Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Roti dengan Selera Rakyat

Kompas.com - 22/03/2012, 12:29 WIB

Benar saja. Begitu pintu dibuka, toko ini langsung ramai. Semua karyawan di bagian pelayanan dan kasir tak henti melayani pembeli. Suasana seperti ini terjadi hingga sekitar pukul 18.00, waktu di mana biasanya persediaan roti sudah habis. Tokonya sendiri tutup pukul 20.00.

Tak hanya disukai warga Bandung, roti Sidodadi juga sudah menjadi oleh-oleh bagi orang Jakarta yang menghabiskan akhir pekan di Bandung. ”Orang Jakarta biasanya memesan dulu lewat telepon pada hari Sabtu. Lalu, rotinya diambil Minggu saat mereka akan kembali ke Jakarta,” kata cucu pendiri Toko Roti Sidodadi yang tidak bersedia disebutkan namanya.

Ciri khas

Roti Ganda yang menjadi ikon oleh-oleh Pematang Siantar sebenarnya hanyalah roti tawar. Namun, ada yang menjadi pembeda antara roti tawar di sini dengan roti tawar lainnya, yaitu adanya aroma susu dan pandan.

Cara penyajiannya, setelah dibelah, kedua belah sisi roti diolesi krim lalu ditaburi butiran cokelat. Roti, kemudian, ditangkupkan, dipotong-potong, lalu dikemas dengan kertas roti.

Sedangkan roti unyil, sesuai sebutannya, memiliki keunikan pada ukurannya yang mungil. Namun jangan salah, ketika pertama kali dibuka tahun 1992, pemiliknya, Hendra Saputra, juga menjual roti dalam ukuran biasa, seperti yang dijual toko roti pada umumnya.

”Namun, kami juga membuat variasi dengan membuat roti ukuran kecil. Ternyata, justru roti kecil yang lebih disukai pembeli,” tutur Herlianty (62), kakak dari Hendra. Karena menjadi favorit itulah, sekitar setahun setelah berdiri, Venus memfokuskan diri pada produksi roti unyil hingga sekarang.

Sementara itu, kekhasan yang dimiliki Roti Sidodadi serupa dengan roti tradisional lain, yaitu roti yang padat namun lembut. Sejak awal, roti Sidodadi dibuat tanpa bahan pengembang berlebihan, apalagi bahan pengawet.

Beberapa variasi isi, seperti selai nanas dan stroberi, bahkan dibuat sendiri dari buah-buahan tersebut. Keju untuk roti keju dibuat seperti mentega sehingga rasanya menyerap dalam roti.

”Kakek dan ayah saya berpesan, jangan pernah mengubah resep. Mereka juga ingin mempertahankan citra bahwa roti Sidodadi adalah roti rakyat, jadi harganya harus mampu dijangkau,” katas sang cucu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com