JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memastikan, Wali Kota Bekasi nonaktif, Mochtar Muhammad masih berada di wilayah Indonesia.
Kepala Bagian Humas Ditjen Imigrasi, Maryoto menyampaikan hal tersebut melalui pesan singkat yang diterima wartawan, Selasa (20/3/2012).
"Yang bersangkutan masih dalam masa pencegahan," kata Maryoto.
Sedianya Mochtar mendatangi gedung KPK, Jakarta untuk dieksekusi hari ini. Politikus PDI-Perjuangan itu dijatuhi hukuman enam tahun penjara pada tingkat Mahkamah Agung karena dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Namun, hingga waktu menunjukkan pukul 16.30 WIB, Mochtar belum tiba di gedung KPK.
Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan, pihaknya akan menjemput paksa Mochtar untuk dieksekusi jika yang bersangkutan tidak juga tiba di gedung KPK pukul 17.00 WIB.
Namun Johan mengaku tidak tahu di mana Mochtar berada saat ini. Jika keberadaan Mochtar tidak terlacak, KPK akan memasukkan Mochtar dalam daftar pencarian orang (DPO).
"Kita masih beri waktu menjelang sore, dia datang. Kalau tidak, tim akan segera berangkat melakukan penjemputan. Kalau enggak ketemu, KPK akan memerintahkan permintaan DPO ke Mabes Polri," kata Johan.
Mochtar mangkir dari panggilan KPK untuk dieksekusi, Kamis (15/3/2012) pekan lalu. Pihak Mochtar menolak dieksekusi dengan alasan belum menerima salinan putusan MA.
KPK lantas kembali mengirimkan surat agar Mochtar bersedia datang ke gedung KPK untuk dieksekusi hari ini.
Hingga kini, kata Johan, KPK belum mendapat kabar dari pihak Mochtar terkait eksekusi yang dijadwalkan hari ini tersebut.
Adapun Mochtar dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Dia dianggap menyuap anggota DPRD Bekasi sebesar Rp 1,6 miliar serta menyalahgunakan anggaran makan-minum sebesar Rp 639 juta untuk memuluskan pengesahan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun 2010.
Mochtar juga diduga memberikan suap sebesar Rp 500 juta untuk mendapatkan Piala Adipura 2010 dan menyuap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian.
Namun di pengadilan tingkat pertama, yakni Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat, Mochtar justru divonis bebas. Putusan vonis bebas untuknya juga sempat menuai kontroversi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.