak dengan kehadiran Presiden Taiwan Ma Ying-Jeou.

Lampion yang mengangkasa sekaligus menjadi simbol pengharapan kepada Yang Maha Kuasa untuk berkah sepanjang tahun. Untaian pengharapan tersurat di dinding-dinding lampion yang diterbangkan, di antaranya harapan akan kesehatan, kebahagiaan, kemakmuran, keberuntungan, hingga jodoh.

”Saya menuliskan doa kesehatan untuk keluarga di lampion,” ujar Amy Sisson, warga asal Selandia Baru, yang malam itu datang bersama kekasihnya.

Lampion terbang itu mudah diperoleh di kios-kios di sepanjang jalan kota Pingxi. Harga setiap lampion berkisar 30-40 dollar Taiwan atau sekitar Rp 9.300-Rp 13.000.

Warga juga dimungkinkan membuat sendiri lampion terbang. Bahannya antara lain kertas kaligrafi China berbentuk pentagonal, lingkaran bambu, untaian kawat, lem, dan beberapa lembar kertas fu yang dilumuri campuran minyak tambang batubara dengan minyak sayur.

Bahan bakar lampion terbang berasal dari pembakaran kertas fu yang sudah dilumuri minyak sehingga menghasilkan udara panas untuk menerbangkan lampion. Waktu terbang lampion mencapai 8 menit, dengan ketinggian jelajah hingga 500 meter dari permukaan tanah. Setelah bahan bakar habis, lampion akan jatuh.

Lampion yang kehabisan bahan bakar akan jatuh di pegunungan, jalanan, sungai, atap rumah warga, ataupun gedung-gedung. Namun, jika pembuatannya kurang sempurna, lampion yang baru diterbangkan bisa langsung terbakar di udara atau jatuh ke kerumunan pengunjung. Timbunan sampah lampion diantisipasi pemerintah setempat dengan menerjunkan petugas kebersihan.

”Kalau sampahnya jatuh di pegunungan, mungkin sulit diambil,” papar Cecilia, pemandu wisata, kepada rombongan wartawan Asia Tenggara yang hari Sabtu siang itu mendapat pelatihan membuat lampion terbang.

Tradisi kota Pingxi melepas lampion ke udara telah berlangsung berabad-abad. Pada masa lalu, lampion menjadi alat komunikasi yang efektif antara penduduk dan kaum pejuang. Sewaktu pedesaan diserang musuh, mayoritas penduduk menyingkir ke perbukitan, sedangkan kaum pejuang bertahan menghadapi musuh. Apabila wilayah sudah kembali aman, pejuang menerbangkan lampion sebagai sarana pemberitahuan kepada penduduk yang mengungsi.

Kini, festival lampion menjadi tradisi rutin untuk merayakan tahun baru Imlek. Pesta lampion berlangsung hampir serentak di sejumlah kota, mulai pertengahan Januari sampai pertengahan Februari. Pada Tahun Naga Air ini, lampion didominasi bentuk naga.

Beberapa kota yang menyelenggarakan festival lampion di antaranya kota Muaoli dengan tarian naga, Yanshui (kota Tainan) dengan serbuan ”roket kumbang” (beehive rockets), kota Taipei dengan pesta lampion, serta Lukang di kota Changhua dengan pertunjukan lampion naga terbesar. Pesta dimulai sejak siang hari di sepanjang jalan-jalan kota dan kian ramai memasuki malam hari dengan gemerlap lampion beraneka bentuk dan warna.

Muna (36), tenaga kerja Indonesia asal Jombang, Jawa Timur, datang dari Changhua bersama majikannya menyaksikan festival lampion di Lukang. Mereka berangkat sejak pukul 07.00 dengan menggunakan bus umum dan tiba sekitar pukul 11.00 untuk mengikuti perayaan puncak sekitar pukul 19.00.

”Hampir setiap tahun menonton (festival lampion) kalau ada pertunjukan,” ujar perempuan yang sudah lima tahun bekerja di Taiwan.

Festival lampion yang menandai berakhirnya perayaan tahun baru Imlek sekaligus menjadi momentum menyatunya keluarga dan kerabat. Inilah masa untuk rekonsiliasi, berkumpul dengan keluarga dan orang-orang terdekat.

Perayaan Festival Lampion Taiwan (Taiwan Lantern Festival) yang digarap oleh Taiwan Tourism Bureau berlangsung rutin selama 23 tahun. Festival ini digarap serius oleh pemerintah untuk menjaring wisatawan dengan melibatkan masyarakat hingga kalangan pengusaha. (BM Lukita Grahadyarini)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com